9 Maret 1942, Pemerintah Kerajaan Belanda, dan Pemerintah Kolonial Hindia Belanda (yang sekarang ini Indonesia) menyatakan kekalahan perang dari tentara Dai Nipon, tentara Kekaisaran Jepang.
Penyerahan tanpa sarat kepada Jepang dilakukan di Kalijati, Subang, Jawa Barat, di wakili Panglima Tentara Kerajaan Hindia Belanda atau Koninklijk Nederlandsch-Indische Leger (KNIL) Letnan Jenderal Hein Ter Poorten.
Sebelum menyerah tanpa syarat kepada tentara kekaisaran Jepang, puluhan ribu tentara Belanda, bersama keluarga, eksodus ke Afrika dan Amerika Latin (Suriname). Meninggalkan ratusan ribu tentara pribumi, yang kemudian dilucuti Tentara Dai Nipon. Puluhan ribu tentara KNIL, mayoritas asal Pulau Jawa, ditangkap dan menjadi pekerja romusha. Bekas-bekas dari romusha di Pulau Jawa, Sumatra, Kalimantan, Sulawesi, dan lainnya, sebagain masih ada.
Hein ter Poorten (lahir di Buitenzorg (sekarang Bogor), 21 November 1887 – meninggal di Den Haag, 15 Januari 1968, pada umur 80 tahun. Ia adalah Komandan KNIL di Hindia Belanda, semasa Perang Pasifik.
Pada tahun 1911, ia disumpah sebagai perwira artileri. Ia merupakan perwira profesional pertama yang mendapatkan surat izin terbang internasional, yang dibayarnya dengan uangnya sendiri.
Ia memperluas pengetahuan penerbangannya dalam tahun-tahun berikutnya dan pergi ke Hindia Belanda di mana ia menjadi pendiri Angkatan Udara Militer (Militaire Luchtvaart).
Ia kembali ke Belanda pada tahun 1919 untuk mengikuti kursus di Akademi Militer Tinggi (Hogere Krijgsschool).
Ketika kembali ke Hindia Belanda, ia tak melanjutkan kariernya di angkatan udara, melainkan kembali ke artileri.
Ia ditugaskan ke staf jenderal antara tahun 1926-1931, dan dari tahun 1933-1936. Akhirnya ia menjadi Kepala Bagian dan inspektur artileri.
Sebagai pengganti Letnan Jenderal Gerardus Johannes Berenschot, ia menjadi kepala staf jenderal pada bulan Juli 1939, dan tetap dalam kedudukan itu hingga insiden kematian Berenschot pada bulan Oktober 1941.
Ia lebih disukai daripada perwira lain karena ia sungguh-sungguh memahami masalah di lapangan dan menurut Gubernur Jenderal Alidius Warmoldus Lambertus Tjarda van Starkenborgh Stachouwer, ia memiliki kecerdasan cekatan nan tajam, orisinalistas, dan inisiatif
Walaupun Tjarda van Starkenborgh Stachouwer takut akan tiadanya mutu khas yang dimiliki Berenschot untuk bekerja dan organisasi sipil dan masalah selain murni militer, mulut besar, kurang cakap berinteraksi dengan penduduk sipil, dan kurang taktis dalam bertindak.
Ter Poorten menjadi komandan seluruh angkatan militer yang terpusat di Pulau Jawa setelah pecahnya American British Dutch Australian Command, dan ia juga salah satu orang yang merundingkan tentang penyerahan tentara Jepang ke tentara Sekutu di Jawa.
Sebagai komandan tertinggi KNIL ia tidak ikut serta meninggalkan negara koloni Hindia Belanda. Sehingga ia, bersama ribuan tentara asli Belanda melewati tahun-tahun Perang Dunia II di sejumlah kamp interniran Jepang.
Seusai perang Dunia II, ia kembali ke Belanda dan meninggal 22 tahun kemudian dalam usia 80 tahun. (sumber: wikipedia)
Editor : Amran