SumatraTimes.co.id — Perum Bulog akan melepas 450 ribu ton beras untuk 10 juta keluarga penerima manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH).
Rencananya, beras yang akan diberikan dikeluarkan secara bertahap dengan kuota 10 kilogram (Kg) per keluarga per bulan selama 3 bulan. Penyerapan oleh pemerintah itu setara dengan Rp4,6 triliun.
“Alhamdulillah pemerintah merespons kesulitan Bulog. Artinya, dalam waktu dekat, (Bulog) khusus ditugaskan pemerintah mengeluarkan stok untuk bansos pandemi covid-19 untuk 10 juta KPM PKH,” kata Direktur Operasional dan Pelayanan Publik Perum Bulog Tri Wahyudi Saleh, Kamis (13/8).
Tri mengapresiasi langkah pemerintah merespons kesulitan Bulog dalam mengeluarkan stok gudang yang saat ini mencapai 1,4 juta ton beras. Dengan keputusan ini, Bulog disebutnya dapat memperbarui stok beras dan kembali menyerap beras dari masyarakat.
Pada Desember mendatang, Bulog menargetkan dapat melepas sebanyak 900 ribu ton beras. Sehingga, masih ada 450 ribu ton beras yang harus didistribusikan lewat skema di luar bansos pemerintah.
Lebih lanjut, ia menyebut Bulog tetap menjalankan fungsinya menyerap beras dan gabah petani di tengah pandemi virus corona. Per 12 Agustus, tercatat Bulog telah menyerap sebesar 889 ribu ton beras dari target sebesar 1,4 juta ton sepanjang 2020.
Ia menegaskan bahwa meski kontak fisik tak dapat terelakkan, namun proses penyerapan padi dan gabah dari petani dilakukan dengan protokol kesehatan covid-19.
“Per 12 Agustus kami secara nasional sudah menyerap sekitar 889 ribu ton beras dari target 1,4 juta ton beras,” lanjutnya.
Sejak Januari hingga saat ini, Tri mengungkapkan penyerapan berbagai komoditas seperti beras, gandum, sagu, dan umbi-umbian dibeli di atas harga penjualan pokok (HPP). Namun, ia tak merinci berapa harga di atas HPP yang dimaksudnya tersebut.
Penyerapan dengan harga relatif tinggi ini disebabkan oleh tingginya permintaan dan konsumsi pangan yang tak diimbangi oleh produksi. Selain itu, juga akibat fluktuasi harga pangan global yang memburuk di tengah pandemi covid-19.
Perubahan iklim, degradasi kualitas lahan dan air, kerusakan lingkungan, dan ketidakseimbangan penguasaan kemampuan teknologi disebut Tri menjadi faktor penghambat penyediaan dan produksi pangan.
“Pasar dan harga pangan juga menjadi persoalan yang harus dicermati, di mana tren harga pangan terus meningkat saat ini. Bulog saja sejak Januari sampai saat ini harga pembelian di atas HPP semua, harga gandum, gabah, beras di atas HPP semua,” pungkasnya.***
Sumber: CNN Indonesia
Editor: amran