oleh: KH.Bachtiar Ahmad
=====================
Sumatratimes.com.Jakarta – Allah Ta’ala berfirman: “Dan janganlah kamu cenderung kepada orang-orang yang zalim; yang menyebabkan kamu disentuh api neraka, dan sekali-kali kamu tiada mempunyai seorang penolongpun selain daripada Allah, kemudian kamu tidak akan diberi pertolongan.” (Q.S. Hud: 113)
Simak dan camkanlah baik-baik Firman Allah di atas, bahwa jangankan berbuat zalim. Bahkan “merasa” cenderung atau suka dengan orang yang zalim saja sudah dilarang; dan kita bisa disentuh oleh api neraka. Dan tentu saja hukumannya akan jadi lebih berat jika kita benar-benar cenderung dan bersyubhat dengan orang yang zalim dalam berbagai tindakan kezalimannya; baik langsung maupun tidak langsung. Na’udzubillahi min dzalik !
Hujjatul Islam Imam Al-Ghazali (semoga Allah merahmati beliau) menjelaskan, bahwa yang dimaksud dengan kecenderungan kepada orang yang zalim antara lain adalah; dengan membela mereka dalam perbuatan dan tindakannya, walaupun hanya sekadar terlintas di dalam hati dan bergaul dengan mereka dalam keadaan-keadaan tertentu. Sebab bagaimanapun, bergaul dengan orang-orang yang zalim dapat merusak akhlak atau setidak-tidaknya menimbulkan bekas yang buruk dalam jiwa manusia; dan juga dapat mengotori aqidah (keyakinan) yang murni kepada Allah.
Dan adapun yang dimaksud dengan “orang yang zalim” adalah setiap orang yang memusuhi dan mengingkari Allah dan kerasulan Muhammad SAW seperti dari kalangan Yahudi; Nasrani dan orang-orang kafir lainnya. Sementara dari kalangan orang beriman adalah mereka yang langsung atu tidak langsung melakukan apa-apa yang telah dilarang oleh Allah dan Rasul-Nya. Dijelaskan, bahwa begitu pentingnya masalah “zalim” ini untuk diperhatikan dan dihindarkan oleh setiap mukmin (orang yang beriman), maka di dalam Al-Quran terdapat kurang lebih 200 ayat yang membicarakan masalah kezaliman dan hal-hal yang berkaitan dengan kezaliman tersebut.
Secara umum makna kata zalim adalah aniaya atau jahat. Sedangkan menurut para ulama makna zalim adalah: “segala sesuatu tindakan atau perbuatan yang melampaui batas, yang tidak lagi sesuai dengan ketentuan yang telah ditetapkan oleh Allah atau yang melanggar hukum-hukum Allah”; Baik dengan cara menambah ataupun mengurangi hal-hal yang berkaitan dengan waktu; tempat atau letak maupun sifat dari perbuatan-perbuatan yang melampaui batas tersebut.
Dan itu berlaku untuk masalah-masalah yang berkaitan dengan ibadah (hablum-minallah), maupun hubungan kemanusiaan dan alam semesta (hablum-minannaas). Entah itu dalam skala kecil maupun besar, tampak ataupun tersembunyi. Hal ini disandarkan oleh para ulama dengan firman Allah: “Dan barangsiapa yang melanggar hukum-hukum Allah, mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S.Al-Baqarah: 229)
Sementara itu dibagian lain Allah SWT telah menyandingkan kata zalim dengan kebodohan. Artinya adalah; bahwa setiap orang yang zalim adalah orang yang bodoh, sebagaimana yang tersurat dan tersirat dalam firmankan-Nya: “Sesungguhnya manusia itu amat zalim dan amat bodoh.” (Q.S. Al-Ahzab: 72
Oleh sebab itulah dalam pandangan syariat Islam, orang-orang zalim sesungguhnya dipandang sebagi orang yang bodoh. Semakin zalim dirinya, semakin tinggi pula “nilai kebodohannya”, sekalipun secara lahiriah pendidikan akademis yang ditempuh atau yang disandangnya sampai pada jenjang atau strata pendidikan yang tinggi.
Dan ini juga berlaku bagi para penguasa dan pejabat, jika ia berlaku zalim dengan kekuasaan dan jabatannya tersebut, maka sebenarnya ia tidak layak untuk dihormati dan disegani.
Menurut beberapa riwayat, makhluk Allah yang paling pertama melakukan kezaliman adalah Iblis laknatullah. Padahal dalam riwayat juga disebutkan, bahwa Iblis laknatullah telah diberikan Allah ilmu dan kehormatan yang tinggi; yang pertama sekali menetap dalam surganya Allah. Bahkan ada yang menyatakan bahwa Iblis laknatullah lebih dekat dan lebih mengenal Allah daripada Malaikat. Namun akhirnya ia diusir dan dilaknat Allah dari surga karena merasa dirinya lebih hebat dari Adam a.s, sehingga ia berani membantah dan melanggar perinta Allah. Hal ini secara ditegaskan Allah dengan Firman-Nya:
“Dan (ingatlah) ketika Kami berfirman kepada para Malaikat: “Sujudlah kamu kepada Adam.” Maka sujudlah mereka kecuali Iblis; ia enggan dan takabur dan adalah ia termasuk golongan orang-orang yang kafir.” (QS.Al-Baqarah: 34)
Dalam ruang yang terbatas ini kita tidaklah mungkin dapat menguraikan satu persatu bentuk kezaliman dan kebodohan yang telah dilakukan umat manusia, yang kesemuanya itu sangat dibenci oleh Allah. Namun demikian ada beberapa bentuk kezaliman yang diterangkan-Nya di dalam Al-Quran, yang patut menjadi perhatian dan pelajaran bagi kita semua. Adapun bentuk-bentuk kezali-man tersebut di antaranya adalah: Mempersekutukan Allah; Mendustakan Allah; Menyembunyikan kebenaran; Menyalahi janji; Orang-orang yang fasik; Menyalah gunakan jabatan dan amanah yang diberikan; Orang yang mengikuti perilaku dan keinginan orang kafir; Orang yang mengingkari Rasulullah SAW serta perbuatan-perbuatan yang melanggar hukum lainnya, yang telah ditetapkan oleh Allah.
Syaikh Yusuf Qardhawi dalam Al-Ijtihad menjelaskan; yang termasuk dalam bentuk kezaliman adalah; Pelanggaran atas peraturan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa yang telah disepakati sebelumnya, selama peraturan itu tidak bertentangan dengan hukum-hukum Allah dan rasul-Nya.
Kewajiban untuk tidak bersentuhan dan cenderung kepada yang zalim adalah sesuatu yang mutlak dan wajib untuk dilakukan, sebab Al-Qur’an sudah menyampaikan keterangan yang jelas; Bahwa selain dari apa yang telah difirmankan Allah dalam surah Hud ayat 113 di atas, maka sesungguhnya tidak ada seorang atau satupun makhluk yang bisa menolong mereka dari hukuman Allah SWT.
Dalam hal inilah Allah SWT berfirman: “Dan bagi orang-orang yang zalim itu tidak ada bagi mereka seorang pelindungpun dan tidak pula seorang penolong baginya.” (Q.S.As-Syura : 8) Akan tetapi amatlah disayangkan, bahwa dengan berbagai macam alasan dan kepentingan, masih banyak di antara kita yang menutup mata dan telinga dan mematikan hatinya, sehingga banyak yang tidak hanya sekadar cenderung tapi malah berjuang dan membantu orang yang sudah jelas-jelas nampak kezaliman-nya; lebih-lebih lagi jika si zalim adalah seorang pejabat yang berkuasa; bahkan kezaliman itu adakalanya bukan hanya dilakukan oleh si pejabat sendiri, tapi juga di-ikuti oleh anak dan keluarganya yang lain.
Keadaan ini adalah merupakan cerminan dari betapa lemah dan rapuhnya keimanan dan keyakinan mereka kepada Allah SWT. Mereka nyata-nyata lebih takut kepada orang yang zalim itu daripada Allah SWT. Padahal Allah SWT dengan tegas telah
berfirman: “Karena itu janganlah kamu takut kepada manusia, (tetapi) takutlah kepada-Ku. dan janganlah kamu menukar ayat-ayat-Ku dengan harga yang sedikit. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-ong yang kafir.” (Q.S. Al-Maaidah: 44)
Jadi dengan memperhatikan dan menyimak kembali apa-apa yang telah diterangkan Allah dan Rasul-Nya, marilah kita perbaiki sikap dan keimanan yang kita miliki; terutama dalam menghadapi situasi dan kondisi sa’at ini; dimana banyak masyarakat yang hidup dalam ketakutan; ancaman dan intimidasi sang penguasa.
Kita tida lagi berada dalam zaman Fir’aun laknatullah; atau hidup dalam bayang-bayang rezim “Komunisme”yang selalu menghalalkan segala cara untuk mempertahankan kekuasaannya. Wallahua’lam.
Jakarta, 8 Syawal 1439 H / 22 Juni 2018