Sumatratimes.com – Jurnalis dari kantor berita Reuters dan Associated Press (AP) memenangkan penghargaan bergengsi Pulitzer Prize hari Senin (15/4). Harian New York Times dan Washington Post juga masing-masing memenangkan dua penghargaan.Tema yang jadi sorotan antara lain peristiwa pembantaian Rohingya di Myanmar, investigasi tentang kampanye Donald Trump, masalah pengungsi dan migran gelap di perbatasan dan penembakan massal di Amerika Serikat.
Reuters memenangkan penghargaan untuk pemberitaan internasional dan AP untuk pemberitaan tentang perang di Yaman.
Laporan investigatif Reuters yang mendapat penghargaan antara lain mengenai pembantaian 10 warga Rohingya di desa Inn Din di zona konflik Rakhine di Myanmar.
Dua jurnalis yang mendapat penghargaan itu, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo (foto artikel), sekarang di penjara di Myanmar karena mengungkapkan kasus itu.
“Tentu kami puas karena pekerjaan kami dihargai namun perhatian publik harus lebih difokuskan pada (nasib) orang-orang yang kami beritakan, dalam hal ini warga Rohingya dan para migran Amerika Tengah,” kata Pemimpin Redaksi Reuters Stephen J. Adler.
Dua wartawan muda Reuters, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo, keduanya warga Myanmar, menemukan kuburan massal yang penuh dengan tulang belulang. Mereka lalu mengumpulkan kesaksian para keluarga korban, saksi dan pelaku kejahatan itu.
Dua foto mereka menunjukkan 10 pria Rohingya yang sedang terikat dan berlutut, foto ketiga menunjukkan mayat-mayat 10 pria itu yang telah dimutilasi dan penuh peluru di kuburan massal yang dangkal.
Desember 2017, sebelum Wa Lone dan Kyaw Soe Oo menyelesaikan investigasi mereka, keduanya ditangkap aparat Myanmar. Laporan “Pembantaian di Myanmar” itu kemudian diselesaikan oleh koleganya Simon Lewis dan Antoni Slodkowski dan diterbitkan pada Februari 2018.
Bulan September lalu, Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dijatuhi hukuman tujuh tahun penjara dengan dakwaan Undang-Undang Kerahasiaan Negara.
“Saya senang Wa Lone dan Kyaw Soe Oo dan rekan-rekan mereka mendapat penghargaan untuk liputan mereka yang luar biasa, berani, dan sangat menyentuh… Namun saya tetap sangat tertekan, bahwa reporter kami Wa Lone dan Kyaw Soe Oo masih berada di balik jeruji besi,” kata Stephen J. Adler. (sumber: