JAKARTA – Persidangan Judisial review di Mahkamah Konstitusi (MK) terungkap bahwa Surat Keputusan Bersama (SKB) tiga mentri bertebtangn dengan Undang-Undang Dasar 1945. Hal ini dikemukakan saat sidang mendengarkan keterangan saksi ahlindan pihak DPR RI, Selasa (8/1/2019) di Jakarta.
Anggota Komisi III DPR, Arteria Dahlan, menyebutkan, Surat Keputusan Bersama (SKB) atau kebijakan dari menteri dalam negeri perihal pemberhentian PNS yang terbukti melakukan korupsi, telah menimbulkan permasalahan hukum baru.
“Kami memahami dan mengapresiasi keluarnya SKB terkait upaya penekanan sanksi bagi PNS yang indisipliner khususnya terbukti melakukan tindak pidana korupsi, tapi SKB itu telah menimbulkan permasalahan hukum baru karena SKB ini berlaku surut,” jelas dia, di Gedung Mahkamah Konstitusi.
Ia mengatakan itu usai memberikan keterangan mewakili DPR dalam sidang uji materi ketentuan Pasal 87 ayat (2), (4) huruf b dan d UU 5/2014 tentang Aparatur Sipil Negara.
Menurut dia, tidak adil bila seseorang diwajibkan untuk tunduk ada peraturan yang sebelumnya tidak berlaku dan baru diketahuinya.
“Ini tidak lazim dan sebelumnya tidak pernah ada peraturan setingkat SKB yang berlaku surut, padahal tujuannya sangat baik yaitu dibuat dengan tujuan untuk membentuk aparatur negara yang profesional, bebas dari intervensi politik, KKN, dan berintegritas tinggi,” jelas dia.
Ia kemudian meminta pemerintah pusat untuk mengkaji ulang SKB terkait pemberhentian PNS secara tidak hormat itu, karena kebijakan itu dinilai dia tidak memiliki kepastian hukum.
“Kami ingin mengetuk pemerintah untuk kembali mengkoreksi SKB itu, karena memang tidak ada salahnya bila melakukan pengkajian ulang atas satu kebijakan karena konteks kepastian hukum harus hadir dalam keadaan apapun,” ujar dia.
Terkait dengan permohonan uji materi a quo, dia menjelaskan, dalil yang disampaikan para pemohon sesungguhnya terkait dengan SKB Mendagri tersebut, sehingga bukan merupakan persoalan konstitusionalitas norma yang dapat menjadi objek permohonan.
“Para pemohon sebetulnya tidak perlu mengajukan ke MK, sampaikan saja ke DPR dan tentu akan kami bantu, akan kami bahas, dan kami akan coba akomodir,” kata dia.
Salah seorang ASN Rohil, Suhermanto (40) mengatakan dirinya dan Fotum Marwah ASN Republik Indonesia akan terus berjuang. Bahkan dengan sidang ini muncul titik terang bahwa memang SKB ini perlu dipertimbangkan. “Poin penting bahwa SKB berlaku diatas 13 September 2018 bukan dibawahnya jadi harusnya ini diberlakukan kedepan dan bukan berlaku surut,” terangnya.
Suhermanto tetep berharap agar Bupati menunggu hasil akhir di MK maupuan PTUN. Hal ini demi kebaikan semua jika memang ditolak ia ikhlas berhenti jika memang tetap harus diberhentikan. “Kita sangat memohon kepada pak Bupati tunggu dulu kami berjuang. jadi kami bisa tahu kepuyusan yang dilakukan tidak salah dan sesusi ketentuan.” tandasnya.Der