SumatraTimes.co.id – Umar Islam di berbagai penjuru dunia, khususnya minoritas seakan tiada habis-habisnya diterpa nestapa.
Sebagaimana yang belum lama ini terjadi di India. Korban tewas akibat bentrokan antara umat Hindu dan Islam di New Delhi, India terus bertambah hingga 38 orang. Lebih dari 200 orang mengalami luka-luka.
Dikutip dari AFP, berdasarkan data Kamis malam, (27/2), 34 orang tewas tercatat di Rumah Sakit Guru Teg Bahadur (BTB). Direktur Rumah Sakit BTB Sunil Kumar mengatakan semua korban tewas mengalami luka tembak.
Bentrokan mulai pecah pada Minggu malam. Kedua belah pihak saling serang menggunakan batu dan benda lain, serta merusak bangunan dan kendaraan. Selain korban tewas, kerusakan juga terjadi di penjuru kota. Rumah, toko, masjid, sekolah, toko ban, dan satu pom bensin menjadi sasaran pembakaran (CNNindonesia.com, 28/02/2020).
Semua berawal sejak dua bulan lalu ketika Perdana Menteri Narendra Modi meloloskan Undang-Undang (UU) Anti Muslim atau UU Amandemen Warga Negara atau Citizenship Amendment Bill (CAB). Tak ayal, UU ini menjadi kontroversi di publik, khususnya warga India.
Bahkan, sejumlah aktris Bollywood ramai-ramai menyuarakan protes terhadap UU CAB, yang dianggap anti-Muslim. UU CAB salah satunya berisi soal kemungkinan para imigran ilegal dari Afghanistan, Bangladesh dan Pakistan untuk mendapatkan kewarganegaraan, terkecuali mereka yang beragama Islam, demikian sebagaimana diberitakan BBC.
Di bawah UU ini, umat Islam di India juga akan wajib untuk membuktikan bahwa mereka memang adalah warga negara India. Sehingga ada kemungkinan warga Islam di India justru akan kehilangan kewarganegaraan tanpa alasan (Tirto.id, 28/02/2020).
Entah mengapa dunia seolah bisu, jika yang mengalami diskriminasi, seperti penindasan hingga hilangnya nyawa berasal dari Umar Islam? Lantas dimanakah mereka yang senantiasa berkoar-koar atas nama HAM? Kalau seperti itu, masih adakah HAM untuk umat Islam?
Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) pun seakan tak memiliki andil dalam menyelesaikan permasalahan yang menimpa kaum Muslim di seluruh penjuru dunia. Padahal sejatinya forum tersebut mampu mengakhirinya.
Seperti dikutip dari Wikipedia.org bahwasayanya tujuan utama PBB adalah (1) menjaga perdamaian dan keamanan dunia, (2) memajukan dan mendorong hubungan persaudaraan antar bangsa melalui penghormatan hak asasi manusia, (3) membina kerjasama internasional dalam pembangunan bidang ekonomi, sosial, budaya, dan lingkungan, (4) menjadi pusat penyelarasan segala tindakan bersama terhadap negara yang membahayakan perdamaian dunia, dan (5) menyediakan bantuan kemanusiaan apabila terjadi kelaparan, bencana alam, dan konflik bersenjata.
Pernyataan-pernyataan itu pun seolah sulit diharapkan dan didapatkan oleh umat Islam, terlebih mereka yang berada di negara minoritas muslim. Padahal sejatinya kaum Muslim yang tertindas tersebut butuh keadailan yang nyata yang tak sebatas perjanjian-perjanjian damai di atas kertas, tanpa ada realisasi konkret.
Begitu juga dengan kaum Muslim di berbagai belahan dunia lainnya, hanya mampu melihat kekejaman-kekejaman yang dialami saudara seakidah mereka. Pun sebatas kecaman-kecaman yang terlontar dari lisan-lisan mereka, tanpa mampu berbuat banyak.
Kalau sudah seperti itu, masih bisakah kaum Muslim berharap pada mereka yang lantang menyuarakan hak asasi manusia (HAM) atau organisasi internasional, yakni Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB)?
Padahal kaum Muslim itu ibarat satu tubuh, jika ada salah satu bagian tubuh merasakn sakit, maka yang lain ikut merasakan sakitnya pula. Sebagaimana Rasulullah saw. bersabda, “Perumpamaan kaum mukmin dalam sikap saling mencintai, mengasihi dan menyayangi, seumpama tubuh, jika satu anggota tubuh sakit, maka anggota tubuh yang lain akan susah tidur atau merasakan demam.” (HR. Muslim)
Sayangnya rasa itu seperti telah terkikis dalam benak kaum muslim. Sebab terhalang oleh sekat-sekat negara. Kaum muslim lain sulit membantu saudara seakidah mereka yang terzalimi. Salah satu alasannya karena mereka bukan berasal dari negara yang sama.
Karena itu, kaum muslim pun butuh diperlakukan sama dalam memperoleh keadilan sebagaimana manusia lainnya, tanpa dipandang latar belakang agama mereka. Karena jika ada diskriminasi terhadap sebagian pemeluk agama tertentu (Islam) maka selama itu pula sulit HAM ditegakan atas mereka. Wallahu a’lam bi ash-shawab.(Sumber: SUARAISLAM)