Oleh : Dede Farhan Aulawi.
Jakarta – Melihat dan membaca berbagai fenomena pencemaran lingkungan oleh suatu pabrik atau industri, membuat miris seluruh pemerhati dan pecinta lingkungan hidup.
Ini bukan soal pembicaraan hari ini saja, tetapi menyangkut pembicaraan hari esok atau lusa untuk generasi penerus anak cucu kita. Ada berbagai jeni dan macam pencemaran yang dihasilkan dari proses produksi industri, baik pencemaran kebisingan, pencemaran limbah cair, limbah padat, limbah gas, asap dan sebagainya.
Hal itu di ungkap oleh Pemerhati Lingkungan Hidup Indonesia, Dede Farhan Aulawi karena berdasarkan Fakta bahwa pencemaran yang terjadi sudah berlangsung cukup lama, artinya bukan sehari atau dua hari, bukan seminggu atau dua minggu, bahkan bukan sebulan atau dua bulan bahkan patut di duga bahwa pencemaran yang ada telah terjadi sejak berdirinya perusahaan tersebut.
Dalam hal ini kata Dede, ada fungsi pengawasan lingkungan hidup dari Pemerintah, termasuk di daerah – daerah karena pabrik atau industri itu tersebar di banyak daerah. “Tapi faktanya belum efektif sehingga pencemaran masih terjadi dimana – mana. Ujarnya Senin (21/01/2019)
Oleh sebab itu, Dede menyarankan sebaiknya Pemerintah Daerah mulai menerapkan aturan yang ada serta merujuk pada pasal 69 ayat (1) UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup disebutkan bahwa setiap orang *dilarang membuang limbah* ke media lingkungan hidup.
Kemudian sambungnya, Persoalannya sebenarnya bukan soal tahu atau tidak tahu adanya aturan tersebut, melainkan ketegasan dalam penegakan hukum belum menyisir masalah ini secara menyeluruh, sehingga mereka memanfaatkan hal ini dengan cara yang mudah yaitu membuang limbah seenaknya saja.
Sedangkan kalau di lihat dari sudut ekonomi yang sering kali dijadikan alasan karena pengolahan limbah itu dianggap memakan biaya jadi demi untuk memaksimasi keuntungan, maka mereka ingin membuang limbah dengan biaya serendah mungkin dan bila perlu tanpa biaya dan paling yang sering terjadi adalah membuang limbah langsung.
“Jika dirasa “tidak ada yang mengawasi” maka pihak perusahaan merasa cukup dengan meminta pihak lain untuk membuangnya. artinya pabrik cukup hanya mengeluarkan biaya pembuangan saja, adapun soal buangnya kemana dianggap bukan urusan mereka. Paparnya menerangkan.
Oleh karenanya, jika limbah pabrik di suatu daerah, dibuangnya ke daerah lain terutama ke lokasi – lokasi yang dianggap tidak ada pengawasan dan berbagai upaya untuk meningkatkan pengawasan, baik oleh Pemerintah Daerah maupun partisipasi masyarakat harus terus dilakukan demi keberlangsungan lingkungan yang sehat buat masa depan bangsa.
Coba perhatikan berapa banyak pabrik yang berada di lingkungan kita. Jenis limbah apa saja yang dihasilkannya. Lalu limbah tersebut diolah seperti apa atau dibuang kemana ? tanya Dede mencerdaskan.
Oleh karena itu mau tidak mau Pemerintah Daerah harus bertanggung jawab dalam meningkatkan upaya pengawasan pembuangan limbah industri ini untuk memastikan bahwa tidak ada limbah yang dibuang seenaknya saja.
Penelitian Secara teoritis menyimpulkan bahwa limbah industri dapat diartikan sisa dari bahan- bahan hasil proses industri, baik berbentuk padat, cair maupun gas. Ketiga jenis limbah tersebut bisa mencemari tanah, mencemari air dan juga mencemari udara, baik yang dekat pemukiman ataupun agak jauh dari pemukiman warga.
Jenis limbah cair biasanya dibuang langsung ke saluran air seperti selokan, sungai atau laut. Dengan mengalirkan limbah ini ke sungai merasa urusannya selesai. Padahal ia tidak menyadari berapa banyak orang di sepanjang sungai tersebut yang selama ini memanfaatkan air tersebut, baik untuk keperluan sehari – hari atau mengairi lahan – lahan pertanian namun terkesampingkan karena alasan investasi yang menguntungkan pengusaha bersama segelintir Pejabat terkait dan nilai ekonomi daerah dan masyarakat.
Mereka ingin urusannya selesai, tapi melemparkan masalah ke orang lain. Orang – orang yang seperti ini, yang tidak memiliki tanggung jawab sosial maupun tanggung jawab terhadap alam yang harus ditindak tegas sesuai dengan hukum yang berlaku. Terangnya secara rinci dan akurat.
Lebih jauh Dede mengatakan, Selain ketiga jenis limbah di atas, ada satu lagi jenis limbah B3, yakni limbah bahan berbahaya dan beracun. Yang dimaksud dengan limbah B3 adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang mengandung bahan- bahan berbahaya dan atau beracun yang karena sifatnya, konsentrasinya, maupun jumlahnya baik secara langsung maupun tidak langsung dapat mencemarkan, merusak, dan dapat membahayakan lingkungan hidup, kesehatan, kelangsungan hidup manusia dan juga makhluk hidup lainnya.
Oleh karena itu setiap pabrik atau industri harus memiliki rencana pengolahan limbahnya agar tidak merugikan pihak lain dan lingkungan. Rumusnya sederhana saja.
“Silakan setiap pengusaha melakukan aktivitas produksinya dengan baik, dan tolong *jangan cemari lingkungan*. Bangunlah rasa tanggung jawab dan kesadaran sosial untuk keselamatan orang lain dan masa depan generasi Indonesia yang sehat. Pungkasnya mematahkan argumentasi dan pembelaan dari Pemwrintah Daerah selama ini. (R1).