Oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Sesungguhnya Allah telah berfirman: “Mereka itu adalah orang-orang yang telah diberi nikmat oleh Allah, yaitu para nabi dari keturunan Adam, dan dari orang-orang yang Kami angkat bersama Nuh, dan dari keturunan Ibrahim dan Israil, dan dari orang-orang yang telah Kami beri petunjuk dan telah Kami pilih. Apabila dibacakan ayat-ayat Allah yang Maha Pemurah kepada mereka, maka mereka menyungkur dengan bersujud dan menangis.// Maka datanglah sesudah mereka, pengganti (yang jelek) yang menyia-nyiakan sholat dan memperturutkan hawa nafsunya, maka mereka kelak akan menemui kesesatan.” (Q.S. Maryam: 58-59)
Tentang Firman Allah dalam Surah Maryam ayat 58-59 di atas Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan; Bahwa setelah berlalunya masa-masa kenabian dan seiring dengan berputarnya roda waktu, maka lahirlah generasi umat manusia yang lebih mengutamakan dan menta’ati hawa nafsu mereka daripada menuruti dan melaksanakan perintah Allah, yang dalam hal ini di-istilahkan oleh Al-Ghazali sebagai “Generasi Syahwat”. Atau di dalam tafsirnya Ibnu Katsir menyebutnya sebagai generasi “adhoo’ush sholaat” atau generasi yang menyia-nyiakan sholatnya.
Dalam hal ini Ibnu Jarir sepakat dengan pendapat Muhammad bin Ka’ab Al-Quradhi; Ibnu Zaid bin Aslam dan As-Suddi yang menyatakan, bahwa generasi “adhoo’ush-sholaat” tersebut adalah orang=orang yang meninggalkan dan mengabaikan sholatnya secara keseluruhan. Akan tetapi Syaikh Abdullah Al-Ghazali menyebutkan, bahwa generasi syahwat atau adhoo’ush-sholat adalah mereka-mereka yang mengerjakan sholat akan tetapi di sisi lain tetap melanggar larangan Allah dan memperturutkan hawa nafsunya. Atau dengan kata lain tetap melakukan perbuatan keji dan mungkar, yang dalam hal ini tidak pandang apakah perbuatan keji dan mungkarnya itu sedikit ataupun banyak. Sebab pada hakikatnya seharusnya sholat yang didirikan oleh seseorang itu mampu mencegah dirinya dari perbuatan keji dan mungkar sebagaimana yang ditegaskan Allah dalam Firman-Nya:
“Dan dirikanlah shalat. Sesungguhnya shalat itu mencegah dari (perbuatan- perbuatan) keji dan mungkar.” (Q.S. Al-Ankabuut: 45)
Dan menurut Syaikh Abdullah Al-Ghazali, termasuk pula dalam kategori generasi syahwat yang menyia-nyiakan sholatnya adalah; orang-orang yang sholat tidak tepat waktu tanpa adanya uzur syar’i; yang tidak “thuma’ninah” atau tergesa-gesa ketika mendirikan sholat; orang disebutkan Allah sebagai “orang yang celaka” di dalam surah Al-Ma’un, yakni yang memiliki sifat riya’, yang berbuat baik dengan tujuan agar dipuji orang; orang yang tidak memiliki kepedulian sosial; yang tidak peduli dengan anak yatim dan fakir miskin sementara mereka seharusnya mereka mampu untuk melakukannya karena mereka banyak memiliki harta benda yang Allah anugerahkan kepada mereka. Dan orang-orang yang lebih mengutamakan dan mendahulukan urusan duniawi mereka daripada sholat yang wajib mereka laksanakan. Sementara orang-orang yang sama sekali enggan atau tidak mau mengerjakan sholat, Al-Ghazali menyebutkan bahwa mereka tidaklah termasuk dalam golongan ini. Sebab boleh jadi mereka sudah masuk dalam kategori “orang kafir” atau “musyrik” sebagaimana yang tersirat dalam hadis Rasulullah SAW: “Perbedaan antara hamba dan kemusyrikan itu adalah meninggalkan sholat.” (HR Muslim dari Jabir r.a)
Atau dalam hadits lain Rasulullah SAW bersabda: “Batas yang ada di antara kami dan mereka (orang-orang kafir) adalah sholat, maka barangsiapa meninggalkannya, sungguh-sungguh ia telah kafir.” (HR. At-Tirmidzi dan An-Nasa’i dari Abu Hurairah r.a)
Menyimak Firman Allah dalam surah Maryam ayat 58-59 diatas, maka setuju atau tidak kita harus akui bahwa sa’at sekarang ini kita sudah berada pada era atau zaman “generasi syahwat” tersebut. Sebab secara kasat mata kita bisa melihat atau menyaksikan sendiri banyak orang-orang yang mengaku beriman (boleh jadi salah satu di antaranya adalah kita) yang selalu mengabaikan dan menyia-nyiakan sholatnya, yang lebih cenderung memperturutkan hawa nafsu atau syahwatnya saja, yang mengantarkannya kepada kesesatan sebagaimana yang ditegaskan Allah di dalam ayat lainnya:
“Ketahuilah bahwa sesungguhnya mereka hanyalah mengikuti hawa nafsu mereka (belaka). dan siapakah yang lebih sesat daripada orang yang mengikuti hawa nafsunya dengan tidak mendapat petunjuk dari Allah sedikitpun. Sesung- guhnya Allah tidak memberi petunjuk kepada orang-orang yang zalim.” (Q.S. Al-Qashash: 50)
Sementara di ayat yang lain Allah berfirman: “Janganlah kamu mengikuti hawa nafsu, karena ia akan menyesatkan kamu dari jalan Allah. Sesungguhnya orang-orang yang sesat dari jalan Allah akan mendapat azab yang berat, karena mereka melupakan hari perhitungan.” (Q.S. Shad: 26)
Dalam ayat 58-59 surah Maryam di atas Allah memberikan gambaran dan perbandingan situasi dan kondisi dari 2(dua) zaman yang berbeda. Akan tetapi barangkali kita mungkin tidak adil kalau membandingkan zaman sekarang ini dengan zaman dimana Rasulullah SAW masih hidup; kemudian di-ikuti oleh zaman para sahabat dan beberapa periode setelah itu; dimana orang-orang di zaman itu memang tak tertandingi keta’atan dan ketakwaannya. Dalam hal ini barangkali cukuplah kita lihat ke belakang; pada era 1 atau 2 generasi sebelum generasi kita saat ini; generasi buyut; kakek atau mungkin generasi ayah dan ibunda kita; dimana keta’atan dan kepatuhan mereka dalam melaksanakan perintah Allah SWT; khususnya untuk urusan sholat yang diwajibkan; jauh lebih baik dari apa yang kita jalankan sa’at ini. Artinya adalah, bahwa mereka benar-benar termasuk ke dalam orang yang senantiasa memelihara dan menjaga sholat sebagaimana yang diperintahkan Allah dan Rasulnya. Lalu mengapa kita tidak bias berbuat seperti itu.
Mungkin aka nada yang menjawab dengan “helah” atau ber-argumentasi; bahwa zaman yang kita nikmati saat ini berbeda dengan zaman mereka lantaran kemajuan teknologi yang telah dicapai; yang salah satu dampaknya adalah makin bertambahnya tuntutan kebutuhan dan hajat hidup yang kita perlukan. Sehingga pada akhirnya lantaran banyaknya persaingan yang harus kita hadapi di semua lini kehidupan, maka pemanfaatan waktu untuk memperoleh kebutuhan hidup menjadi makin optimal; yang pada akhirnya “waktu untuk sholat”; baik sengaja atau tidak disengaja menjadi terabaikan. Padahal ketentuan sholat yang diwajibkan tidak pernah berubah dari zaman ke zaman sejak “sholat” mula pertama diwajibkan kepada Muhammad SAW dan umat yang mengikuti beliau. Di masa kita sekarang ini, banyak orang memandang dan sekaligus mengerjakan sholat bukan lagi menjadi kewajiban dan kebutuhan primer untuk kehidupannya di masa yang akan datang, yakni kehidupan akhirat yang kekal. Padahal Allah secara tegas dan jelas sudah mengingatkan, bahwa kehidupan dunia ini hanyalah bersifat sementara atau hanya sekadar permainan dan senda gurau belaka yang dalam hal ini Allah berfirman:
“Hai kaumku, sesungguhnya kehidupan dunia ini hanyalah kesenangan (sementara) dan sesungguhnya akhirat itulah negeri yang kekal. Mu’min.” (Q.S. Al-Mu’min: 39)
Oleh sebab itu, dengan memperhatikan keadaan yang ada; sudah saatnyalah kita segera instropeksi atau mengoreksi diri; dan berupaya semaksimal mungkin untuk tidak termasuk ke dalam generasi syahwat yang disebut Allah dalam firman-Nya sebagai “pengganti yang jelek” tersebut. Dan kita juga wajib berupaya semaksimal mungkin, agar generasi syahwat tersebut tidak semakin tumbuh dan berkembang; terutama anak dan cucu kita yang akan datang kemudian dengan sedaya upaya menuntun ahli keluarga kita ke jalan yang diridhai Allah sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah:
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu; penjaganya malaikat-malaikat yang kasar, yang keras, yang tidak mendurhakai Allah terhadap apa yang diperintahkan-Nya kepada mereka dan selalu mengerjakan apa yang diperintahkan.” (Q.S. At-Tahrim: 6)
Kita wajib waspada setiap sa’at, sebab bagaimanapun juga orang-orang kafir ataupun “hisbusy-syaiton” atau pasukan-pasukan setan yang ada di sekitar kita akan senantiasa berusaha menyesatkan orang-orang beriman dari jalan yang diridhai Allah. Bahkan tidak lagi dengan cara sembunyi-sembunyi, melainkan juga dengan cara-cara yang terang benderang sebagaimana yang terlihat sa’at ini. Dan inilah yang telah diperingatkan Allah dengan Firman-Nya:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang kepada kamu hingga kamu mengikuti agama mereka. Katakanlah: “Sesungguhnya petunjuk Allah itulah petunjuk (yang benar)”. Dan sesungguhnya jika kamu mengikuti kemauan mereka setelah pengetahuan datang kepadamu, maka Allah tidak lagi menjadi pelindung dan penolong bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 120)
Semoga kita dan keluarga senantiasa berada dalam hidayah dan inayah Allah dan tidak termasuk ke dalam golongan orang-orang yang sesat. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 10 Jumadil Akhir 1439 H / 26 Pebruari 2018