JAKARTA – Presiden Joko Widodo berterima kasih kepada Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan Novel Baswedan yang sudah menyelesaikan tugasnya.
Sebagai mana diberitakan KOMPAS.com, Jokowi pun memberi waktu tiga bulan bagi Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian agar jajarannya bisa menindaklanjuti temuan TGPF itu.
“Ya, pertama saya ucapkan terima kasih tim pencari fakta sudah menyampaikan hasilnya dan hasil itu kan mesti ditindak lanjuti lagi oleh Tim Teknis untuk menyasar pada dugaan-dugaan yang ada,” kata Jokowi, di Istana Negara, Jakarta, Jumat (19/7/2019).

Jokowi menyebut Kapolri sudah meminta waktu enam bulan bagi tim teknis yang dipimpin Kabareskrim Komjen Pol Idham Aziz, untuk menindaklanjuti temuan TGPF itu. Namun, Jokowi menilai waktu enam bulan yang diminta itu terlalu lama.
“Oleh sebab itu, kalau Kapolri kemarin sampaikan meminta waktu enam bulan, saya sampaikan tiga bulan tim teknis ini harus bisa menyelesaikan apa yang kemarin disampaikan (TGPF),” kata Jokowi.
Namun, Jokowi enggan berandai-andai apakah ia akan membentuk tim independen jika dalam waktu tiga bulan ke depan penyerang Novel belum juga terungkap. Sebelumnya, desakan agar Jokowi membentuk tim ini disuarakan oleh pihak Novel hingga para aktivis antikorupsi.
“Saya beri waktu tiga bulan, saya lihat nanti setelah tiga bulan hasilnya kayak apa,” kata Jokowi.
TGPF telah menyelesaikan masa kerjanya selama enam bulan yang berakhir pada 8 Juli 2019. Dalam konferensi pers beberapa hari lalu, TGPF belum juga berhasil menemukan titik terang pelaku penyerang Novel.
TGPF kemudian merekomendasikan Polri membentuk tim teknis lapangan yang bertugas mengungkap kasus penyerangan Novel.
Sementara itu, pada Rabu (17/7/2019), Tim Gabungan Pencari Fakta (TGPF) kasus penyerangan terhadap Novel Baswedan, mengungkapkan hasil investigasi. Tim yang telah bekerja selama 6 bulan tersebut sudah menyerahkan laporan hasil investigasi kepada Kapolri Jenderal (Pol) Tito Karnavian pada 9 Juli 2019.
Setelah dipelajari Tito, tim mengungkapkan hasilnya kepada publik dalam sebuah konferensi pers di Mabes Polri, Rabu (17/7/2019). Tim mengungkapkan perihal zat kimia yang digunakan hingga adanya dugaan penggunaan kekerasan yang berlebihan oleh Novel sehingga terjadi penyerangan.
Akan tetapi, hasil investigasi TGPF belum juga menemukan titik terang. Sebab, kekerasan dan teror terhadap Novel Baswedan yang terjadi lebih dari dua tahun lalu ini belum juga diketahui pelaku dan dalang di baliknya. Saat mengumumkan hasil investigasi, terdapat sejumlah poin penting yang diperlihatkan TGPF.
Berikut paparannya: 1. Kejanggalan sebelum kejadian penyerangan terhadap Novel Baswedan dilakukan pada 11 April 2017. TGPF kemudian menemukan ada keanehan yang terjadi pada 5 April 2017, dan 10 April 2017.
“Pada 5 April 2017 ada satu orang tidak dikenal yang mendatangi rumah Novel Baswedan,” kata Anggota TGPF Novel Baswedan, Nurkholis, dalam konferensi pers. “Pada 10 April 2017 ada dua orang tidak dikenal yang berbeda waktu, yang diduga berhubungan dengan peristiwa penyerangan pada 11 April 2017,” ujar dia.
Hasil investigasi TGPF ini berdasarkan reka ulang tempat kejadian perkara dan analisis rekaman kamera CCTV. TGPF juga mendapatkan bantuan dari Australia Federal Police dalam kasus ini.
- Zat kimia Berdasarkan hasil penyelidikan tim, zat kimia yang digunakan untuk menyiram wajah Novel ialah asam sulfat (H2S04). Menurut Nurkholis, zat tersebut berkadar larut dan tidak pekat sehingga tidak mengakibatkan luka berat permanen pada wajah Novel.
“Dan baju gamis korban tidak mengalami kerusakan dan penyiraman itu tidak mengakibatkan kematian,” kata Nurkholis dalam jumpa pers.
- Niat menyengsarakan. TGPF menyebutkan bahwa penyerangan itu dilakukan tidak dengan maksud membunuh, tapi membuat Novel menderita.
“Ada probabilitas bahwa serangan terhadap wajah korban bukan dimaksudkan untuk membunuh, tapi membuat korban menderita,” ujar Nurkholis. Menurut TGPF, kesimpulan ini berdasarkan zat kimia yang digunakan, yang memang tidak membahayakan jiwa atau menimbulkan luka permanen.
- Soroti Novel. TGPF menduga bahwa penyerangan yang dialami Novel diduga akibat penggunaan kekuasaan yang berlebihan atau excessive use of power oleh Novel saat menjalankan tugas.
Anggota TGPF, Hendardi, mengatakan bahwa hal itu diduga memicu pihak yang sakit hati terhadap Novel dan melakukan serangan terhadap penyidik KPK tersebut.
“Itu dari pihak Novel. Artinya Novel dan petugas KPK sering kali, di dalam pemeriksaan kami terhadap beberapa saksi, menunjukkan penggunaan kekuasaan yang berlebihan,” ujar Hendardi, ketika dihubungi Kompas.com, Rabu.
“Kami konklusinya adalah ini merupakan hal yang bisa menyebabkan orang sakit hati, atau dengan sakit hati, sehingga dia melakukan sesuatu untuk memberi pelajaran atau juga untuk membalas sakit hatinya itu,” kata dia lagi.
- Enam kasus high profile Menurut TGPF, terdapat enam kasus high profile dalam penanganan Novel yang diduga bisa menimbulkan serangan balik. Kasus high profile itu terdiri dari kasus dugaan korupsi kartu tanda penduduk elektronik (e-KTP), kasus mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar, kasus mantan Sekjen MA Nurhadi, kasus korupsi mantan Bupati Buol Amran Batalipu, dan kasus korupsi Wisma Atlet.
Sementara itu, satu kasus lain tidak ditangani Novel sebagai penyidik KPK tetapi tidak tertutup kemungkinan adanya keterkaitan dengan penyerangan terhadap Novel. Kasus yang dimaksud ialah penembakan pelaku pencurian sarang burung walet di Bengkulu pada 2004.
Novel ditetapkan sebagai tersangka dugaan penganiayaan terhadap pencuri sarang burung walet saat ia masih bertugas di Polri. TGPF pun merekomendasikan Kapolri untuk melakukan pendalaman terhadap sekurang-kurangnya enam kasus high profile tersebut.
“TGPF meyakini kasus tersebut berpotensi menimbulkan serangan balik, atau balas dendam karena adanya dugaan penggunaan kewenangan berlebihan,” ujar Nurkholis.
- Polri bentuk tim teknis lapangan. Menindaklanjuti laporan tersebut, Kapolri akan membentuk tim teknis lapangan, masih dengan tugas yang sama, yaitu mengungkap kasus tersebut.
Menurut Kepala Divisi Humas Polri Irjen Muhammad Iqbal, tim teknis lapangan ini akan bekerja paling lambat dalam enam bulan dan bisa diperpanjang masa kerjanya. Tim ini akan dipimpin Kepala Bareskrim Polri Komisaris Jenderal Idham Azis.
“Kalau dalam satu bulan setelah konpres ini bisa mengungkap, alhamdulillah. Ini tim terbaik yang dipimpin Pak Kabareskrim,” kata Iqbal, dalam kesempatan yang sama.
Anggota tim akan dipilih langsung oleh Idham. Tim teknis akan melibatkan anggota dengan berbagai kemampuan, misalnya tim interogator, surveillance, Inafis, hingga Densus 88 Antiteror.
Editor : Amran