SumatraTimes.co.id – Komunitas Industri sebenarnya telah siap sejak awal 2019, mengunakan biosolar dari crude palm oil (CPO) yang dapat dipergunakan kendaran bermesin secara massal.
Kendaraan Niaga seperti Krama Yudha Berlian Motor dan Hino juga telah riset dan menyesuaikan dengan bahan bakar biosolar.
PLN bahkan sejak 2018 telah menggunakan biosolar ini, dan saat ini sedang meneliti kemungkinan penggunaan CPO (crude Palm Oil) langsung sebagai bahan bakar tanpa proses esterisasi terlebih dahulu.
Produsen mesin diesiel Isuzu, Tata Motor dan Don Feng juga melakukan hal yang sama.
Hasil Uji coba B30 pada beberapa kendaraan ternyata tidak ada masalah apapun termasuk pada bagian luar mesin seperti selang, tangki dan filter. Hanya saja masih memerlukan penyempurnaan pada kadar airnya.
Program mandatori biodiesel sudah mulai diimplementasikan pada tahun 2008 dengan kadar campuran biodiesel sebesar 2,5%.
Secara bertahap meningkat menjadi 7,5% tahun 2010, 10 % tahun 2014, 15% tahun 2015, 20 % tahun 2018 dan menjadi 30% pada tahun 2020 dan akhirnya pada tahun 2024 menjadi 100%.
Program B30-plus berperan jadi bantalan penurunan harga CPO, karena alokasi ekspor ke Uni Eropa dapat diserap oleh permintaan domestik. Jika program B100 dijalankan maka akan ada 15 juta ton CPO yang dibutuhkan.
Jumlah tersebut adalah sekitar 35% dari Produksi Nasional, sehingga akan terjadi kelangkaan CPO di pasar global, artinya ada kenaikan harga.
Siapa yang akan menikmatinya, tentu perusahaan asing karena mereka memiliki 57% dari areal perkebunan kelapa sawit. Mungkin jika dihitung dari segi produksi bisa sampai ke level 60%. Sisanya 35% perkebunan rakyat dan hanya 7% BUMN.***
*Penulis: Dosen LB Fakultas Pertanian Universitas Padjajaran Dr Memet Hakim
Sumber: InfoSAWIT
Editor: amran