JAKARTA – Kepolisian Hong Kong dilaporkan menangkap sebelas orang pengunjuk rasa menentang Rancangan Undang-Undang Ekstradisi yang berakhir ricuh pada Rabu lalu. Di samping itu, aparat yang terluka dalam kejadian itu mencapai 22 orang.
Seperti dilansir Channel NewsAsia, Jumat, 14 Juni 2019, warga sipil yang terluka dalam kericuhan itu terdiri dari 24 perempuan dan 57 lelaki. Usia antara 15 sampai 66 tahun.
Komisioner Kepolisian Hong Kong, Stephen Lo He, beralasan aparat memutuskan bersikap represif saat unjuk rasa mulai mengarah ke aksi kerusuhan. Namun, para pegiat menyatakan polisi hanya mencari pembenaran untuk menyerang para demonstran dengan alasan ulah segelintir pengunjuk rasa yang membuat onar.
“Polisi melampaui kewenangan hukum mereka dengan menggunakan kekuatan yang tidak perlu untuk melawan para demonstran yang tidak bersenjata yang sebenarnya tidak mengancam keselamatan mereka dan keamanan masyarakat,” demikian pernyataan Asosiasi Advokat Hong Kong.
Juru Bicara Kementerian Luar Negeri China, Geng Shuang, menyatakan aksi unjuk rasa itu mengancam keamanan Hong Kong.
“Apa yang terjadi di kompleks pemerintahan bukan unjuk rasa damai, tetapi kerusuhan yang diorganisir kelompok tertentu,” ujar Geng Shuang.
Juru Bicara Front Hak Asasi Manusia Hong Kong (CHRF), Jimmy Sham, meminta masyarakat kembali turun ke jalan pada Minggu mendatang dan Senin pekan depan, sampai tuntutan mereka untuk membatalkan pembahasan RUU itu dituruti.
Proposal aturan ini menyulut amarah warga setempat karena khawatir akan sistem pengadilan China yang kerap bias dan dipolitisasi. (redaksi/st2)