Kunjungi Riau, Menteri LHK Mantapkan Upaya Pencegahan Permanen Karhutla
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan (LHK) Siti Nurbaya Bakar melakukan dengan Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, dalam rangka pemantapan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara permanen, Sabtu, 18 Juli 2020. (Istimewa)
SumatraTimes.co.id – Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan LHK) Siti Nurbaya Bakar mengatakan pasca kejadian kebakaran hutan dan lahan (Karhutla) tahun 2015, berbagai langkah koreksi (corrective action) telah dilakukan.
Langkah koreksi itu dalam bentuk berbagai kebijakan krusial, peningkatan operasional kerja tim satgas karhutla, juga adanya peringatan dini antisipasi ancaman karhutla.
Hal itu disampaikan Siti Nurbaya Bakar seusai pertemuan dengan Gubernur Riau Syamsuar dan Kapolda Riau Irjen Pol Agung Setia Imam Efendi, di Pekanbaru, Riau, Sabtu (18/7/2020).
Pertemuan dalam rangka pemantapan upaya pencegahan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) secara permanen.
Siti Nurbaya mengatakan, karhutla tahun 2015 telah memberi banyak pembelajaran bagi pemerintah di bawah kepemimpinan Presiden Joko Widodo, untuk melakukan berbagai langkah koreksi pengendalian karhutla hingga ke tingkat tapak.
Di tingkat operasional lapangan juga semakin dikuatkan kerja sama antar anggota satgas yang melibatkan Manggala Agni, Pemerintah Daerah, Polri, TNI, BNPB, MPA, Swasta, dan kelompok masyarakat lainnya.
“Dalam pertemuan, kami juga membahas peningkatan partisipasi Masyarakat Peduli Api (MPA) melalui pendekatan masyarakat berkesadaran hukum (Paralegal). Ini merupakan tahapan penting dari jalan panjang memantapkan upaya pencegahan Karhutla secara permanen, sesuai arahan Bapak Presiden,” ungkap Siti Nurbaya.
Provinsi Riau disebut Siti Nurbaya, sudah memiliki sistem dashboard pemantau karhutla yang baik. Sehingga mampu berjalan bersama Manggala Agni, BPBD dan instansi terkait lainnya untuk melakukan sistem pengendalian karhutla dalam kerja Satgas Karhutla Riau.
Dari perjalanan panjang karhutla 10-13 tahun, kata Siti Nurbaya, Riau punya kekhususan. “Istilah saya ada fase kritis pertama sejak Maret- Mei. Maka fase kedua kita harus hati-hati mulai akhir Juni hingga akhir Oktober. Semua ini bisa dideteksi,” ungkap Menteri Siti.
Karena itu, katanya, pencegahan karhutla di Riau sudah dilakukan Kementerian LHK bersama Badan Pengkajian dan Penerapan Tekonologi (BPPT) dan para mitra sejak tanggal 13 sampai 30 Mei dengan teknik modifikasi cuaca, untuk rekayasa jumlah hari hujan guna membasahi gambut, mengisi embung dan kanal.
Selanjutnya dalam waktu dekat akan dilakukan Teknologi Modifikasi Cuara (TMC) oleh Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB) dan BPPT sebagai antisipasi fase kritis II karhutla yang diprediksi BMKG puncaknya terjadi pada bulan Agustus nanti.
Siti Nurbaya mengatakan, pengendalian karhutla juga tidak terlepas dari tata kelola gambut, dan pertanian dengan sistem kearifan lokal.
“Saya tadi juga minta pendalaman Kapolda, bagaimana kondisi Babinsa, Babinkamtibmas, bagaimana konflik yang terjadi di lapangan, seperti apa penyelesaian di tingkat lapangan, ini semua tadi kita bahas,” kata Siti.
Perhatian Khusus
Provinsi Riau, lanjut Siti Nurbaya,mendapat perhatian khusus dari Presiden Joko Widodo. Bahkan kunjungan kerja pertama dilakukan saat datang ke Meranti, pada 2014. Ketika terjadi karhutla di 2015, berbagai persoalan di Riau memberikan contoh pembelajaran yang sangat penting bagi penyelesaian masalah karhutla di Indonesia.
“Kita mendapatkan solusi dari perjalanan rumit karhutla di Riau. Kita banyak belajar di kejadian 2015, dan akan terus kita tingkatkan lebih baik lagi ke depan,” katanya.
Menjawab pertanyaan wartawan perihal penegakan hukum, ditegaskannya bahwa hal tersebut sudah dilakukan sejak tahun 2015 dengan terbentuknya Ditjen Penegakan Hukum. Sinergisitas dengan lembaga penegak hukum lainnya juga terus dilakukan.
“Memang tidak gampang, karena harus meningkatkan pengetahuan, dan menyediakan ahlinya. Termasuk yang sudah inkrah pun tidak mudah. Namun yang penting penegakan hukum diterapkan baik administratif, pidana ataupun perdata. Tujuannya memaksa perusahaan mengikuti standar yang diterapkan,” katanya.
Sejak adanya penguatan sanksi hukum, maka perusahaan wajib memiliki secara lengkap sarana dan prasarana, ahli lingkungan, bahkan tenaga teknis untuk karhutla. Artinya, perusahaan berinvestasi cukup besar. Karenanya tidak semua sanksi harus dalam bentuk pencabutan izin.
“Pemerintah itu posisi utamanya melakukan pembinaan masyarakat. Pemerintah tidak bisa main hajar, harus sesuai prosedur tentunya. Yang jelas perusahaan terlibat Karhutla, pasti diberikan sanksi, baik administratif, pidana ataupun perdata,” tegas Siti.***
Sumber: BeritaSatu.com
Editor: amran