DENPASAR – Tekad pemerintah memboyong rektor-rektor dari luar negeri ke Tanah Air segera dibuktikan. Rektor pertama yang dipercaya membantu membenahi pendidikan di Indonesia adalah Prof Jang Youn-cho dari Korea Selatan (Korsel).
Prof Cho nantinya akan dipercaya memimpin Universitas Siber Asia. Kampus ini merupakan perguruan tinggi berbasis daring yang diselenggarakan atas kerja sama Universitas Nasional (Unas) dengan Hankuk University of Foreign Studies Korea.
Prof Cho telah tiba di Indonesia dan kemarin diperkenalkan langsung oleh Menteri Riset Teknologi dan Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti) H Mohamad Nasir, di sela ajang Hari Kebangkitan Teknologi Nasional (Hakteknas) 2019 di Bali.
“Jadi, ini launching pertama kali rektor dari asing yaitu Mr Cho, sekarang dia menjadi rektor di Universitas Siber Asia,” ujarnya, sebagai mana dikutip dari sindonews.com.
Dia mengklaim Unas adalah kampus pertama di Indonesia yang model perkuliahan berbasis daring. Pihaknya mengharapkan kehadiran rektor asing tersebut dapat meningkatkan angka partisipasi kasar, mutu pendidikan menjadi baik, dan meningkatkan daya saing di tingkat internasional.
“Harapan saya karena ini Asia, mahasiswanya tidak saja dari Indonesia, dan ini ada permintaan mahasiswa bisa dari Asia Tenggara, Asia Barat, maupun Afrika. Mudah-mudahan bisa jalan,” ucapnya.
Soal Prof Cho, Nasir berdalih sudah memiliki pengalaman memimpin perguruan tinggi. Selain pengalaman memimpin Hankuk University, Korea Selatan, Cho juga pernah menjadi dosen di Amerika Serikat cukup lama.
Dilihat dari rekam akademisnya, selain menempuh pendidikan di Hankuk University of Foreign Studies, Prof Cho pernah kuliah di University of Texas at Arlington, serta University of Florida, Fisher School of Accounting.
Dia sempat tinggal di Amerika Serikat selama 17 tahun, sebelum akhirnya kembali ke Korea Selatan pada 1997. Tepat setelah krisis keuangan Asia pada 1997–1998, Mr Cho menjabat sebagai vice chairman of the Korean Accounting Standards Board, sebuah badan pengaturan standar akuntansi di Korea Selatan.
Dia juga pernah dinominasikan sebagai 10 besar profesor terbaik di Universitas Nebraska-Lincoln. Cho merupakan profesor pendidik daring di Korea Selatan dan membuka program MBA siber saat menjabat sebagai dekan pascasarjana bisnis. Terakhir, Prof Cho, menjabat sebagai vice president Hankuk University of Foreign Studies.
Terkait dengan penempatan rektor asing di perguruan tinggi negeri, Nasir mengatakan saat ini masih sedang memperbaiki peraturan pemerintahnya, dan peraturan terkait lainnya. Dengan kondisi itu, penempatan rektor asing di kampus negeri, baru bisa berjalan pada 2020.
Pihaknya berharap dengan kehadiran rektor asing nantinya bisa berkolaborasi dengan perguruan tinggi di Tanah Air untuk meningkatkan kualitas.
“Jadi bukan lagi berpikir masalah penjajahan. Tidak ada di dunia pendidikan tinggi, di dunia mana pun, semua perguruan tinggi di dunia selalu berkolaborasi,” ujar Nasir.
Pengamat pendidikan dari Universitas Paramadina Totok Amin Soefijanto, menilai penempatan rektor asing di kampus swasta memang lebih fleksibel sebab kekuasaan tertinggi pengelolaan kampus berada di bawah yayasan.
Hal ini berbeda di kampus negeri yang tata kelolanya sangat jauh berbeda dengan di perguruan tinggi swasta, sehingga penerapan rektor asing di PTN pun butuh waktu. “Harus ada dialog, dan sosialisasi yang intens, juga lobi yang baik,” ujarnya.
Menurut Totok, Universitas Siber Asia yang akan dipimpin oleh rektor asing ini adalah kampus baru. Apalagi jika benar kuliahnya menggunakan sistem daring maka ini sama saja dengan universitas terbuka yang sudah sekian lama membuka pendidikan jarak jauh.
Oleh karena itu, perlu dipelajari lagi bagaimana tentang izin operasi dan juga akreditasinya sehingga kampus yang digawangi rektor dari Korea ini bisa diminati sebagai tujuan kuliah.
Wakil Ketua Komisi X DPR Hetifah Sjaifudian, mengatakan jika memang sudah ada perguruan tinggi swasta yang merekrut rektor asing, langkah kampus tersebut masih bisa diterima olehnya, sebab sebetulnya pihaknya berharap Menristek Dikti mengevaluasi dulu rencana menggunakan rektor asing di perguruan tinggi di Indonesia.
“Tapi jika beliau bersikeras, saya usulkan agar diterapkan dulu di PTS atau PTN non rangking,” katanya.
Pengamat pendidikan tinggi Edy Suandi Hamid berpendapat, jika memang wacana perekrutan rektor asing sudah diimplementasikan di PTS maka program ini harus dikawal supaya hasilnya bisa baik untuk dunia pendidikan tinggi.
Dia mengatakan, berikanlah kesempatan kepada kampus tersebut untuk mengembangkan semua potensi yang ada agar target perguruan tinggi kelas dunia bisa terwujud.
Rektor Universitas Widya Mataram ini berharap ada target-target kinerja yang diharapkan dari rektor asing ini. Baik itu target jangka pendek, jangka menengah, maupun jangka panjang dalam satu periode kerektoran.
“Target kinerja ini perlu dipublikasikan sehinggga publik juga bisa mengontrol capaian kinerjanya tersebut,” ujarnya.
Kepala Staf Presiden Moeldoko, sebelumnya menyatakan, pemerintah bakal mendatangkan rektor asing pertama untuk perguruan tinggi swasta. Hal itu berdasarkan keputusan dari Kemenristek Dikti. Kendati demikian, dia enggan menyebut dari negara mana rektor asing itu berasal; hanya dipastikan dari Benua Asia.
“Akan diawali salah satu perguruan tinggi swasta. Kami akan hadirkan dari kawasan Asia rektor itu, nanti negaranya akan disampaikan,” ujar Moeldoko, pekan kemarin.
Moeldoko menjelaskan rencana mendatangkan rektor asing bukan berarti membuktikan kualitas rektor dalam negeri yang kurang baik. “Justru itu dilakukan untuk meningkatkan kualitas rektor dalam negeri dengan cara memperketat kompetisi,” kata Moeldoko.
Editor : Amran