SumatraTimes.co.id — Dewan Keamanan PBB mengutuk keras “pemberontakan” yang dilakukan junta militer di Mali pada Rabu (19/8).
Pemberontakan yang dilakukan sejumlah kolonel militer itu telah menyebabkan penahanan pejabat senior pemerintah dan keluarga mereka.
Anggota Dewan Keamanan (DK) PBB pun mendesak para pemberontak untuk membebaskan semua pejabat dengan segera dan aman.
Mereka juga meminta para pemangku kepentingan di Mali untuk menahan diri dan memprioritaskan dialog untuk mengakhiri krisis yang sedang berlangsung.
Pasca insiden tersebut, Uni Afrika menangguhkan keanggotaan Mali hingga pemulihan tatanan konstitusional di negara Afrika Barat itu.
“Kami menuntut pembebasan Presiden Boubacar Keita, Perdana Menteri Boubou Cisse, dan pejabat senior Mali lainnya,” kata Uni Afrika.
Presiden Mali mengumumkan pengunduran dirinya pada Selasa setelah ditahan oleh tentara. Keita, 75 tahun, berkuasa sejak 2013 tetapi kerap dikritik karena dianggap gagal melindungi Mali dari serangan teroris yang terjadi di wilayah utara dan tengah negara itu.
Setahun sebelumnya, ketegangan meletus di Mali setelah ada upaya kudeta dari separatis Tuareg, yang pada akhirnya memungkinkan kelompok militan yang terafiliasi dengan al-Qaeda mengambil kendali atas wilayah utara Mali.
Perjanjian perdamaian 2015 antara pemerintah dan Tuareg pun tidak pernah terealisasi.
Mali, salah satu negara termiskin di dunia, menderita serangan berbagai kelompok teror, meskipun pasukan penjaga perdamaian Prancis dan PBB yang melakukan operasi kontraterorisme hadir di negara itu.***
Sumber : republika.co.id
Editor: amran