SumatraTimes.co.id – Siapa yang tidak mengenal Kota Bagansiapiapi. Kota tua yang kaya akan peninggalan sejarah. Sempat menjadi penghasil ikan terbesar ke dua di dunia pada abad ke 18.
Bagansiapiapi juga kaya akan sejarah dan budaya. Sebut saja budaya dari masyarakat Tionghoa yang sekarang sudah dikenal, yakni ritual Bakar Tongkang.
Rio Almusata SSos, menyebutkan Bagansiapiapi sebelumnya hanya sebuah kampung nelayan. Kota Cahaya ini berubah seketika ketika pemerintah Hindia Belanda memindahkan pemerintahannya dari Tanah Putih ke Bagansiapiapi pada tahun 1894
Berbagai infrastruktur dan struktur bangun, seperti Kantor Wedana, Kantor Bea Cukai, Kantor Pos termasuk sekolah. Meningkatnya jumlah penduduk, menyebabkan kekurangan air bersih, sehingga dibangun water leading pada 1927, dan selesai pada 1932.
Rio menambahkan Bagansiapiapi menjadi pelabuhan penting di Selat Malaka, setelah Pelabuhan Belawan. Bagansiapiapi, yang merupakan bagian dari Residen Sumatra Timur, Afdeling Bengkalis ini membawahi 3 district, yakni Kubu , Bangko dan Tanah Putih.
Selain ada Kantor Wedana di Bagansiapiapi, juga terdapat Kantor Kapiten. Kapiten hanya membawahi 2 distrik saja atau disebut dengan Wicjhmaster yakni Panipahan dan Tanah Putih.
Dibentuknya Residen Sumatra Timur oleh Hindia Belanda, Bagansiapiapi berada dibawah Administrasi Pemerintahan yang berpusat di Medan. Barulah Pada tahun 1940 , Bagansiapiapi dipisah dari Sumatera Timur dan digabung dalam Residen Riau, Sesuai dengan Surat dengan Nomor 565 tahun 1940
Dalam surat yang ditandatangi oleh JM Kiveron selaku sekretaris Hindia Belanda, bertangga 11 desember 1940 itu berbunyi Riau Kepulauan dan Afdeling Bengkalis digabung Menjadi Residen Riau terhitung 1 Januari 1941.
Hingga saat Ini Bagansiapiapi sudah pernah tergabung dalam 3 povinsi yakni, Sumatera Timur, Sumatera Tengah dan Riau.***
Sumber: rilis Bagansiapiapi Tempo Doeloe
Editor: amran