Bagansiapiapi- Mengapa Ketua HNSI Rohil Jaswadi capek- capek merespons atau mengklarifikasi pemberitaan Ketua HNSI Kubu Ripi Candra yang meminta Perikanan Rokan Hilir Menghentikan Subsidi untuk usaha Bubu Tiang?
Apa hubungan dan kepentingan Ketua HNSI Jaswadi, sehingga dalam klarifikasinya pada sebuah media dengan berani diduga pasang badan membela Pengusaha Bubu Tiang yang telah beroperasi kapal tersebut menggunakan minyak Solar bersubsidi.
Dalam wawancara ekslusif melalui via telepon sekira pukul 15.15 Wib pada hari Senin (15/12/2025). Ketua HNSI Jaswadi kepada wartawan menyampaikan bahwa pihaknya tidak terlalu setuju terkait pernyataan ketua HNSI Ripi Candra di media sebelumnya.
Jaswadi dengan yakin memaparkan bahwa Nelayan kecil (Pengusaha Bubu Tiang diduga tidak miliki izin) di Pulang Halang dengan muatan berkisar 15 hingga 17 Ton sedangkan di Sungai Bakau sekitar 7 Ton sesuai aturan berhak mendapatkan minyak solar bersubsidi.
Ketua HNSI Jaswadi juga meyakini bahwa prosedur dalam pengambilan minyak bersubsidi melalui rekomendasi Dinas Perikanan Rokan Hilir juga tidak ada masalah.
Kurasa tidak masalahnya itu bang, Nelayan di bawah 20 Ton itu berhak mendapatkan minyak Bersubsidi, tegasnya.
Dalam percakapan memakan waktu sekitar 00.40.40, pada intinya diduga Ketua HNSI Jaswadi berpihak dan memiliki Kepentingan pada Pengusaha Bubu Tiang dan rekomendasi minyak subsidi.
Jadi gini ajalah bang, nanti kedepannya bagusnya kita dudukan bersama pihak Pengusaha tiang bubu, pihak SPBU, Pihak Perikanan bila perlu kita dudukan dengan dinas Perikanan Provinsi Riau untuk mencari solusinya. Pintanya.
Ketua Jaswadi juga mereview kembali pernyataannya bahwa dirinya tidak membela dan memiliki Kepentingan terkait keberadaan Bubu tiang dan Minyak Solar Subsidi yang beritanya telah viral di beranda Google.
Ketua Jaswadi dengan pengetahuannya yang luas juga memberitahu kepada wartawan bahwa usaha bubu tiang inilah Nama Bagansiapiapi menjadi Terkenal sebagai kota Penghasil Ikan nomor dua didunia setelah Norwegia.
Saya mengacu pada aturan, aturan minyak subsidi itukan bahwa penggunaan Kapalnya kan 30 Ton Kebawah sedangan di Sungai Bakau itu kan paling sekitar 5 Ton kan Masih Wajin, sementara di Pulau Halangkan 15-17 Ton berarti kan masih wajib juga, katanya seraya nanti kedepannya mengajak duduk bersama semua elemen menyelesaikan permasalahan yang ada.
Dikutip dari Dola, Pengaturan tentang minyak subsidi bagi nelayan diatur oleh dua peraturan utama, yaitu:
– Peraturan Presiden Nomor 191 Tahun 2014 tentang Penyediaan, Pendistribusian, dan Harga Jual Eceran Bahan Bakar Minyak. Peraturan ini menetapkan bahwa nelayan dengan kapal berukuran ≤ 30 GT yang terdaftar di Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP) berhak mendapatkan BBM subsidi (seperti biosolar dan pertalite) dengan syarat memiliki verifikasi dan rekomendasi dari SKPD terkait.
– Peraturan Kepala BPH Migas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Penerbitan Surat Rekomendasi untuk Pembelian Jenis Bahan Bakar Minyak Tertentu (JBT) dan Jenis Bahan Bakar Minyak Khusus Penugasan (JBKP). Peraturan ini memberikan petunjuk teknis yang detail tentang proses penerbitan surat rekomendasi untuk pembelian BBM subsidi, termasuk penentuan otoritas penerbit berdasarkan ukuran kapal (0-5 GT oleh dinas perikanan kota, 5-30 GT oleh dinas perikanan provinsi, dan di atas 30 GT oleh KKP) serta penggunaan teknologi informasi (aplikasi X-STAR) untuk mempermudah pengurusan.
Selain itu, KKP juga berperan dalam koordinasi dengan Pertamina dan BPH Migas untuk memastikan kuota dan akses BBM subsidi bagi nelayan kecil terpenuhi.
Aturan lain terkait solar subsidi untuk nelayan mewajibkan mereka memiliki dokumen kapal (seperti Surat Ukur Kapal, SIUP, SIPI) dan terdaftar di Dinas Perikanan/Pelabuhan, serta mendapatkan surat rekomendasi dari instansi terkait untuk pembelian di SPBU/SPBN menggunakan QR Code MyPertamina agar tepat sasaran, dengan kuota terbatas (misal 25 KL/bulan), dan sanksi tegas bagi penyalahgunaan, seperti pencabutan izin dan pidana, untuk mencegah penyelewengan ke industri non-nelayan.
Syarat Utama
Dokumen Kapal: Punya Surat Ukur Kapal (dari Kemenhub), Surat Izin Usaha Perikanan (SIUP), dan Surat Izin Penangkapan Ikan (SIPI).
Terdaftar: Terdaftar di Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) atau Pelabuhan Perikanan setempat, memiliki KTP, dan Kartu Pelaku Usaha Kelautan dan Perikanan (KUSUKA).
Mekanisme Pembelian
Ajukan Rekomendasi: Ajukan surat rekomendasi ke DKP/Pelabuhan Perikanan setempat, biasanya tanpa biaya, dengan kuota bulanan (misal 25 KL/bulan).
Dapatkan QR Code: Surat rekomendasi ini akan diverifikasi dan diberikan dalam bentuk QR Code MyPertamina.
Beli di SPBU/SPBN: Tunjukkan QR Code saat pembelian di SPBU atau Stasiun Pengisian Bahan Bakar Nelayan (SPBN).
Pembayaran: Pembelian dilakukan secara tunai atau sesuai mekanisme yang berlaku di SPBN.
Aturan Penting Lainnya
Batasan Kuota: Ada batasan volume per bulan, misalnya 25 kilo liter (KL) per bulan.
Larangan: Dilarang keras menjual solar subsidi ke industri atau pihak yang tidak berhak, dengan ancaman pencabutan rekomendasi dan sanksi pidana.
Pengawasan: Masyarakat dan petugas mengawasi penyaluran agar tepat sasaran.
Mengapa Aturan Ini Penting?
Untuk memastikan BBM subsidi benar-benar sampai ke nelayan kecil dan tradisional yang membutuhkan, mencegah penyelewengan (penjualan ke industri/pengecer tidak resmi) yang merugikan nelayan dan negara. (redaksi)









