SumatraTumes.co.id — Salah satu sudut di dekat pintu Kota Madinah menjadi tempat seorang pengemis buta.
Dia memiliki kepercayaan (agama) Yahudi. Setiap kali ada orang yang mendekatinya, dia selalu berpesan: “Jangan pernah engkau dekati Muhammad. Dia itu orang gila, pembohong, dan tukang sihir.”
Seandainya dia tidak buta, tentunya cepat berubah sikap dan perangai. Sebab, adalah Rasulullah Muhammad SAW yang gemar mendatanginya.
Bukan untuk menghardiknya atau sekadar meminta klarifikasi atas hasutannya itu. Nabi SAW justru rajin datang kepadanya dengan menenteng makanan.
Tanpa bicara sepatah kata pun, beliau lantas duduk di sebelah pengemis Yahudi buta itu. Setelah meminta izin, Rasulullah SAW pun menyuapi orang tadi dengan penuh kasih sayang. Hal itu dilakukannya rutin, bahkan kemudian menjadi kebiasaan setiap pagi.
Seiring waktu, Allah SWT memanggil beliau. Rasulullah SAW wafat, menyisakan duka yang teramat dalam di tengah para keluarga, sahabat, dan kaum Muslimin pada umumnya.
Sementara itu, kepemimpinan umat sudah berada di tangan Abu Bakar ash-Shiddiq. Sang khalifah ini memang sudah bertekad untuk mengikuti tradisi dan kebijakan-kebijakan peninggalan Rasulullah SAW. Bahkan termasuk rutinitasnya sehari-hari.
Suatu hari, Abu Bakar berkunjung ke rumah putrinya, Aisyah. Abu Bakar bertanya kepada anaknya yang juga istri Nabi SAW itu.
“Wahai putriku, adakah satu sunnah kekasihku (Rasulullah SAW) yang belum aku tunaikan?” tanya Abu Bakar.
Aisyah pun menjawab, “Wahai ayahku, engkau adalah seorang ahli sunnah, dan hampir tidak ada satu sunnah pun yang belum engkau lakukan kecuali satu saja”.
“Apakah itu?”
“Setiap pagi Rasulullah SAW selalu pergi ke ujung pasar dengan membawakan makanan untuk seorang pengemis Yahudi buta yang sering duduk di sana,” ungkap Aisyah.
Maka keesokan harinya, Abu Bakar pergi ke pasar dengan membawa makanan. Dia pun bergegas menuju titik lokasi yang dimaksud, supaya berjumpa dengan si pengemis.
Betapa gembira Abu Bakar mendapati adanya seorang pengemis buta yang duduk di dekat sana. Setelah mengucapkan salam, Abu Bakar lalu duduk dan meminta izin kepadanya untuk menyuapinya.
Namun, di luar dugaan pengemis tadi malah murka dan membentak-bentak, “Siapakah kamu!?”
Abu Bakar menjawab, “Aku ini orang yang biasa menyuapimu.”
“Bukan! engkau bukan orang yang biasa mendatangiku,” teriak si pengemis lagi, “Jikalau benar kamu adalah dia, maka tidak susah aku mengunyah makanan di mulutku. Orang yang biasa mendatangiku itu selalu menghaluskan makanan terlebih dahulu dengan mulutnya sendiri. Barulah kemudian dia menyuapiku dengan itu,” terang si pengemis sambil tetap meraut wajah kesal.
Abu Bakar tidak kuasa menahan deraian air matanya, “Aku memang bukan orang yang biasa datang kepadamu. Aku adalah salah seorang dari sahabatnya, Abu Bakar. Orang mulia itu telah tiada. Dia adalah Rasulullah Muhammad SAW.”
Mendengar penjelasan Abu Bakar, pengemis tadi seketika terkejut. Dia lalu menangis keras. Setelah tenang, dia bertanya memastikan
“Benarkah demikian? Selama ini aku selalu menghina, memfitnah, dan menjelek-jelekan Muhammad. Padahal, belum pernah aku mendengar dia memarahiku sedikit pun. Dia yang selalu datang kepadaku setiap pagi dengan membawakan makanan. Dia begitu mulia.”
Maka di hadapan Abu Bakar ash-Shiddiq, pengemis Yahudi buta itu mengucapkan dua kalimah syahadat. Demikianlah, dia masuk Islam karena menyadari betapa mulianya akhlak Rasulullah SAW.***
Sumber: republika.co.id
Editor: amran