JAKARTA – Anggota Komisi II DPR RI Achmad Baidowi, menilai positif wacana penerapan rekapitulasi suara elektronik (e-Rekap) pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) 2020.
Hanya saja, menurut Achmad, wacana e-Rekap itu masih terbentur regulasi.
“Secara gagasan bagus-bagus saja. Tapi terkendala regulasi,” kata Baidowi, saat dihubungi Medcom.id, Sabtu, 6 Juli 2019.
Baidowi mengatakan penyelenggaraan Pilkada 2020 masih mengacu pada Undang-undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada. Dalam Undang-undang itu masih ada klausul mengenai rekapitulasi manual berjenjang.
Politikus Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menilai e-Rekap otomatis tak bisa diterapkan selama klausul mengenai rekap manual berjenjang belum dihapus. Untuk menghapus klausul tersebut, dibutuhkan revisi undang-undang terlebih dahulu.
“Untuk melakukan revisi Undang-Undang Nomor 10 tahun 2016 saat ini sepertinya belum memungkinkan mengingat waktu yang mepet, sementara tahapan Pilkada sudah mulai jalan,” ujarnya.
Selain terbentur regulasi, Baidowi juga menyoroti soal kesiapan infrastruktur pendukung e-Rekap. Dia menyebut e-Rekap yang selama ini diterapkan KPU melalui Sistem Informasi Penghitungan Suara (Situng) belum bisa dijadikan acuan bagi KPU sebagai hasil resmi, disebabkna dianggap belum real time dan masih riskan terjadi salah input data.
“Sepertinya untuk Pilkada 2020 belum bisa diterapkan. Dipersiapkan saja dulu perangkat hukum, infrastruktur dan sumber daya manusianya. Jika siap bisa untuk Pilkada tahap berikutnya,” ujar Baidowi.
Komisi Pemilihan Umum (KPU) serius mempertimbangkan rencana penerepan rekapitulasi suara elektronik (e-Rekap) pada pelaksanaan Pilkada serentak 2020. KPU akan membawa wacana itu ke DPR.
“Kami hari Senin, 8 Juli 2019 akan rapat dengar pendapat (RDP) dengan Komisi II DPR RI. Kami akan menyampaikan Situng (Sistem Informasi Penghitungan Suara) sebagai hasil resmi,” kata Komisioner KPU, Viryan Azis, di Hotel Mercure, Cikini, Jakarta Pusat, Jumat, 5 Juli 2019.
Editor : ST2