JAKARTA – Menteri Keuangan Sri Mulyani mencabut usaha Pusat Logistik Berikat (PLB) Bahan Bakar Minyak (BBM) PT Mitra Bandar Samudra (PTMBS) Kepulauan Riau (Kepri).
Dikutip dari katadata.co.id, pencabutan izin usaha PLB BBM PTMBS disebabkan melanggar aturan bea cukai dan perpajakan. Total ada lima izin PLB di Indonesia, yang dicabut Kemenkeu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mencabut lima izin usaha Pusat Logistik Berikat (PLB) tersebut sepanjang tahun ini. Izin PLB dicabut lantaran melanggar ketentuan kepabeanan dan cukai, hingga ketidakpatuhan perpajakan.
Beberapa pelanggaran bea dan cukai seperti ketidakpatuhan berupa eksistensi PLB yang meragukan, tidak membongkar (stripping) barang, IT inventory, hingga penggunaan CCTV. Dari sisi pajak, PLB tidak patuh menyampaikan Surat Pemberitahuan Tahunan (SPT) untuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan Pajak Penghasilan (PPh).
Ada juga PLB yang tidak ada kegiatan selama satu tahun yang langsung dicabut izinnya. Sedangkan PLB yang tidak memiliki kegiatan selama enam bulan berturut-turut bakal dibekukan izinnya. Sejauh ini ada tiga izin PLB yang dibekukan sementara. Dengan begitu, terdapat PLN yang mendapatkan sanksi.
“Satu PLB merupakan industri tekstil dan produk tekstil (TPT) dan tujuh non TPT,” kata Sri Mulyani di Kantor Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Senin (14/10).
Secara rinci, PLB yang telah dicabut izinnya meliputi PLB industri pertambangan milik PT Adhiraksa Tama di Kalimantan Timur, PLB BBM milik PT Mitra Bandar Samudra di Kepulauan Riau, PLB bahan peledak milik PT Emprawi di Kalimantan Timur, PLB industri makanan dan minuman milik PT Kamadjaja Logistics di Jawa Barat, dan PLB kapas milik PT Indo Cafco di Jawa Barat.
Sedangkan tiga PLB yang telah dibekukan izinnya merupakan jenis PLB yang mendukung industri pertambangan. PLB tersebut milik PT Taruna Bina Sarana di Banten, PT Eastern Logistics di Jawa Timur, dan PT Schlumberger Geoophysics di Jakarta.
Guna memperketat pengawasan, Sri Mulyani akan merevisi Peraturan Direktorat Jenderal Bea dan Cukai (PER 02-03/BC/2018) tentang PLB. Revisi ditargetkan selesai pada pekan ini. Perubahan aturan tersebut meliputi pemeriksaaan fisik dan dokumen atas importasi melalui PLB berdasarkan manajemen risiko.
Selain itu, pemeriksaan berdasarkan nota hasil intelijen (NHI) dapat dilakukan sewaktu-waktu. Pemerintah juga bakal menerapkan risk engine pemeriksaan fisik pada importasi melalui PLB, seperti importasi melalui pelabuhan.
Selain itu, persyaratan profil risiko bagi importir yang melalui PLB hanya untuk barang low risk khusus seperti komoditi TPT. Poin lainnya, Sri Mulyani akan mewajibkan petugas bea dan cukai untuk menguji eksistensi entitas yang mengimpor barang melalui PLB.
Selain itu, akan ada pemberian akses IT inventory dan CCTV dari PLB kepada kantor pusat Direktorat Jenderal Pajak dan Kantor Pelayanan Pajak (KPP). Direktur Jenderal Bea dan Cukai Heru Pambudi menambahkan, pihaknya juga bakal membuat sistem otomatis terhadap data kode HS pada BC 1.6 dan BC 2.8. BC 1.6 merupakan pemberitahuan pabean pemasukan barang impor untuk ditimbun di PLB.
Sedangkan BC 2.8 merupakan pemberitahuan untuk pengeluaran barang dari PLB. Dijelaskan, data BC 1.6 dan 2.8 dikunci dengan automasi. Data BC 2.8 tidak akan keluar kalau tidak match dengan BC 1.6.
Redkasi / Editor: Amran