SUMATRATIMES.COM – Sepanjang 2019, pasok kamar hotel di daerah luar Jakarta mengalami kenaikan 1,5 persen dengan kontributor terbanyak datang dari hotel-hotel di Bali, Bandung dan Surabaya.
Selain itu, beberapa kota lainnya juga menyumbang pasokan seperti Medan, Semarang, dan Balikpapan.
Laporan Coldwell Banker Commercial menyatakan bahwa berdasarkan kelasnya, pasok hotel baru yang mulai beroperasi sepanjang Januari hingga September 2019 terdiri atas hotel bintang tiga sebanyak 48,6 persen, bintang empat 23,0 persen, dan bintang lima 28,4 persen.
Sepanjang tahun ini Bali mendapat tambahan suplai sekitar 23.000 meter persegi, disusul Bandung sekitar 14.000 meter persegi, dan Surabaya sebanyak sekitar 12.000 meter persegi.
“Dari jumlah hotel yang ada, rata-rata tingkat huniannya mencapai 65,5 persen pada akhir kuartal III/2019. Selain itu tingkat penyerapannya untuk sektor perhotelan mengalami penurunan 2 persen hingga 8,6 persen sepanjang 2019 berjalan,” ungkap Dani Indra Bhatara, Vice President Coldwell Banker melalui laporan resmi, dikutip Bisnis Minggu (27/10).
Dani menyebutkan, penurunan aktivitas meetings, incentive, conference, exhibition (MICE) dan perjalanan bisnis menjadi penyebab turunnya tingkat okupansi hotel sepanjang 2019 berjalan. Selain itu, harga tiket yang masih tinggi juga menekan okupansi hotel, terutama di luar Pulau Jawa.
Sementara itu, hotel di Pulau Jawa masih menunjukkan tingkat hunian yang baik. Hal itu terbukti pada permintaan di kota besar seperti Semarang dan Bandung yang masih lebih baik dibandingkan dengan di kota lain.
“Ini salah satunya juga karena ada Trans Jawa, di sini [Pulau Jawa], orang masih bisa beralih dari naik pesawat jadi naik transportasi darat, lewat tol atau naik kereta api,” sambungnya.
Selanjutnya, beberapa kota di luar Jawa seperti di Makassar, Medan, dan Balikpapan mengalami penurunan permintaan sehubungan dengan mahalnya tiket pesawat dan penurunan kegiatan MICE dari Jakarta.
Adapun, isu politik juga berpengaruh pada tingkat keterisian hotel di seluruh Indonesia. Pada awal masa kampanye, cukup memberikan dorongan pada pertumbuhan tingkat okupansi, namun setelahnya berubah mengalami penurunan lantaran banyak kegiatan MICE yang tertunda.
“Salah satu penyebab tertundanya kegiatan MICE itu karena ada demo itu dan kerusuhan, pejabat-pejabat dan perusahaan banyak yang menunda dan menunggu kondisi kembali kondusif terlebih dulu,” sambung Dani.
Kemudian, dari sisi pariwisata, permintaan hotel di Bali masih mendapatkan keuntungan tertinggi baik dari kunjungan wisatawan lokal maupun dari mancanegara.
“Bencana erupsi Gunung Agung sudah tidak terlalu mempengaruhi permintaan. Justru, adanya demo di Jakarta malah ikut menjadi penyebab turunnya okupansi hotel di Bali. Orang luar negeri taunya Indonesia ya Bali, jadi dengar ada demo di Jakarta takut, padahal di Bali tidak ada apa-apa,” imbuh Dani.
Dengan turunnya tingkat serapan, tarif kamar hotel mengalami penurunan antara 1,55 sampai 9,6 persen. Namun, untuk beberapa kota yang masih bisa diakses dari Jakarta menggunakan kereta api atau transportasi darat lainnya tidak mengalami penurunan.
“Bahkan Semarang dan Bandung mengalami kenaikan tarif kamar sekitar 3,8 persen – 7,5 persen dibandingkan dengan tahun lalu,” jelasnya. (sumber: bisnis.com)
Redaksi : Amran