HONGKONG – Massa dilaporkan masih menguasai jalan-jalan protokol di Hong Kong pada Senin (17/6), sehari setelah demonstrasi besar-besaran untuk menolak rancangan undang-undang ekstradisi.
Sebagai mana dikutip CNN Indonesia dari AFP, melaporkan bahwa jumlah demonstran memang sudah berkurang jauh dari unjuk rasa sebelumnya. Namun, ratusan orang itu menduduki jalan penting menuju parlemen.
Sejumlah polisi meminta para pengunjuk rasa untuk pulang. Meski demikian, tak ada nada paksaan dari kepolisian.
Pemandangan ini jauh berbeda dari Minggu, saat para demonstran yang kebanyakan berpakaian hitam mengular, memenuhi jalan-jalan menuju gedung parlemen Hong Kong.
Para penggerak massa memperkirakan jumlah demonstran dua kali lipat ketimbang aksi-aksi sebelumnya, bahkan diperkirakan memecahkan rekor hingga 7,3 juta jiwa.
Perkiraan ini belum terkonfirmasi. Namun, jika benar, aksi ini akan menjadi demonstrasi terbesar dalam sejarah Hong Kong.
Ini merupakan aksi ketiga dari dua unjuk rasa sebelumnya yang berujung ricuh. Melihat amarah warga ini, pemimpin Hong Kong, Carrie Lam, pun meminta maaf dan menangguhkan pembahasan RUU ekstradisi.
Hong Kong memang sedang menggodok RUU ekstradisi yang memungkinkan tersangka satu kasus diadili di luar negeri, termasuk China.
Proposal aturan ini menyulut amarah warga setempat karena khawatir akan sistem pengadilan China yang kerap bias dan dipolitisasi.
Di tengah kisruh ini, sejumlah sekutu politik Lam, bahkan China, dianggap berupaya menjauh dari konflik.
“Saya rasa dia kehilangan kredibilitas atau legitimasi kekuasaan di Hong Kong karena kesalahannya sendiri dalam semua urusan ini,” kata seorang anggota parlemen Hong Kong, Charles Mok.
Editor : ST2