oleh: KH.Bachtiar Ahmad
======================
Berkaitan dengan peristiwa Isra’ dan Mi’rajnya Rasulullah SAW Allah berfirman: “Maha Suci Allah, yang telah memperjalankan hamba-Nya pada suatu malam dari Masjidil-Haram ke Masjidil-Aqsha yang telah Kami
berkahi sekelilingnya agar Kami perlihatkan kepadanya sebagian dari tanda-tanda (kebesaran) Kami. Sesungguhnya Dia adalah Maha Mendengar lagi Maha Melihat.” (Q.S. Al-Isra’: 1)
Dalam Firman Allah di atas, salah satu hal yang menarik dan patut kita perbincangkan adalah masalah “Masjid” sebagai titik awal perjalanan Rasulullah SAW. Baik perjalanan bumi yang disebut Isra’ dari Masjidil Haram di Makkah Al-Mukarramah ke Masjidil Aqsha di Palestina, maupun perjalanan ke langit yang disebut Mi’raj dari Masjidil Aqsha naik ke Sidratul Muntaha, bahkan ke tempat yang lebih tinggi lagi sesuai dengan kehendak Allah Yang Maha Berkehendak atas segalanya. Lalu mengapa Masjid yang patut kita bincangkan ?
Jawabannya adalah, karena Allah telah memuliakan Masjid yang Allah nyatakan di dalam Firman-Nya itu sebagai tempat yang penuh dengan kebaikan dan diberkahi Allah. Dan hal ini menurut Syaikh Abdullah Al-Ghazali secara tersirat Allah ingin menunjukkan, bahwa sebenarnya Masjid-Masjid yang ada di seantero muka bumi ini sesungguhnya adalah tempat yang memang penuh dengan kebaikan dan berkah Allah.
Hanya saja tingkat keberkahannya tentu saja berbeda sebagaimana yang tersirat dan tersurat dalam hadis Rasulullah SAW, bahwa shalat di Masjidil Haram memiliki keutamaan 10.000(sepuluh ribu) kali lipat dan di Masjid Nabawi di Madinah Al-Munawwarah sebanyak 1000(seribu) kali, sedangkan di Masjidil Aqsha sebanyak
250 (duaratus limapuluh) kali lipat dari Masjid-Masjid lainnya.
Sementara di Masjid lainnya (termasuk Musholla, sebab pada hakikatnya Musholla adalah Masjid kecil yang di dalamnya tidak didirikan shalat Jum’at) sesuai dengan nilai shalat berjama’ah yang dilakukan di dalamnya yakni sebanyak 27(duapuluh tujuh) kali lipat. Dan mengacu pada banyaknya kebaikan dan keberkahan Masjid itulah Allah berfirman: “Hanya yang memakmurkan masjid-masjid Allah ialah orang-orang yang beriman kepada Allah dan Hari Kemudian, serta tetap mendirikan shalat, menunaikan zakat dan tidak takut (kepada siapapun) selain kepada Allah,;Maka merekalah orang-orang yang diharapkan termasuk golongan orang-orang yang mendapat petunjuk. (Q.S.At-Taubah: 18)
Pertanyaannya sekarang; Apakah kita sudah termasuk ke dalam kelompok orang yang selalu berusaha untuk mengambil berkah dan sekaligus ikut memakmurkan Masjid-Masjid yang ada di sekitar kita. Sebagaimana yang tersirat dalam satu hadits Rasulullah SAW yang diriwayatkan oleh Imam Muslim dari Jabir r.a: “Bahwa suatu ketika Bani Salimah berniat untuk pindah ke dekat masjid (Nabawi), dan kejadian ini terdengar oleh Rasulullah SAW, lalu beliau bersabda:
“Saya dengar kamu sekalian berniat untuk pindah ke dekat masjid ?”. Mereka mejawab: “Benar ya Rasulullah, itulah keinginan kami.” Maka Rasulullah SAW pun ber-sabda: “Hai Bani Salimah, hendaklah kalian tetap di kampungmu, sebab setiap langkahmu menuju masjid akan tercatat sebagai amal ibadah kalian.” Dan sejak itu Bani Salimah tetap tinggal di kampung mereka.”
Diakui atau tidak, bahwa kondisi dan sikap kaum Muslimin terhadap Masjid sekarang ini sangat jauh berbeda dengan kaum Muslimin di awal-awal Islam diserukan hingga beberapa generasi berikutnya. Di masa awal Masjid dibangun dengan sangat sederhana sekali; beratapkan nipah berlantaikan tanah bercampur kerikil dan pasir atau papan; hanya berlapiskan tikar pandan atau kain selembar, yang menyebabkan kening dan lutut terasa sakit waktu bersujud.
Akan tetapi hal ini tidak menjadi penghalang bagi orang-orang yang beriman untuk datang memakmurkannya, maka jadilah mereka hamba-hamba Allah yang berakhlak mulia, yang disebut Allah dalam firman-Nya: “berkasih sayang sesama mereka. kamu lihat mereka ruku’ dan sujud mencari karunia Allah dan keridhaan-Nya, tanda-tanda mereka tampak pada muka mereka dari bekas sujud.” (Q.S. Al-Fath: 29)
Dan pada akhirnya orang-orang beriman semacam itulah yang akan menjadi raja di akhirat, salah satu kelompok yang mendapat naungan Allah di hari dimana saat itu tidak ada naungan ataupun perlindungan selain dari perlindungan Allah sebagaimana yang disebutkan dalam hadis Rasulullah SAW, yang diriwayatkan oleh banyak ahli hadis dari Abu Hurairah r.a; Bahwa Rasulullah SAW bersabda:
“Ada tujuh golongan yang dinaungi Allah di bawah naungan Arsy kelak di hari dimana tiada naungan melainkan naungan Allah, yaitu: Imam yang adil; Pemuda yang hidup dalam beribadah kepada Allah; orang yang berzikir kepada Allah dalam kesepian, sehingga bercucuran airmatanya lantaran takut kepada Allah; orang yang jiwanya senantiasa tertambat pada masjid, yang bila ia berpisah dengan masjid ingin segera kembali lagi ke masjid; orang yang memberikan shdaqah secara diam-diam,
Sehingga tangan kirinya tidak tahu apa yang diberikan oleh tangan kanannya; dua orang yang saling menyayangi karena Allah, yang ketika berkumpul maupun berpisah masih membawa perasaamn kasih sayangnya; dan lelaki yang diajak oleh wanita cantik lagi terpandang untuk berbuat maksiat, tapi justru menghindar dan menjawab “saya takut kepada Allah.” (HR.Mutafaq ‘alaihi)
Sebaliknya sekarang ini masjid-masjid; Baik masjid dalam ukuran besar maupun masjid-masjid kecil yang kita sebut “musholla” yang sudah dibangun sedemikian indah; megah dan bagusnya; Bahkan di antaranya dilengkapi pula dengan fasilitas mewah seperti alat pendingin udara; entah itu AC ataupun kipas angin, sehingga tidak lagi terasa hawa panas dan pengap di dalamnya.
Lantainya pun terbuat dari ubin atau marmer yang halus dan dilapisi pula dengan karpet dan sajadah tebal, sehingga ketika sujud dahi dan lutut tidak lagi merasa sakit. Akan tetapi kenyataannya orang-orang yang mengaku beriman sudah banyak yang mengabaikannya, tidak lagi memakmurkannya, dan hanya menjadikan masjid sebagai lambang atau monumen kebanggaan orang sekampung, bahwa di kampung mereka ada masjid atau musholla yang bagus dan megah.
Masjid tidak lagi menjadi kecintaan umat; padahal masjid adalah pusat segala macam aktifitas Islam, yang tidak hanya sekadar berfungsi sebagai tempat sholat, akan tetapi bisa lebih dari itu. Sebagai lambang utama dari adanya kedekatan dan komunikasi antara orang-orang yang beriman dengan Tuhan mereka,
Allah Ta’ala; juga sebagai tempat dimana ukhuwah islamiyah menjadi lebih besar dan memiliki nilai silaturahmi yang tinggi dibandingkan dengan tempat-tempat lain lantaran di dalam masjid; dihadapan Allah; tidak ada lagi sekat yang bernama jabatan; pangkat; kekuasaan dan harta benda. Karena ketika kita berada di dalam masjid kita semuanya sama dalam pandangan Allah dan kalaupun berbeda dalam pandangan-Nya, hanyalah lantaran nilai keta’atan dan ketakwaan yang kita miliki.
Selain itu, masjid juga memberikan rasa ketentraman dan kenyamanan dalam beribadah; khususnya sholat, yang tidak akan dapat kita rasakan di tempat lain, walaupun kita sholat di rumah yang besar, megah dan indah. Sebab di dalam masjid tidak boleh dan tidak pernah ada kata-kata kasar; keji dan kotor yang diucapkan. Jadi alangkan naïf dan ruginya kita, jika masjid yang sudah dibangun dengan indah dan megah; Baik oleh pemerintah maupun oleh masyarakat hanya kita jadikan sebagai monument keimanan, yang hanya kita kunjungi sekali dalam sepekan untuk sholat Jum’at atau dalam waktu-waktu tertentu yang kita rasa penting untuk dikunjungi.
Orang-orang yang beriman; siapapun dia; baik laki-laki maupun kaum perempuan, semuanya diperintahkan Allah untuk memakmurkan masjid sebagaimana yang tersirat dalam firman Allah dalam surah At-Taubah ayat 18 yang telah disampaikan di atas. Kalaupun tidak mampu memakmurkannya secara finansial, maka yang lebih utama lagi adalah dengan cara memakmurkan dan meramaikan Masjid di setiap waktu sholat yang Allah wajibkan.
Sebab kata Ibnu Abbas r.a sebagaimana yang diriwayatkan oleh Imam Tirmidzi r.a: “Bahwa ketika seseorang bertanya tentang orang yang berpuasa sepanjang hari dan mendirikan shalat sunat sepanjang malam, tapi dia tidak pergi ke masjid untuk shalat berjamaah, maka Ibnu Abbas r.a menjawab: “Sesungguhnya orang tersebut adalah penghuni neraka Jahannam.”
Dan sekadar untuk mengingatkan kembali, bahwa begitu pentingnya fungsi masjid di dalam Islam, maka pada waktu hijrah dari Makkah ke Madinah, masjidlah yang pertama kali dibangun oleh Rasulullah SAW. Baik ketika beliau sampai di Quba, maupun ketika sampai di Madinah. Semoga kita mampu menjadi orang yang benar-benar beriman dengan memakmurkan masjid-masjid Allah yang bertebaran di muka bumi ini. Wallahua’lam.
Bagansiapiapi, 27 Rajab 1439 H / 13 April 2018.(R1)