SumatraTimes.co.id — Pengurus DPD Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia (Akasindo) Kabupaten/Kota se Riau mendatangi Kantor Dinas Perkebunan (Disbun) Provinsi Riau, Senin (7/9/2020).
Ketua DPD Apkasindo Propinsi Riau, melalui Ketua DPD Apkasindo Kota Dumai Zulfan menyebutkan bahwa kedatangan pengurus DPD Apkasindo ke Disbun Riau ini dalam rangka mempertanyakan teknis penetapan harga Tandan Buah Segar (TBS) Sawit dan pemotongan Biaya Operasional Tidak Langsung (BOTL) yang dianggap memberatkan petani sawit.
“Kami dari DPD Apkasindo Propinsi Riau yang diwakili oleh saya sendiri selaku Ketua DPD Apkasindo Kota Dumai menyampaikan, ada tiga hal yang menjadi maksud dan tujuan kedatangan pengurus Apkasindo Kabupaten/Kota ke Disbun ini. Pertama, silaturahmi dalam membangun sinergi. Kedua, terkait dengan pemulihan ekonomi di masa new normal, dan ketiga, hal pokok bagi kami petani sawit adalah kesejahteraan petani sawit. Untuk kita ketahui bersama, bahwa penentuan harga tidak pernah kami ikut menyaksikan penetapan. Bahkan dalam penetapan barang sudah digoreng-digoreng dan digulai. Kami datang hanya tanda tangan dan menyaksikan,” ujarnya.
Zulfan memaparkan bahwa berdasarkan Peraturan Menteri Pertanian (Permentan) Nomor 1 Tahun 2018, potongan BOTL itu memang ada pada penetapan harga sawit. Dimana pada pasal 17 dijelaskan, BOTL itu adalah hak petani.
Yang mana biaya BOTL itu, jelasnya, dipotong oleh perusahaan dan harus dikembalikan oleh perusahaan kepada petani dalam bentuk pembinaan. Selain itu, jelasnya, perusahaan juga harus melaporkan hasil pembinaan itu kepada Gubernur.
“Dari tahun 2018 hingga sekarang, dana BOTL tersebut tidak jelas peruntukkannya. Namun selama 2 tahun Permentan itu ada, potongan BOTL yang dilakukan oleh perusahaan di Riau itu tidak dikembalikan kepada petani. Bahkan sampai saat ini para petani sawit tidak merasakan pembinaan dari perusahaan dengan dana potongan BOTL itu. Hal ini lah yang menjadi pertanyaan dari petani sawit saat ini,” bebernya.
Berdasarkan Permentan itu, menurut Zulfan, potongan BOTL dalam penetapan harga sawit ditetapkan sebesar 2,63 persen. Dan diperkirakan setiap minggu minimal ada Rp1 miliar lebih dana yang yang terkumpul dari potongan BOTL itu.
“BOTL itu merupakan hak petani. Setiap minggu itu ada Rp1 miliar lebih. Dan sudah berjalan 2 tahun. Kemana dana ini?,” ujar Zulfan.
Dijelaskan Zulfan, pemotongan BOTL 2,63 persen atau setara dengan Rp49,72 per kilogram TBS. Itu berarti, dalam satu periode itu saja BOTL yang berhasil dikumpulkan mencapai Rp2,95 miliar.
“Kalau merujuk pada Permentan Nomor 1 Tahun 2018 itu, dari 2,63 persen, satu persen menjadi hak petani dalam bentuk dana pembinaan. Kalau ditotal, nilainya sekitar Rp1,12 miliar,” rinci Zulfan.
Terkait pemotongan BOTL, ulas Zulfan, kalau yang dipotong adalah Rp49,72 perkilogram TBS (2,63% x Harga TBS x Total TBS Petani yang dibeli 10 PKS), maka duit yang terkumpul sudah lebih dari Rp2,9 miliar seminggu. Kalau sebulan, angka ini membengkak menjadi Rp11,6 miliar.
“Kalau satu persen saja dari harga TBS per minggu, penetapan harga TBS itu menjadi biaya pembinaan petani dan sesuai Permentan Nomor 01 Tahun 2018. Maka dalam sepekan, petani mendapat gelontoran duit Rp1,12 miliar atau Rp4,48 miliar dalam sebulan.
Sementara itu, Kepala Dinas Perkebunan Provinsi Riau, Zulfadli menegaskan, pihaknya tidak mengetahui di mana dana potongan BOTL itu terkumpul. Bahkan pihaknya masih terkendala, karena tidak ada Peraturan Gubernur (Pergub) yang mengatur tentang itu.
“Saya belum bisa mendalami dananya itu kemana. Karena saya baru tiga bulan menjabat Kepala Dinas Perkebunan,” ucap Zulfadhli.
Ia menambahkan, saat ini pihaknya juga sedang membahas Pergub yang mengatur tentang penetapan harga sawit tersebut. Dengan Pergub tersebut, nantinya baru jelas seperti apa pengelolaan dana BOTL tersebut.
“Minggu ini saya cek di mana posisinya (berkas Pergub, red). Mudah-mudahan dua minggu lagi sudah bisa kita panggil lagi pihak terkait, terutama Apkasindo untuk membahas ini,” katanya, sambil mengatakan belum bisa memastikan kapan Pergub itu akan selesai.***
Penulis: Ika
Editor: amran