PALEMBANGN – Memutuskan pensiun dini dari status Pegawai Negeri Sipil (PNS), dengan pangkat terakhir golongan 4C, tidak membuat Aspar Muchtar (52), hanya berpangku tangan, dan menikmati masa pensiunnya.
Mantan Aparatur Sipil Negara (ASN) di Pemerintahan Kabupaten Ogan Ilir (OI) ini malah terlecut untuk terus produktif bekerja dan memilih menjadi petani limau (jeruk nipis) di lahan milik keluarganya di Kelurahan Timbangan, Kecamatan Indralaya Utara.
Ditemui di kebun jeruk nipisnya yang memiliki luas 1 hektar, Aspar, tampak asyik memeriksa tanaman jeruk nipisnya.
Ia sibuk mencermati buah jeruk yang berukuran kecil, termasuk bunga buah jeruk untuk memeriksa perkembangannya.
Sementara sejumlah ibu-ibu terlihat memetik buah jeruk yang siap panen, lalu dimasukkan ke dalam ember.
Jika ember penuh, buah jeruk itu lalu dipindahkan ke dalam sebuah karung, untuk selanjutnya di jual ke pengepul, lalu didistribusikan ke berbagai daerah di luar Provinsi Sumsel, seperti Jakarta dan Jawa Barat.
Ketika ditanya alasan memutuskan pensiun dini dari PNS dan beralih menjadi petani jeruk nipis, Aspar mengatakan jika ia hanya ingin berwirausaha.
“Dan usaha yang saya pilih adalah bertani jeruk nipis,” katanya mengawali pembicaraan dengan TribunSumsel.com.
Dilanjutkannya, alasan bapak enam anak ini memilih buah jeruk nipis karena peminat buah satu ini sangat banyak. Selain itu, tanaman jeruk nipis relatif kuat terhadap hama penyakit sehingga perawataannya tidak sulit.
Menurut Aspar, ada dua lokasi kebun jeruk nipis yang saat ini dikelolanya. Selain di Kelurahan Timbangan, ada juga kebun jeruk nipis di Desa Seribandung, Kecamatan Tanjung Batu seluas 3 hektar.
Aspar menuturkan, dari satu hektar kebun jeruk nipisnya itu bisa menghasilkan 10 karung atau 600 kilo gram jeruk nipis setiap panen dua minggu sekali.
“Jeruk yang sudah dikemas dalam karung, itu nantinya akan diambil oleh pengepul dan dibeli dengan harga Rp 3.000 perkilo gram,” ujarnya.
Dengan harga yang dipatok tersebut, Aspar mengaku bisa mendapatkan pemasukan sebesar Rp 1.800.000 setiap panen atau Rp 3.600.000 perbulannya.
Meski penghasilan dari kebun jeruk nipisnya belum terlalu besar, Aspar mengaku bahagia dan menikmati hidupnya sekarang sebagai petani.
Yang lebih membahagiakan lagi, ia mengaku dapat memberi pekerjaan kepada warga sekitar kebun, yaitu ibu-ibu pemetik buah jeruk.
“Memang penghasilan secara materi belum terlalu besar karena lahan belum terlalu luas. Namun saya senang dan bahagia karena bisa membantu menambah penghasilan warga sekitar terutama ibu-ibu yang jadi pemetik buah,” katanya bangga.
Adapun kendala yang dihadapi saat ini, menurut Aspar adalah musim kemarau, sebab tanaman jeruk membutuhkan air untuk menumbuhkan bunga bakal buah. Untuk mengatasinya, Aspar menggali sumur di kebunnya untuk sumber air menyiram tanaman.
Meski di saat musim kemarau, Aspar mengaku ada berkah tersendiri, yakni harga jeruk nipisnya sempat naik mencapai Rp 6000 perkilogram atau naik dua kali lipat.
“Sebab saat ini banyak kebun jeruk petani lain yang tidak berbuah, sementara buah jeruk di sini masih bisa panen,” bebernya seraya tersenyum.
Aspar menambahkan, tanah di Kabupaten OI secara umum, sangat cocok untuk bertanam jeruk nipis. Bahkan menurutnya, Kabupaten OI memiliki potensi menjadi sentra kebun jeruk nipis.
Ia pun menyarankan agar pemerintah agar dapat menjadikan Kabupaten OI sentra tanaman jeruk nipis di Provinsi Sumsel.
“Saya sudah buktikan sendiri, tanah lahan pertanian kita bagus. Kalau kita dapat mengelola tanaman jeruk dengan baik, bukan tidak mungkin Ogan Ilir jadi pusat buah jeruk dan bisa menghasilkan pendapatan bagi daerah,” tutupnya.
Editor: Amran