SumatraTimes.co.id – Sebagai kota industri dan daerah tujuan pariwisata, isu lingkungan hidup menjadi persoalan yang sangat penting untuk diperhatikan. Karena itu BP Batam terus berupaya menciptakan lingkungan yang sehat di Batam.
Salah satunya dengan membangun instalasi pengelolaan air limbah (IPAL) atau Waste Treatment Plant (WTP) di Bengkong Sadai.
Pembangunan itu sebagai antisipasi kebutuhan Batam merupakan salah satu kawasan industry yang strategis di Provinsi Kepulauan Riau, bahkan Indonesia, dengan pertumbuhan penduduk yang sangat pesat.
Saat ini jumlah populasi penduduk mencapai 1,3 juta jiwa, padahal saat pertama kali Batam dibangun dan dikembangkan, penduduk gugusan Pulau Kalajengking itu masih berjumlah 6.000 jiwa.
Dengan pertumbuhan penduduk yang tinggi tersebut, fasilitas dan sarana publik sangat dibutuhkan untuk memberikan kenyamanan tinggal dan lingkungan yang nyaman.
Salah satunya adalah tersedianya IPAL. Pembangunan IPAL di Batam sebenarnya telah dimulai sekitar tahun 1990 dengan kapasitas sistem hanya 2.850 m3 per hari atau 33 liter/detik.
Melihat pertumbuhan penduduk yang pesat tentu dibutuhkan pembangunan IPAL yang baru agar dikemudian hari tidak menimbulkan persoalan. Apalagi saat ini Batam juga masih kekurangan fasilitas WTP, dan sarana pengolah limbah.
Jumlah limbah domestik dari kegiatan mandi, cuci, kakus terus bertambah setiap hari akibat pesatnya pertumbuhan penduduk. Sementara kawasan hutan dan kawasan resapan air lainnya terus menipis disebabkan alih fungsi lahan yang parah.
Pembangunan IPAL tak hanya untuk menjaga lingkungan sehat, akan tetapi juga bertujuan untuk menjaga waduk dari limbah domestik.
IPAL Bengkong Sadai dibangun di atas lahan seluas 7 hektare dengan pembiayaan dari dana dukungan Pemerintah Korea Selatan melalui pinjaman lunak (soft loan) Economic Development Coorperation Fund (EDCF) sebesar USD 43 juta.
Pengolahan limbah domestik di Batam ini akan dilakukan secara menyeluruh melalui jaringan perpipaan yang saling terintegrasi.
Manager Pengelolaan Lingkungan BP Batam Iyus Rusmana, mengatakan progres keseluruhan pembangunan IPAL saat ini mencapai 84,5 persen.
“Pertama, pembangunan IPAL di Bengkong, sudah lebih dari 90 persen,” jelas Iyus.
Kedua, pembangunan 5 relay pumping station (stasiun pompa) yang berada di titik Batam Centre, depan Anggrek Mas, Simpang Jam, depan Kawasan Industri Tunas, dan depan Perumahan Meditrania.
Ketiga, pembangunan jaringan pipa sanitasi air limbah sepanjang 114 km dengan penyambungan pipa sambungan rumah sebanyak 11 ribu rumah tangga.
“Saat ini sudah terpasang 95 kilometer. Selanjutnya sambungan rumah dari 11 ribu sambungan, kita baru siapkan 1.500 sambungan rumah dan akan disiapkan menunggu selesainya pembangunan IPAL Bengkong dan stasiun pompa,” kata Iyus Rusmana.
IPAL Bengkong Sadai akan menjadi percontohan bagi daerah-daerah di Indonesia, karena saat ini belum banyak yang menggunakan sistem pengolahan sanitasi secara terpadu.
“Di Batam menggunakan teknologi yang modern dan tidak membutuhkan lahan yang luas,” terangnya.
Apa tujuan dan manfaat pembuatan IPAL?
“Jadi, tujuan pembangunan IPAL (Instalasi Pengelolaan Air Limbah) adalah untuk mengamankan media lingkungan dalam hal ini waduk, DAM misalkan Duriangkang, Sei Harapan dan lain-lain, juga perairan perairan pantai bisa dilihat kondisinya seperti Tanjung Uma,” jelas Iyus.
Nah, dari pencemaran limbah domestik, limbah domestik itu dikumpulkan, diolah menjadi sesuatu yang sangat berguna.
“Pertama limbah tersebut jadi pupuk, kemudian air limbahnya kita treatment menjadi air baku yang kita bisa olah kembali,” ujar Iyus.
Batam sebagai pintu gerbang investasi dan pariwisata tentunya harus diamankan lingkungannya,
“ibaratnya menjual rumah tidak ada WC gitu mana lakukan? Artinya ini sebagai ujung tombak, pintu gerbang investasi dan pariwisata, lingkungan harus dijaga, air harus dijaga dari pencemaran lingkungan dari limbah-limbah domestic,” urainya.
Nah limbah domestik itu apa saja? Yang diolah sekarang ini adalah limbah domestik berasal dari rumah-rumah atau kegiatan di rumah, misalkan tinja dan juga dari laundry, pencucian dan dari dapur, jadi semuanya diolah di sini.
Untuk area Batam Center tahap pertama ini tidak ada lagi air limbah yang masuk ke media lingkungan, ke waduk-waduk, ke selokan, ke sungai maupun ke perairan-perairan dan ini baru tahap pertama.
Dan manfaat yang lain tentunya akan meningkatkan kesehatan masyarakat dan juga lingkungan akan terjaga. “Kalau bukan kita, siapa lagi, dan ini manfaatnya bukan untuk kita saja, tapi anak cucu kita ke depan,” katanya.
Bangunan keseluruhan instalasi pengelolaan air limbah, luas sekitar 7 hektare yang sudah reklamasi total pembangunan IPAL itu ada 4 item. Pertama bangunan IPAL yang sekarang kita lihat sama-sama ini bangunannya.
Kedua membangun stasiun pompa, di lima stasiun pompa di Batam Center, Anggrek Mas Kongkow, di Simpang Jam, depan kawasan Industry Tunas, dan di depan Perumahan Mediterania.
Ketiga pemasangan pipa dengan panjang 114 km, yang saat ini sudah terpasang kurang lebih 95 km, selanjutnya sambungan kepada 11 ribu sambungan rumah. Kita baru siapkan kurang lebih sekitar 1.500 rumah sambungan.
“Jadi perumahan yang akan tersambung dengan pipa ini adalah kurang lebih sekitar 43 perumahan di luar dari ruko-ruko. Baru kurang lebih 1.500 sambungan rumah, itu pun masih bagian depannya karena pipa yang langsung sambungan rumah itu menunggu selesainya instalansi IPAL dan juga stasiun pompa, rata-rata total sudah 84,5 persen keseluruhan, tapi kalau khusus untuk disini sudah lebih dari 90 persen tinggal pembersihan dan pemasangan instalasi equipment dan lain-lainnya,” terangnya.
Dikatakan Iyus, proyek ini merupakan proyek lingkungan, da nada kendala, dianggap mengganggu kenyamanan masyarakat, tapi pembangunan tetap terus jalan. Penolakan masyarakat, terangnya, disebabkan akses ke rumah-rumah dilakukan dengan pengalian sehingga, mengganggu kenyamanan.
“Menggali tanah memasang pipa itu kan mengganggu, tapi kita secara pelan-pelan kita sosialisasikan ke mereka bertahap, bisa sosialisasi per perumahaan itu kadang meminta per RT kita sosialisasikan,” tuturnya.
Kendala kedua, sebutnya, mungkin cuaca terutama musim hujan. Jika terjadi hujan ekstrim, penggalian atau pemasangan pipa sama sekali distop, dan mengerjakan bagian lain.
Hambatan ketiga tenaga di lapangan terutama sangpgon ini banyak sekali yang kurang berpengalaman, karena proyek IPAL ini bukan hanya di Batam tapi di Indonesia jarang dilakukan. Sebagian besar pekerja, jelasnya, berpengalaman di pemasangan pipa air bersih, dan pipa air limbah.
“Tapi ada sekitar 23 sapgon yang professional kita suruh untuk mengerjakan terus dan tidak profesional kita ganti, dari 23 subkontraktor lima sudah kita ganti dan sisanya lanjut terus,” terangnya.
“Alhamdulillahlah, dari 114 km sudah terpasang 95 km. Ini sudah cukup lumayan. Meskipun banyak sekali hambatan- hambatannya. Nah itu kemudian yang terakhir mungkin, karena banyak utilitas saat penggalian di dalam tanah,” tuturnya.
Ada juga tuturnya, hambatan lain, berbenturan dengan keberadaan utilitas milik Telkom dengan jaringan kabel optic Indihomenya, pipa gas dan ada fiber optic. “Fiber optic termasuk Indihome itu pemasangannya cukup rumit sehingga kita memiliki whatsapp grup khusus untuk utilitas juga,” terang Iyus.
Teknologi IPAL yang digunakan di Batam, kata Iyus, menggunakan teknologi yang dianggap cukup modern saat ini, tidak membutuhkan lahan luas dan juga kapasitasnya bisa mengolah limbah bisa terus ditingkatkan.
“Misal kalau kapasitas awal 20 ribu m3/hari bisa jadi 80 ribu m3/hari. Kapasitas 20 ribu m3/hari itu sebanding dengan 230 liter/ detik, sehingga itu bisa sampai 4 kalinya. Jadi sangat luar biasa,” pungkas Iyus. ***
Sumber: tribunbatam.id
Editor: Amran