Sumatratimes.com — Musyawarah Tahunan Anggota (MTA) XX Himpunan Pelajar Mahasiswa Riau (HIPEMARI) yang dilaksanakan pada Sabtu, 9 November 2019, di Ruang Rapat HIPEMARI Jakarta, di Jalan Moh Kahfi II diwarnai aksi kericuhan.
Hal tersebut terjadi beberapa kali, berawal saat proses registrasi terjadi. Diindikasi terjadi ketidak netralan Panitia Acara kepada beberapa Peserta MTA. Dimana Panitia Acara memberitahukan penutupan registrasi pada pukul 12.00 WIB.
Akan tetapi baru dikabarkan dan disosialisasikan Panitia pada hari H pukul 10.47 WIB, atau berselang 1 jam 12 Menit sebelum pembukaan MTA dimulai. Hal ini memberikan kekecewaan kepada Pelajar dan Mahasiswa Riau di Jakarta, karena kehilangan hak memilihnya.
“Panitia hanya mengirim undangan, tanpa ada roundown acara. Didalam undangan tertulis “pada pukul 09.00 WIB s/d selesai”. Tidak dijelaskan mengenai prosedur kehilangan hak memilih apabila tidak registrasi sebelum pukul 12.00 WIB. Jika ini sesuatu yang sangat penting seharusnya panitia melampirkan roundown acara pada undangan dan mensosialisasikan kepada tiap-tiap promodial,” ucap salah seorang peserta sidang.
Kondisi ini jelasnya jelas bersifat tidak netral, karena info ini hanya diketahui oleh segelintir panitia dan kelompok petahana saja. “Sehingga menguntungkan salah satu calon, ” ujarnya lagi.
Keributan terjadi kembali, ketika ketidak netralan panitia kembali terlihat disaat peraturan registrasi ini dibahas di forum dan diketuai pimpinan sidang sementara mengabaikan opsi voting terhadap seluruh peserta sidang. Sehingga peraturan registrasi yang dibuat mendadak ini dilegalkan.
Hingga malam harinya pukul 22.14 WIB keributan mencapai puncak, dimana oendukung dari Ketua Demisoner (RB) melakukan kekacauan di forum dengan menggeruduk meja pimpinan sidang, dan mengintervensi, serta memakasa pimpinan sidang untuk mencabut keputusan.
Ditolaknya Lpj Pengurus 2017/2018.
Laporan Pertanggungjawaban (Lpj) Pengurus HIPEMARI 2017/2018 yang telah disepakti dan ditandatangani konsideran dianggap mencederai kesucian dari sidang, dan menunjukkan kurangnya moral dalam etika persidangan.
“Sangat disayangkan dii MTA ini banyak terjadi kerusuhan dan kecurangan yang diperlihatkan secara gamblang, dan saya juga merasa prihatin. Seharusnya Ketua Demisioner bisa menyejukkan suasana bukan malah sebaliknya memicu kerusuhan. Ini akan tercatat sebagai MTA paling memalukan dalam sejarah HIPEMARI,” ucap Hafiz, peserta sidang lainnya.
Fitri, mahasiswi dari Bengkalis, bertanya bagaimana mungkin bisa menerima LPJ seperti ini. HIPEMARI yang sekelas organisasi besar, ternyata laporan keuangan selama 2 tahun, hanya berupa selembar kertas dengan angka yang tidak jelas.
“Tdak disampaikan rincian. Saya heran massa yang berbuat kerusuhan dan memaksa untuk menerima Lpj ini atas dasar apa untuk di perjuangkan,“ pungkas Fitri.
Diakhir perhelatan MTA XX HIPEMARI, mahasiswa Rokan Hilir, Bengkalis, dan Meranti memutuskan untuk walk out (WO) dari forum kerena menilai MTA sudah tidak relevan dan beretika dengan ketidak netralan panitia yang ditampilkan, serta pimpinan sidang terpaksa mengabulkan intervensi yang dilakukan oleh massa yang berbuat kerusuhan dengan mencabut PK “DITOLAKNYA LPJ PENGURUS 2017/2018”.
“Forum MTA ini sebagai pemaksaan kehendak suatu kelompok,” pungkas peserta dari Rohil, Bengkalis dan Meranti. (hendri)
Redaksi: Amran