Oleh : Bambang Purniarso
Kampus dan Pemerintah jangan satu frekuensi kalau tidak ingin diasumsikan se kolam. Dalam cerminan ini adalah Pemimpin Kampus, kiranya mampu menjadi agen-agen independen dengan mengeluarkan fatwa mencerahkan tanpa harus memilih menjadi kontra ataupun pro dengan Pemerintah dalam hal yang bersinggungan dengan hak berpendapat mahasiswa.
Kampus dalam hal ini adalah perguruan tinggi sebagai wadah pengembangan kemampuan manusia strata tengah menuju manusia unggul. Ketika Melihat informasi yang berkembang di media akan menyoal pelarangan gerakkan aksi mahasiswa oleh kalangan pada jajaran pemimpin kampus dan kekuasaan membuat penulis melihat ada kebekuan dalam proses perkembangan dunia pendidikan.
Dimula dari jenjang SD-SMA sebuah proses sebagai seorang siswa yang digenjot dengan pendidikan pedagogis, yang kemudian ketika memasuki arah dunia kampus pendidikan pendagogi tersebut dirobah menjadi sistem pembelajaran andagogi atau seni belajar orang dewasa.
Dengan mengenalkan pembelajaran perencanaan, evaluasi dalam pengalaman (termasuk pengalaman berbuat salah) pribadinya yang kemudian menjadi dasar untuk aktivitas belajar (konsep belajar).
Disanalah konsep dasar water flow fase di terapkan, dan ketika semakin dinamiknya tatanan kebudayaan sosial berkembang maka pakailah filosofi ilmu, adalah seperti air yang pada hakikatnya selalu turun ke bawah dan menyesuaikan wadahnya.
Ketika suatu kelas perkuliahan dimulai, adalah waktu yang cukup untuk menstimuluskan sistem pendidikan formal kenegaraan untuk menggugah nalar-nalar kritis, teoritis & kreatifitas mahasiswa, yang selanjutnya pengajar hanya perlu memantau perkembangan mahasiswanya dalam hal pengembangan konsep pengalaman di dunia luarnya.
Peran pengajar adalah sebagai pembimbing dan pemimpin adalah sebagai pembina, maka ketika salah satunya memilih praktik untuk berkompromi dan kontra dengan sebuah kuasaan adalah suatu pelanggaran kartu berat yang wajib dikeluarkan kartu kuning semua pihak untuk menegur dan mengingatkan kembali sebagaimana fungsinya.
Dengan kesadaran tersebut diharapkan mampu menjadi kebudayaan baru yang timbul dari hal tersebut berangsur-angsur berubah dari konsep pembelajaran formalitas menjadi Pendidikan Rakyat Kritis yang lebih bersinggungan pada kehidupan sosial masyarakat yang real (kehidupan nyata).
- Penulis adalah Sekretaris Cabang Ikatan Mahasiswa Muhammadiyah Kota Pekanbaru,