oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Sumatratimes.com.Rokanhilir – Kata“berkah” yang berasal dari bahasa Arab “Al-Barokah” atau “Barokatun” menurut Imam An-Nawawi maknanya adalah “kebaikan yang banyak”. Sementara Imam Al-Ghazali menyebutnya “ziyadatul khair” yang artinya adalah “kebaikan yang terus menerus bertambah”. Dan oleh yang demikian inilah dalam hal rezeki ini ada orang yang bilang “biar sedikit asal berkah daripada banyak jadi musibah”.
Artinya adalah, walau sedikit tapi memberikan rasa bahagia dan ketentraman dalam hidup daripada banyak tapi seringkali dapat musibah seperti sakit; kehilangan; ketakutan akan sesuatu dan ragam musibah lainnya yang sewaktu-waktu dapat menimpa kehidupan yang dijalani.
Bila keadaannya demikian, maka tentulah kita selalu berharap rezeki yang kita peroleh menjadi sesuatu yang diberkahi Allah. Lalu bagaimana caranya ? Dalam hal ini menurut Syaikh Abdullah Al-Ghazali ada beberapa syarat yang wajib dipenuhi agar rezeki menjadi berkah: Pertama: Beriman dan bertakwa dengan sesungguh hati kepada Allah sebagaimana yang Allah tegaskan dengan Firman-Nya: “Jika sekiranya penduduk negeri-negeri beriman dan bertakwa, pastilah Kami akan melimpahkan kepada mereka berkah dari langit dan bumi, tetapi mereka mendustakan (ayat-ayat Kami) itu, maka Kami siksa mereka disebabkan perbuatannya”. (Q.S. Al-A’raf: 96)
Kedua: Berkaitan dengan keimanan kepada Allah, maka hendaklah “haqqul yakin”, bahwa rezeki yang kita terima adalah semata-mata karunia Allah yang berhak melapangkan dan mnyempitkan rezeki tersebut kepada siapa saja yang dikehendaki-Nya sebagaimana Firman Allah: “Sesungguhnya Tuhanmu melapangkan rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki dan menyempitkannya; sesungguhnya Dia Maha Mengetahui lagi Maha Melihat akan hamba-hamba-Nya.” (Q.S. Al-Isra’: 30)
Jadi rezeki yang kita peroleh tersebut bukan lantaran “ilmu” atau kepintaran kita berusaha. Sebab segala macam ikhtiar atau usaha yang kita lakukan hanyalah merupakan salah satu bentuk keta’atan kita melaksanakan perintah Allah sebagaimana yang Allah tegaskan dengan Firman-Nya: “Apabila telah ditunaikan sembahyang, maka bertebaranlah kamu di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah banyak-banyak supaya kamu beruntung.” (Q.S. Al-Jumu’ah: 10)
Tentang hal ini patutlah riwayat Qarun yang Allah sematkan di dalam Al-Quran menjadi pelajaran buat kita ketika dengan pongahnya dia berkata: “Karun berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada padaku”. Dan apakah ia tidak mengetahui, bahwasanya Allah sungguh telah membinasakan umat-umat sebelumnya yang lebih kuat daripadanya, dan lebih banyak mengumpulkan harta? Dan tidaklah perlu ditanya kepada orang-orang yang berdosa itu, tentang dosa-dosa mereka.” (Q.S. Al-Qashash: 78)
Ketiga: Mengusahakan atau berusaha dengan cara yang halal sebagaimana yang tersirat dalam perintah Allah: “Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu mengikuti langkah-langkah setan; karena sesungguhnya setan itu adalah musuh yang nyata bagimu.” (Q.S. Al-Baqarah: 168)
Ke-empat: Tidak lalai dari mengingat Allah lantaran rezeki yang Allah berikan hanyalah merupakan ujian keimanan sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam Firman Allah: “Hai orang-orang yang beriman, janganlah harta-hartamu dan anak-anakmu melalaikan kamu dari mengingat Allah. Barang siapa yang membuat demikian maka mereka itulah orang-orang yang rugi.” (Q.S. Al-Munafiqun: 9)
Atau dalam ayat yang lain secara umum Allah menegaskan: “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Kami akan menguji kamu dengan keburukan dan kebaikan sebagai cobaan (yang sebenar-benarnya). Dan hanya kepada Kami lah kamu dikembalikan.” (Q.S. Al-Anbiyaa’: 35)
Kelima: Menyadari sepenuhnya, bahwa di dalam rezeki yang Allah berikan itu ada hak atau bagian orang lain. Sehingga selain menunaikan zakat yang diwajibkan Allah, juga mau berinfaq dan bersedekah. Hal ini disebutkan Allah dalam Firman-Nya: “Dan pada harta-harta mereka ada hak untuk orang miskin yang meminta dan orang miskin yang tidak mendapat bahagian.” (Q.S. Adz-Dzariyaat: 19)
Ke-enam: Wajib bersyukur, baik dengan rezeki yang banyak maupun sedikit sebagaimana yang Allah tegaskan dengan Firman-Nya: “Dan (ingatlah juga), tatkala Tuhanmu memaklumkan: “Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah (nikmat) kepadamu, dan jika kamu mengingkari (nikmat-Ku), maka sesungguhnya azab-Ku sangat pedih.” (Q.S. Ibrahim: 7)
Syaikh Abdullah Al-Ghazali menjelaskan, bahwa seseorang yang rezekinya diberkahi akan senantiasa merasa
lapang hati dan hidupnya; selalu merasa aman dari gangguan apapun; mudah dan ringan langkahnya untuk beribadah dan bersyukur kepada Allah walau rezekinya sangat sedikit jika dibandingkan dengan apa yang diperoleh orang lain; tidak pernah merasa gelisah walaupun tidak memperoleh apa-apa dari sesuatu yang diusahakannya; tidak pernah merasa iri dan dengki.
Inilah beberapa cara dan indikasi agar rezeki yang kita peroleh senantiasa diberkahi Allah. Semoga Allah memberkahi rezeki yang kita peroleh. Wallahu’alam.
Bagansiapiapi, 23 Rajab 1439 H / 9 April 2018.