SumatraTimes co.id – Import dan eksport barang kontainer dari Kawasan Industri Kota Batam, sampai saat ini masih melalui pelabuhan kontainer Singapura. Akibatnya biaya logistik ke negara tujuan lain menjadi lebih tinggi.
Pengusaha pun mengeluhkan tingginya biaya logistik salah satunya pengiriman melalui kontainer di Batam, Kepulauan Riau. Bahkan, biaya logistik di Batam terpaut 50 persen lebih tinggi dibandingkan dengan biaya logistik di Jakarta.
Tingginya biaya logistik dibenarkan Kepala Badan Pengusahaan (BP) Batam HM Rudi.
Wali Kota Batam ini mengakui biaya logistik di Batam cukup mahal dibandingkan dengan wilayah industri berikat sejenis di Indonesia.
Selain biaya logistik, kata Rudi, tantangan investasi di Batam juga datang dari sisi fasilitas pelabuhan eksport dan import. Sebagai mana diketahui pelabuhan dikelola Badan Pengelola Pelabuhan (BPP) Batam, Pelindo II, Persero Batam dan lainnya.
“Untuk fasilitas kami sudah melakukan MoU dengan Pelindo II tapi progres belum menunjukkan perkembangan yang signifikan,” ujar Rudi.
Direktur Utama PT Sat Nusapersada Tbk Abidin Hasibuan mengaku tingginya biaya logistik tersebut sangat membebani dunia usaha, khususnya yang memiliki orientasi ekspor. Sat Nusapersada sendiri bergerak di bidang industri perakitan elektronik.
“Kami simulasikan, sebagai perbandingan pengiriman Batam ke Hong Kong via Singapura, kontainer (ukuran) 20 feet itu sebesar US$800 dengan perjalanan 3 hari. Kalau kami bandingkan Jakarta-Hong Kong 6-7 hari perjalan hanya US$450 artinya itu lebih murah Jakarta-Hong Kong 50 persen,” ujarnya dalam sebuah diskusi virtual, Kamis (27/8/2020) seperti dilansir CNN Indonesia.
Ia telah menyampaikan keluhan tersebut secara langsung kepada Jusuf Kalla, yang saat itu menjabat sebagai Wakil Presiden ketika mengunjungi pabriknya didampingi oleh Airlangga Hartarto yang masih menjabat Menteri Perindustrian.
Kala itu, kata dia, Jusuf Kalla menyambut positif keluhannya serta menjanjikan perubahan dalam kurun waktu satu hingga dua bulan. Namun, hingga saat ini belum terjadi perbaikan pada tarif logistik di Batam.
“Sampai sekarang hampir 2 tahun ganti pemerintah, memang ada follow up, Pelindo II sudah masuk tapi responsnya belum ada. Mungkin Pak Rudi (Kepala BP Batam Muhammad Rudi) sudah bosan saya komplain terus, janji beliau September ini, mudah-mudahan bulan depan ada realisasinya,” imbuhnya.
Menurutnya, tingginya biaya logistik ini menjadi sentimen negatif bagi investor yang hendak masuk ke Indonesia. Ia mengungkapkan terdapat investor yang mulanya berniat menanamkan modal hingga US$1 miliar. Namun, niatnya urung lantaran pertimbangan biaya logistik yang mahal.
“Mereka akhirnya larinya ke Vietnam, sebagian ke India. Di Batam ada (investasi) tapi tidak besar,” paparnya.
Sekretaris Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian Susiwijono juga mengakui jika biaya logistik merupakan permasalahan klasik yang belum diuraikan. Ia pun berjanji untuk segera menyelesaikan hambatan tersebut guna mendorong investasi di Batam.
“Ini kami betul-betul diingatkan lagi masalah mendasar yang akan jadi pertimbangan investor ketika akan mulai melakukan investasi,” ujarnya.***
Sumber: batamnews.co.id
Editor: amran