Jakarta – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif.
Demikian penyampaian Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., dalam siaran pers menyampaikan ke awak media, Senin 14 November 2022,
Ekspose dilakukan secara virtual yang dihadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi, dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka M. GILANG DWI RAMADHAN bin EKO PRAMONO dari Kejaksaan Negeri Lampung Timur yang disangka melanggar Pasal 480 ke-1 KUHP tentang Penadahan .
Tersangka CHATRA NUGRAHA bin AHMAD MUTOHAR dari Kejaksaan Negeri Metro yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MUHAMMAD AKBAR, S.KOM dari Kejaksaan Negeri Konawe yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka RINA NEPIDA SILITONGA dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka HO SIU KHIM dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka MUHAMMAD SYAIFUL ANWAR bin SUPARDI HARTONO dari Kejaksaan Negeri Yogyakarta yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan adalah:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (KasiPenkum Kejati Riau/Hen)