SumatraTimes.co.id – 31 Agustus 1957, Kerajaan Ingris menyerahkan kekuasaan kepada Federasi Malaysia, di Lapangan Merdeka, Kuala Lumpur.
Tapi pemerintah kolonial Ingris tidak menyerahkan langsung kekuasaan kepada Raja Malaysia. Kolonial Ingris menyerahkan kekuasaan kepada Tunku Abdul Rahman, tokoh Persekutuan Tanah Melayu atau Federasi Malaysia.
Hanya beberapa menit setelah menerima penyerahan kekuasaan dari Kolonial Ingris, tanpa rasa takut Tunku Abdul Rahman, dengan lantang berteriak “Merdeka, Merdeka, Merdeka”, sambil mengangkat tangan keatas, di depan petinggi Kerajaan Inggris.
Teriakan Tunku Abdul Rahman menggema dan membahana, diikuti ribuan Rakyat Malaysia. Teriakan Merdeka itu menjadi pertanda lepasnya Federasi Kerajaan Malaysia dari tanggan Kerajaan Britania Raya.
Teriakan Merdeka itu pula menjadikan Tunku Abdul Rahman sebagai Bapak Kemerdekaan Malaysia.
Ia juga menjadi Perdana Menteri Malaysia pertama, sejak hari ia memimpin meneriakan Merdeka, dari 31 Agustus 1957, sampai 22 September 1970.
Tunku Abdul Rahman, memiliki garis keturunan bangsawan. Ia memiliki nama lengkap Yang Amat Berhormat Tunku Abdul Rahman Putra Al-Haj.
Ia lahir di Istana Tiga Tingkat, atau Istana Pelamin, Alor Setar, Kedah, Malaysia, 8 Februari 1903, dan meninggal di Kuala Lumpur, Malaysia, 6 Desember 1990, pada umur 87 tahun.
Tunku, adalah putra dari Sultan Kedah ke 24, yakni Sultan Abdul Hamid Halim Shah. Sehingga Tunku Abdul Rahman, juga memiliki gelar Yang Teramat Mulia Tunku Abdul Rahman Al-Haj.
Dia merupakan anak lelaki ketujuh, dan anak yang kedua puluh pada Sultan Abdul Hamid Halim Shah, Sultan Kedah yang ke-24.
Ibunya Cik Menyelara, seorang istri Sultan Abdul Hamid yang tidak berdarah gahara (bangsawan). Cik Menyelara, adalah anak perempuan Luang Naraborirak (Kleb), seorang pejabat daerah Thailand.
Kelahiran Tunku disambut secara biasa saja karena dia bukan bakal pengganti Sultan Kedah. Pengganti Sultan Jakarta, Sultan Badlishah bin Sultan Abdul Hamid, telah berumur 30 tahun ketika itu.
Saat kecil, Tunku disebut Awang karena rupa parasnya yang tidak sesegak adik-beradiknya yang lain. Ia bebas bermain di luar istana dan pernah membentuk tim sepak bola di desanya. Tunku biasa mengendap burung dan melastik, serta bermain lumpur sehingga ia menderita penyakit puru di kakinya.
Tunku Abdul Rahman memulai pendidikan pada 1909 di sebuah sekolah dasar Melayu di Jalan Baru, Alor Setar. Biasa ber bahasa Siam di rumah, ia belajar bahasa Melayu di sekolah itu. Ia juga belajar Bahasa Ingris dengan mendatangkan seorang guru ke rumahnya.
Tunku kemudian pindah ke sebuah sekolah pemerintah berbahasa Inggris yang kini disebut Kolej Sultan Abdul Hamid. Di sini, dia belajar di sekolah pada waktu siang, dan membaca Al-Quran pada waktu petang.
Pada 1911, Pangeran Abdul yang masih kecil dibawa ke Bangkok untuk menempuh pendidikan di Sekolah Debsurin. Dia belajar di sana bersama dengan tiga saudara laki-lakinya.
Kembali ke kampung halaman pada 1915, dia melanjutkan studi ke Penang Free School.
Pada 1918, dia mendaftar di St. Catharine’s College di Universitas Cambridge dengan beasiswa dari Kedah dan lulus dengan gelar Seni pada 1925.
Pada waktu itu, dia menarik perhatian dan dipuji sebagai orang pertama yang menerima gelar beasiswa dari Kedah State untuk belajar di Inggris.
Dia kembali ke Inggris untuk mendapat gelar di bidang hukum. Namun, dia gagal mengikuti ujian awal pada 1930.
Pada 1926, dengan sifat kepemimpinan dan semangat kebangsaan yang mulai berkobar, Abdul berusaha mendirikan Kesatuan Melayu Great Britain dan dia diangkat sebagai sekretaris pertamanya.
Di pemerintahan kolonial, ia mengawali karier dengan bertugas di pelayanan publik Kedah. Dia juga diangkat sebagai Petugas Distrik Kulim dan Sungai Petani pada 1931.
Pada saat itu, Malaysia masih dikenal dengan sebutan Malaya, yang kolonialnya masih didominasi oleh perwira Inggris.
Tapi Abdul Rahman sebagai pengecualian, seorang Melayu dan memiliki kepedulian terhadap sesama warga Malaya. Pemerintahan Inggris tidak berani melakukan apa pun terhadapnya karena dia adalah putra Sultan dan seorang Melayu yang berharga.
Beberapa tahun kemudian, Abdul pergi ke Inggris dan tinggal di sana sebentar sebelum akhirnya kembali ke Malaya setelah meletusnya Perang Dunia II.
Pada 1939, dia mengikuti ujian bahasa Inggris yang sempat membuatnya gagal pada 9 tahun sebelumnya. Namun kali ini, dia berhasil lulus.
Dia menyelesaikan studi hukum di Inggris di Inss of Court untuk memperoleh kualifikasi hukum dan kembali ke Kedah.
Pada 1949, dia bekerja di pengadilan dan kemudian ditunjuk sebagai wakil jaksa penuntut umum di Departemen Hukum Federal Malaya, posisi yang dia tinggalkan pada 1951 untuk memulai karier politik.
Akhirnya, dia menjadi presiden Organisasi Nasional Melayu Besatu (UMNO) yang kemudian mempelopori aliansi dengan Asosiasi China Melay dan Kongres India Melayu.
Pada Januari 1956, Tunku Abdul Rahman memimpin misi ke London untuk menegosiasikan kemerdekaan Melayu. Inggris, berjanji akan memberikan kemerdakaan pada Agustus 1957.
Janji pun ditepati. Dia segera menjadi perdana menteri pertama Melayu yang independen.
Pada tengah malam pada 30 Agustus 1957, dia berdiri di tiang bendera di Lapangan Merdeka, Kuala Lumpur. ‘
Abdul menyaksikan bendera Inggris Union Jack diturunkan untuk terakhir kalinya dan bendera Federasi Malaysia atau Persekutuan Tanah Melayu dikibarkan.
Namun, penambahan Singapura dalam Federal terbukti menjadi bencana yang meningkatkan masuknya gelombang warga China di wilayah itu.
Setelah bentrokan tak berujung, Singapura memisahkan diri dan mendeklarasikan kemerdekaannya pada 9 Agustus 1965 sebagai negara republik.
Pada 22 November 1970, dia mengundurkan diri dari posisi Perdana Menteri dan kemudian dari UMNO pada tahun berikutnya.
Sebabnya, Partai Aliansi pimpinan Tunku Abdul Rahman kehilangan sebagian besar dukungan dalam pemilihan umum 1969. Dia juga kehilangan dukungan dari orang-orang di dalam UMNO.
Tunku Abdul Rahman memiliki empat istri.
Istri pertama perempuan China bernama Meriam Ching. Setelah kematian sang istri, dia menikahi Violet Coulsen yang kemudian diceraikannya.
Lalu dia menikah dengan Sharifah Rodziah Syed Alwi Barakbah. Pernikahan keempatnya dengan Bibi Cong dirahasiakan.
Pada 1977, ia menjadi pimpinan surat kabar The Star, yang selanjutnya dilarang pada 1987 oleh Perdana Menteri Mahathir Mohamad, karena mengkritik keras pemerintahan.
Selama sisa hidupnya, dia aktif mengkritik Mahathir meski kondisi kesehatannya membutuk. Dia meninggal dunia pada 6 Desember 1990, diusia 87 tahun. Jenazahnya dimakamkan di Langgar Royal Mausoleum.
Tun Abdul Rahman juga dikenal sebagai pelopor Organisasi Konferensi Islam, yang sekarang berganti menjadi Organisasi Kerja Sama Islam atau OKI.
Tunku Abdul Rahman juga pernah menjadi Ketua Malaysia dalam mengcounter konfrontasi Ganyang Malaysia, yang dilancarkan Indonesia, diera Presiden Soekarno. ***
Sumber: kompas.com/wikipedia/dll
Editor: Amran