Jakarta – Lembaga Pendidikan dan Latihan (Kalemdiklat) memberhentikan 13 taruna bermasalah. Para taruna tersebut diberhentikan karena terlibat dalam kasus penganiayaan terhadap taruna tingkat II atas nama Muhammad Adam pada 18 Mei 2017 lalu.
Keputusan ini merupakan salah satu terobosan berani Kalemdikpol Irjen Komjen Arief Sulistyanto. Komjen Arief ingin ada kepastian hukum bagi ke-13 taruna tersebut setelah terkatung-katung selama kira-kira 2 tahun dengan mendorong diadakannya sidang Dewan Akademik (Wanak) Akpol.
“Sidang Wanak memang harus segera memutuskan dengan seadil-adilnya berdasarkan peraturan yang ada karena permasalahan ini sudah berjalan lama,” kata Komjen Arief seperti dikutip Sumatratimes dari detikcom, Rabu (13/2/2019).
“Keputusan harus cepat diambil demi masa depan Akpol dan juga demi masa depan para taruna yang bermasalah tersebut agar mereka dapat melanjutkan jenjang kareir lain saat keluar dari Akpol. Bersyukur akhirnya keputusan sudah dilakukan secepatnya untuk memberikan kepastian dan demi menjaga marwah Akpol sebagai pencetak Pemimpin Polri masa depan,” tuturnya.
Sidang Wanak dipimpin Gubernur Akpol Irjen Rycko Amelza Dahniel setelah sebelumnya ada putusan MA bahwa ke-13 taruna tersebut terbukti bersalah. Hadir pula dalam sidang adalah Kalemdiklat Komjen Arief Sulistyanto, sejumlah PJU Akpol sebagai anggota tetap, termasuk anggota Kehormatan dari Itwasum, Divpropam, Lemdiklat, SSDM Polri, dan seluruh anggota tidak tetap Wanak.
Sidang digelar pada Senin (11/2) kemarin sekitar pukul 13.00 WIB hingga 23.30 WIB bertempat di Gedung Paramarta komplek Akpol. Sanksi terberat diterapkan kepada 13 taruna bermasalah tersebut.
Sebanyak 13 taruna yang dikeluarkan tersebut antara lain Martinus Bentanone, GJN-GCM, RLW, JED, dan RAP. Lalu ada IZPR, PDS, AKHU, CAEW, RK, EP, dan HA.
“Sebenarnya ada 14 orang yang terjerat kasus ini tapi pelaku utama, Christian Admadibrata Sermunes, telah dikeluarkan pada Wanak yang lebih dulu digelar pada Juli 2018 silam,” ujar Arief.
Berdasarkan Pasal 21 ayat (1) huruf g UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia berbunyi “untuk diangkat menjadi anggota Polri, seorang calon harus memenuhi syarat tidak pernah dipidana karena melakukan suatu kejahatan.”
Artinya secara hukum ke 13 orang ini tidak memenuhi syarat sebagai anggota Polri. Juga ada pertimbangan hukum lain seperti berdasarkan Pasal 268 ayat (1) KUHAP permintaan peninjauan kembali atas suatu putusan tidak menangguhkan maupun menghentikan pelaksanaan dari putusan tersebut.
Disamping itu dalam Pasal 92 ayat (4) huruf b Peraturan Gubernur Akpol Nomor 4 Tahun 2016 tentang Kehidupan Taruna Akademi Kepolisian menyatakan : “melakukan perbuatan pelanggaran berat dan/atau tindak pidana yang didukung dengan alat bukti yang cukup berdasarkan hasil keputusan Sidang Wanak tidak dapat dipertahankan untuk tetap mengikuti pendidikan”
“Jangan memukul dan melakukan kekerasan sejak hari ini. Tradisi kekerasan senior terhadap junior adalah perilaku yang harus dihilangkan. Senior harusnya mengayomi dan membimbing, tanamkan budaya asih – asah-asuh dalam hubungan senior yunior. Jadilah senior yang disegani bukan senior yang ditakuti. Negara akan rugi kalau Akpol meluluskan perwira yang berkarakter pro kekerasan karena tidak sesuai dengan pola Democratic Policingm,” tegas Arief. (R2/Detik.com)