Jakarta – Dalam upaya mengakselerasi pengembangan kawasan transmigrasi di era millenia, perlu secara simultan dituntaskan masalah tanah transmigrasi. Lalu Transmigrasi Gabung kemana?
Demikian disampaikan Ketua Umum DPP PATRI (Perhimpunan Anak Transmigran Republik Indonesia) Ir H S Pramono Budi MM,
di Jakarta Rabu (03/07/2019).
Ketika diminta dasar pertimbangannya, beliau yang aorab di sapa Hasprabu anak transmigran dari Trans Polri Gunung Sugih Lampung itu menjelaskan bahwa pertama sekali masalah terbesar Transmigrasi adalah lahan. Ada lebih kurang 350.000 bidang belum bersertifikat. Jika setiap tahun ditargetkan selesai 30 sampai 50.000 bidang, maka baru akan selesai 7 hingga 12 tahun.
“Kalau tanah tidak segera dituntaskan, sangat rawan konflik.” Ujarnya mengingatkan
Selanjutnya sambung Hasprabu masalah kedua adalah pada dana penyelesaian administrasi dan sertifikasi tanah transmigrasi selama ini sangat kecil. Sehingga penyelesaian berlarut-larut. Padahal lahan garapan sangat vital bagi kehidupan petani transmigran.
Masalah Ketiga lanjutnya yakni kewenangan penerbitan sertifikat lahan hanya pada Kementerian ATR/BPN. Dilain pihak, personil yang paham masalah sertifikasi tanah dan jumlahnya banyak di ATR/BPN.
Sedangkan masalah Keempat, jika Transmigrasi masih digabung dengan kementerian desa seperti saat ini, maka anggaran transmigrasi tereduksi untuk perdesaan. Sehingga bugdet pengembangan kawasan transmigrasi dan penyelesaian tanah tidak optimal.
Terakhir yang Kelima, masih banyak tanah disepanjang perbatasan negara dan pulau terluar, belum dimanfaatkan. Lembaga yang punya data dan kemampuan menyiapkan administrasi ATR/BPN.
Hasprabu Ketika ditanya oleh wartawan, apa kementerian yang relevan bergabung dengan transmigrasi?
“Ya, untuk 5 tahun kedepan Kementerian Transmigrasi lebih cocok digabung dengan Kementerian ATR/BPN saja,” ujarnya.
Lebih lanjut ditambahkan, “namanya Kementerian Agraria dan Transmigrasi, atau disingkat KEMENTERIAN AGRATRANS. Semoga Presiden baru menerima usulan ini,” pungkasnya.(st)