oleh: KH.Bachtiar Ahmad
====================
Sumatratimes.com. Jakarta – Saat ini Ramadhan telah usai. Karenanya, tentu ada yang menarik nafas lega, lantaran tidak lagi merasa terbebani dengan aturan agama yang mengikat aktifitas mereka sehari-hari.
Sementara disisi lain orang-orang yang benar beriman dengan ikhlas kepada Allah akan merasa sedih, lantaran harus berpisah dengan “bulan kemuliaan” yang sarat dengan rahmat dan berkah Allah tersebut. Mereka khawatir, jangan-jangan tahun yang akan datang mereka tak lagi dapat bertemu dengan Ramadhan.
Akan tetapi lepas dari kondisi suka atau tidak suka berpisah dengan Ramadhan tahun ini, maka ada satu hal yang patut kita renungkan dan pertanyakan kepada diri sendiri; Sudahkah kita berhasil mencapai tujuan Ramadhan sebagai-mana yang diinginkan Allah untuk diri kita sendiri, yakni menjadi orang yang bertakwa.
“Takwa” dalam arti yang utuh; Baik hablumminallah maupun hablumminannas-nya. Atau sekurang-kurangnya ada perubahan yang cukup mendasar dari sikap dan prilaku sebelum kita menjalani aktifitas Ramadhan tahun ini, lahiriah maupun bathiniah.
Sebab sebagaimana yang diisyaratkan oleh Rasulullah SAW dalam hadis beliau, bahwa adakalanya (puasa) Ramadhan yang dilaksanakan seseorang tidak akan memberikan nilai tambah baginya, selain daripada menahan haus dan lapar berkepanjangan. Dan tentu saja kita tidak menghendaki hal yang demikian ini. Dalam hal ini puasa sebagai salah satu alat pembersih dan yang mensucikan, tentulah sangat-sangat diharapkan dapat membersihkan dan mensucikan diri kita, baik lahir maupun bathin.Sebab hanya keadaan yang demikian inilah yang disebut sebagai keberuntungan sebagaimana yang dinyatakan Allah SWT:
“Sesungguhnya beruntunglah orang yang membersihkan diri (dengan beriman). // Dan dia ingat nama Tuhannya, lalu dia dirikan sholat (juga ibadah lainnya).” (Q.S. Al-A’laa: 14-15) Dan hal inilah yang menjadi salah satu alasan, mengapa dalam Idul Fitri seusai Ramadhan kita saling menyapa dan mengucapkan kalimat “mohon maaf lahir dan bathin”, agar kiranya kebajikan antar sesama yang tak sempat kita buat di dalam Ramadhan bisa terpenuhi antara satu dengan yang lain.
Masalah lain yang patut kita renungkan dan sikapi seusai Ramadhan adalah, agar kita tidak lagi membiarkan diri kita terjebak dalam perangkap nafsu yang tentunya lebih cenderung untuk melakukan kejahatan sebagaimana yang di-ingatkan Allah SWT melalui pernyataan Nabi Yusuf a.s:
“Dan aku tidak membebaskan diriku (dari kesalahan), karena sesungguhnya nafsu itu selalu menyuruh kepada kejahatan, kecuali nafsu yang diberi rahmat oleh Tuhanku. Sesungguhnya Tuhanku Maha Pengampun lagi Maha Penyayang.” (Q.S. Yusuf: 53)
Sebab bagaimanapun juga tentu telah kita ketahui bersama, bahwa salah satu tujuan utama dari pelaksanaan kewajiban ibadah puasa Ramadhan adalah dalam rangka pengendalian hawa nafsu yang kita miliki. Bahkan untuk hal yang demikian itu, suka tidak suka kita harus menahan diri dari segala sesuatu yang halal dan yang dibolehkan.
Jadi apabila seusai Ramadhan ini kita kembali mengumbar nafsu dan melakukan sesuatu secara berlebih-lebihan, sekalipun hal itu tidak dilarang oleh agama, maka tentu saja upaya dan pembelajaran yang kita laksanakan selama Ramadhan akan menjadi sia-sia.
Apalagi secara tersirat telah ditegaskan oleh Allah SWT: “Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan janganlah berlebih-lebihan. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan.” (Q.S. Al-A’raaf: 31)
Pengendalian nafsu tidak hanya atas hal-hal yang bersifat material, akan tetapi mencakup sifat dan sikap hidup yang berkaitan dengan “akhlaqul karimah”. Dan hal inilah pelajaran yang paling utama, yang harus diamalkan oleh setiap mukmin ketika Ramadhan usai. Mulut, mata dan telinga yang selama Ramadhan dijaga kesuciannya, maka harus lebih dijaga dan diwaspadai dari hal-hal yang dilarang Allah di bulan-bulan berikutnya. Sebab tantangan yang akan dihadapi akan jauh lebih besar, sementara kita tidak lagi terikat pada kaidah-kaidah puasa sebagaimana halnya di bulan Ramadhan. Dan satu hal yang patut diingat adalah, bahwa sesungguhnya Allah telah berfirman:
“Dan janganlah kamu mengikuti apa yang kamu tidak mempunyai pengetahuan tentangnya. Sesungguhnya pendengaran, penglihatan dan hati, semuanya itu akan diminta pertanggungan jawabnya.” (Q.S. Al-Israa’: 36)
Oleh sebab itu tatkala Ramadhan tahun ini usai, maka tentu saja kita tidak lagi boleh lalai dan kembali terjebak dalam hal-hal yang dapat mengurangi nilai tambah yang telah kita peroleh melalui ibadah-ibadah Ramadhan yang kita lalui. Semoga Allah SWT tetap melimpahkan taufiq, hidayah, maghfirah dan inayah-Nya kepada kita semua. Wallahua’lam.
Jakarta, 01 Syawal 1439 H / 15 Juni 2018