SumatraTimes.co.id – Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Riau Mia Amiati menyatakan bahwa oknum kejaksaan yang diduga memeras 64 kepala sekolah menengah pertama (SMP) di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu) adalah pengalihan isu.
Hal itu ia sampaikan dalam konferensi pers di Gedung Kejati Riau di Jalan Jenderal Sudirman Pekanbaru, Riau, Senin (20/7/2020) sore.
“Ini menurut kacamata kami dari segi intelijen, ada pengalihan isu dari pemberitaan media,” kata Mia kepada wartawan.
Menurut dia, saat ini Kejaksaan Negeri (Kejari) Inhu sedang melakukan pemeriksaan terhadap Kepala Subbagian Protokol pada Sekretariat Daerah Kabupaten Inhu terkait penyalahgunaan anggaran.
“Jadi entah siapa yang meniupkan, dan yang sedihnya kenapa kepala sekolah diperalat dijadikan pengalihan isu, sehingga Kasubag Protokol ini diupayakan untuk dihilangkan pemberitaannya,” tukas Mia.
Dia mengaku data pemeriksaan Kepala Sub Bagian Protokol itu masih di-silent atau didiamkan. Sebab, pihaknya akan melakukan penetapan tersangka pada tahap berikutnya sesuai dengan SOP.
Sementara itu, Mia mengatakan telah meminta klarifikasi dari Kejari Inhu terkait adanya dugaan pemerasan kepala sekolah.
“Berdasarkan klarifikasi yang kita lakukan, dugaan kegiatan (pemerasan) itu tidaklah benar,” kata Mia.
Dia mengatakan, Kejari Inhu memang ada menerima lapora terkait dugaan penyimpangan dalam pengelolaan dana bantuan operasional sekolah (BOS) oleh kepala sekolah. Sehingga, Kejari Inhu menerbitkan surat perintah tugas.
“Mereka menerbitkan surat perintah tugas yang mengundang beberapa kepala sekolah. Namun, tidak ada satupun yang datang memenuhi undangan Kejari Inhu.
Alasannya, karena inspektorat menyampaikan pada tim Kejari Inhu bahwa akan ditangani sendiri. “Jadi tidak benar mereka datang penuhi panggilan atau diundang datang dan menyerahkan sesuatu kepada tim dari kejari inhu,” jelas Mia.
Menanggapi soal dugaan pemerasan yang dianggap pengalihan isu, Ketua Lembaga Konsultasi Bantuan Hukum Persatuan Guru Republik (LKBH PGRI) Riau, Taufik Tanjung menyatakan bahwa kasus ini benar adanya.
“Kalau kita menanggapinya, ini murni tidak ada dipolitisir, tidak ada direkayasa. Ini murni faktanya terjadi hal (pemerasan) itu,” kata Taufik saat diwawancarai Kompas.com, Senin.
Yang jelas, kata dia, Kejati Riau harus mengusut tuntas dugaan pemerasan oleh oknum Kejari Inhu tersebut. “Dan kita sepakat keadilan harus ditegakkan,” pungkas Taufik.
Sebagaimana pengakuan dari kepala sekolah SMP Negeri di Inhu, mereka diperas oknum kejaksaan dan LSM Tipikor Nusantara dalam pengelolaan dana BOS.
Oknum tersebut diduga meminta uang ‘damai’ dalam jumlah bervariasi. Diantaranya, ada yang diminta Rp 210 juta untuk enam kepala sekolah dan ada yang Rp 65 juta.
Akibat dari kejadian itu, para kepala sekolah memutuskan untuk mengundurkan diri, karena sudah tidak tahan diganggu oknum tersebut.
Diberitakan sebelumnya, sebanyak 64 orang kepala sekolah menengah pertama (SMP) negeri di Kabupaten Indragiri Hulu (Inhu), Riau, mendadak kompak mengundurkan diri.
Kabar pengunduran diri 64 kepala sekolah ini dibenarkan oleh Pelaksana tugas (Plt) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten, Inhu Ibrahim Alimin saat dikonfirmasi Kompas.com, Rabu (15/7/2020).
“Ya betul, ada 64 kepala sekolah SMP yang mengundurkan diri,” ujar Ibrahim.
Alasan mengundurkan diri, karena mereka mengaku merasa terganggu dan tidak nyaman mengelola dana BOS. “Sementara mereka mengelola dana BOs kan tidak banyak. Ada yang dapat Rp 56 juta, Rp 53 juta dan ada Rp 200 juta per tahun,” kata Ibrahim.
Menurut Ibrahim, para kepala sekolah merasa tidak nyaman dan meminta menjadi guru biasa.***
Sumber: kompas.com
Editor: amran