JAKARTA – Pemerintah didesak untuk menyisir seluruh organisasi kemasyarakatan (Ormas) yang terindikasi berpaham radikal.
Diberitakan CNN Indonesia.com, pasalnya, saat ini penularan paham radikal cenderung sukar dideteksi.
“Ada banyak ormas yang dibungkus nilai keagamaan, atau sosial, tetapi sesungguhnya mereka punya agenda tersembunyi,” kata Direktur Indopolling Network, Wempy Hadir, usai bedah buku Ancaman Radikalisme dalam Negara Pancasila, di Megawati Institute, Jakarta, Jumat (30/8).
Wempy mengatakan kekuatan politik yang dimiliki membuat ormas mudah memasuki wilayah lembaga negara. Nilai tambah itu, lanjutnya, dimanfaatkan untuk melancarkan kepentingannya.
Desakan itu diperkuat oleh temuan survei lembaganya ke 1.080 responden di Indonesia. Dalam survei pada April 2019 lalu itu, sebanyak 81,2 persen masyarakat Indonesia masih mengharapkan Pancasila sebagai ideologi bangsa.
Hanya 5,7 persen yang berpendapat bahwa ideologi Pancasila masih bisa diubah. “Hasil survei juga menunjukkan mayoritas responden tidak sepakat dengan ide negara khalifah, sebanyak 72,1 persen. Hanya 14,5 persen yang menyatakan setuju,” tambah Wempy.
Sementara mengutip temuan Badan Intelijen Negara (BIN), Wempy mencatat, sebanyak 41 dari 100 masjid di lingkungan kementerian, lembaga, dan BUMN diduga terpapar radikalisme, dan sebanyak 35 persen mahasiswa disebut tertarik dengan paham radikal.
Maka dari itu, Wempy meminta pemerintah menertibkan ormas yang menjadi embrio paham radikal. Dia juga mendesak partai politik untuk tak bekerja sama dengan kelompok ekstremis, dan membuat batasan yang jelas.
“Kalau ada parpol yang jadi kelompok radikal, bisa dipertimbangkan untuk dibubarkan demi kepentingan negara,” sambung Wempy.
Kepala Pusat Penerangan (Kapuspen) Kemendagri, Bahtiar Baharuddin mengklaim, kementeriannya telah mengidentifikasi ormas yang terpapar radikalisme. Kendati begitu, ia tak mau terang-terangan menyebut identitas organisasi.
“Beberapa teridentifikasi. Ciri-cirinya, kan kalau suka menyerang orang lain, melakukan konflik di ruang publik, meresahkan masyarakat, melakukan tindakan premanisme, dan pasti juga menyerang simbol-simbol negara. Ini, kan, perilaku radikal semua,” jelas Bahtiar.
Hingga Juli 2019, ada sekitar 420 ribu ormas yang terdaftar. Namun, dari jumlah tersebut, tak banyak yang terpapar radikalisme.
“Hanya satu atau dua organisasi. Tapi biasanya organisasi yang teridentifikasi radikalisme, justru tidak terdaftar. Sehingga tetap berlaku hukum lain selain UU ormas, bisa hukum pidana lain,” kata dia.
Bahtiar memastikan bahwa Kemendagri melakukan pengecekan, dan pemantauan berkala terhadap sejumlah organisasi. Dia juga memastikan bahwa pemerintah tidak ragu untuk menindak tegas ormas yang terbukti menganut paham radikal.
“Pemerintah tidak akan ragu menyatakan yang benar adalah benar, dan yang salah adalah salah,” pungkas Bahtiar.
Editor: Amran