Sumatratimes.com – Kata BoBa sudah tak asing didengar masyarakat Indonesia. Terutama bagi kalangan muda, mulai dari generasi millennial hingga generasi Z.
Boba atau bubble yang merupakan topping dalam berbagai macam minuman, mulai dari milk tea, thai tea, minuman rasa coklat, dan sebagainya tengah menjadi incaran anak muda.
Apalagi, penjual minuman boba tengah marak. Jumlahnya terus bertambah pesat seolah mereka membelah diri kayak amuba.
Di pusat perbelanjaan, di wilayah perkantoran, di pinggir-pinggir jalan, banyak sekali pelaku bisnis boba menjajakan minumannya dengan berbagai macam rasa yang dikemas dengan merek yang unik dan ciamik.
Selain itu, ternyata minuman boba ini bisa jadi ladang bisnis yang menjanjikan.
Maraknya bisnis minuman boba di Indonesia juga menjadi salah satu contoh bahwa bisnis boba cukup menjanjikan. Apalagi secara industri, bisnis makanan dan minuman masih merupakan usaha yang menguntungkan.
Pengamat ekonomi dan bisnis Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad heri menjelaskan, pertumbuhan industri makanan dan minuman di Indonesia setiap tahunnya meningkat di atas 7-8 persen.
Sedangkan, untuk industri minuman sendiri, menurut Henri pertumbuhannya bisa lebih tinggi, dengan persentase dua digit.
Lalu, bagaimana dengan pertumbuhan bisnis boba ini menurut pemainnya sendiri?
Menjawab hal tersebut, Founder and CEO Kokumi, Jacqueline Karina mengatakan, persentase pertumbuhan bisnis minumannya yang ia geluti sejak tahun 2018 ini cukup signifikan. Bahkan, ia mengungkapkan, pertumbuhannya di atas 1.000 persen.
“Persentase pertumbuhan bisnis sejak 2018 sampai sekarang di atas 1.000 persen based on numbers,” ungkap Jacqueline kepada detikcom.
Kokumi sendiri kini sudah memiliki 18 gerai yang tersebar di seluruh Indonesia. Selain itu, hingga Desember 2019, Kokumi akan membuka 12 gerai baru, sehingga secara total Kokumi akan memiliki 30 gerai di Indonesia.
Jacqueline menuturkan, satu gerai Kokumi dapat menjual 30.000 bahkan hingga 90.000 gelas minuman per bulannya. Jika dihitung per harinya, Kokumi bisa menjual sekitar 1.000-3.000 gelas dari 1 gerai. Sehingga, bisnisnya ini menunjukkan pertumbuhan yang sangat baik.
“Penjualan kami rata-rata satu gerainya 30.000-90.000 cups per bulan,” ujar dia.
Selain Kokumi, salah satu pemain bisnis boba di Indonesia, yakni Kamutea Indonesia juga menunjukkan perkembangan yang cukup pesat. Sejak 2017 hingga saat ini, Kamutea Indonesia sudah membuka 12 gerai yang tersebar di wilayah Jabodetabek, dan hingga akhir tahun ini Kamutea juga akan membuka 17 gerai baru.
“So far sekarang kita sudah ada 12 outlet. Target sampai akhir tahun ini yang upcoming kita akan buka 17 outlet,” jelas General Manager Kamutea Indonesia, Ronald Layandi, ketika ditemui detikcom beberapa waktu lalu, di Jakarta.
Ronald mengatakan, saat ini bisnis minuman bobanya tersebut menunjukkan pertumbuhan yang positif. Itulah mengapa Kamutea Indonesia yang merupakan anak usaha dari PT Kamu Boga Jaya itu akan membuka gerai-gerai baru lagi.
“Kalau nggak menjanjikan pasti kita nggak membuka konsep tersebut. Saya sendiri di dunia FnB bisnis lain ada Indonesian food resto dan asian food resto. Kalau dibandingkan dengan beverage ini, in general pastinya kenapa kita buka lebih banyak secara business perprektif kita melihat pastinya lebih menguntungkan,” paparnya.
Dalam satu bulan, penjualan rata-rata satu gerai Kamutea juga menggiurkan. Ronald mengatakan, dalam satu bulan, satu gerai Kamutea bisa menjual sekitar 10.000 gelas minuman.
Namun, untuk gerai-gerai Kamutea di pusat perbelanjaan bisa memperoleh angka penjualan 30-40 persen lebih tinggi dibandingkan angka tersebut, artinya penjualan gerai Kamutea di pusat perbelanjaan satu bulan sebanyak 13.000-14.000 gelas.
Perlu diketahui, Kamutea sendiri menjual produk minuman bobanya dengan harga Rp 33.000-35.000.
Bisnis minuman dengan topping bubble atau minuman boba belakangan ini semakin marak. Pemainnya terus bermunculan di mana-mana layaknya amuba yang hidup di berbagai habitat.
Lantas, apa yang membuat bisnis boba eksis di masa kini?
Pengamat ekonomi dan bisnis Indef, Ahmad Heri mengatakan, permintaan masyarakat yang terus meningkat akan minuman praktis dan lebih sedikit mengandung bahan pengawet menjadi salah satu alasan mengapa minuman boba eksis.
“Pertama ini kan terkait dengan permintaan yang terus meningkat. Perilaku masyarakat sekarang ingin minuman yang praktis tapi dianggap masih segar dan tak berpengawet. Beda kalau kita beli minuman instan dalam kemasan yang dikhawatirkan ada bahan pengawet. Kalau minuman-minuman boba itu relatif yang masih fresh, dibuat pada saat itu,” terang Heri ketika dihubungi detikcom, Jumat (25/10/2019).
Lalu, minuman boba untuk kalangan muda masa kini cukup terjangkau. Selain itu, sejumlah merchant minuman boba juga gencar memberi penawaran menarik. Penawaran tersebut diberikan bekerja sama dengan sejumlah platform pembayaran digital.
Menambahkan pendapat di atas, General Manager Kamutea Indonesia, Ronald Layandi menuturkan, pemain bisnis boba masa kini memiliki kemampuan inovasi yang luar biasa. Inovasi itu diikuti para pemain berdasarkan tren di kalangan anak muda.
Selain itu, menurut Ronald, daya beli generasi milenial dan generasi Z yang merupakan pelanggan setia minuman boba juga membaik. Sehingga, mereka tak keberatan mengkonsumsi minuman boba beberapa kali.
“Kita melihat sekarang ini generasi milenial dan Z mereka secara lifestyle dan spending power cukup bagus,” ujar dia.
Tak hanya itu, menurut Founder and CEO Kokumi, Jacqueline Karina, boba yang berasal dari kebudayaan Taiwan itu cocok dengan lidah masyarakat Indonesia. Menurutnya, ketika seseorang mengkonsumsi boba maka ia akan merasa senang karena boba memiliki ciri khas yang enak dan kenyal.
“Boba itu salah satu yang bikin happy. Boba itu tren yang didatangkan dari Taiwan. Boba itu aslinya dari Taiwan, tapi orang Indonesia suka. Karena chewy dan rasanya manis, empuk,” pungkas Jacqueline.
Bisnis minuman boba kembali menjamur di Indonesia. Minuman yang digandrungi kawula muda ini bisa jadi bisnis yang menjanjikan, atau malah sebaliknya?
Pengamat ekonomi dan bisnis Indef, Ahmad Heri mengatakan, bisnis minuman boba juga merupakan sektor yang berkembang pesat karena booming di Indonesia. Namun, menurutnya akan terjadi seleksi alam, atau akan ada eliminasi dari pelaku bisnis boba di tengah persaingan yang ketat.
“Nanti sampai seberapa banyak bisnis minuman ini akan terus meningkat dan itu ada titik di mana dia optimum. Ketika dia meningkat terus-terusan akan terjadi seleksi alam, akan terjadi persaingan. Memang ini sedang booming dan jangan sampai nanti menjadi bubble, banyak yang buka tapi banyak juga yang tumbang,” kata Heri kepada detikcom, Jumat (25/10/2019).
Menurut Heri, seorang pelaku bisnis boba harus mengedepankan kualitas dan ciri khas. Sebab, seorang pelanggan akan lebih mudah dan cepat membeli kembali suatu merek boba yang disukainya jika memiliki ciri khas dan mudah diingat.
Sejalan dengan pendapat tersebut, CEO and Founder Jacqueline Karina menuturkan, persaingan tentunya ada dalam setiap bisnis. Namun, persaingan itu tak perlu dikhawatirkan jika suatu produk memiliki jati diri atau ciri khas.
“Zaman sekarang yang paling penting ada soul. Jadi personality-nya ada nggak di minuman itu? Apakah ini hanya sekadar jual minuman tapi tak ada added value atau memang ada personality? Brand itu perlu memiliki personality, memiliki soul. Nah itu yang dicari oleh milenial dan gen Z sekarang. Karena sekarang ini kita bukan hanya membeli produk tapi juga ingin mengetahui story-nya,” terang Jacqueline.
Menambahkan pendapat di atas, General Manager Kamutea Indonesia, Ronald Layandi mengatakan, sebuah merek minuman boba harus bisa melakukan inovasi terus-menerus. Meski begitu, seorang pebisnis minuman boba harus punya produk jagoan agar diingat oleh pelanggan.
“Kalau ditanya kenapa bisa lebih survive dibandingkan jenis lain, balik lagi Kompetisi itu kita selalu menganggap sebagai pikiran positif jadi akan ada inovasi dan memperluas pasar. Dengan perluasan pasar dan inovasi tersebut masing-masing brand, saya rasa orang akan kenal dan selalu ingat,” tuturnya. (sumber: Detikfinance)
Redaksi : Amran