Jakarta – Secara virtual dari Aula Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum (Jampidum), Kejaksaan Agung RI menyelenggarakan Seminar Nasional. Selasa (19/7 2022).
Seminar Nasional Bertajuk Konsolidasi Keadilan Restoratif Indonesia perlu Konsolidasi dalam pengimplementasian keadilan Restoratif tersebut dalam rangka Peringatan Hari Bhakti Adhyaksa ke-62 Tahun 2022.
Dengan bangga menghadirkan narasumber antaranya Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Dr. Fadil Zumhana, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof. Dr. Pudjiono, S.H., M.H., Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., Peneliti Kebijakan Publik IJRS Andreas N. Marbun, S.H., LLM., UNODC Country Manager Indonesia Office Mr. Collie Brown, Peneliti Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., Ph.D.
Acara Seminar Nasional itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejagung RI DR. Ketut Sumedana kepada awak media lewat siaran pers Nomor: PR – 1101/106/K.3/Kph.3/07/2022.
Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyampaikan bahwa dengan instrumen Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 tentang Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif, Kejaksaan Republik Indonesia berhasil menyelesaikan 1.343 perkara untuk dilakukan restorative justice dari sekitar 2.000 perkara yang diajukan. “Restorative justice atau keadilan restoratif berkembang baik dan mendapat respon positif di masyarakat.
Oleh karena itu, pelaksanaan restorative justice perlu ditingkatkan dan dikembangkan lebih baik, salah satunya dengan konsolidasi antara Aparat Penegak Hukum dalam implementasinya.
Keadilan restoratif ke depannya perlu ditampung menjadi satu kesatuan dalam KUHAP supaya mendapat tempat yang kuat di masyarakat secara hukum, dan dapat dipertanggung jawabkan bersama Aparat Penegak Hukum lain,” ujar Jam-Pidum.
Hal ini juga sejalan dengan Peneliti Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya Fachrizal Afandi, S.Psi., S.H., M.H., Ph.D. yang menyampaikan bahwa perlunya pembaharuan hukum pidana termasuk RKUHP dan RKUHAP yang mengadopsi secara komprehensif tentang keadilan restoratif.
“Jaksa sebagai dominus litis memiliki tugas untuk melakukan penyesuaian terhadap nilai-nilai para penegak hukum yang berubah dari retributif menjadi restoratif,” ujar Peneliti Pusat Pengembangan Riset Sistem Peradilan Pidana Universitas Brawijaya.
Lebih jauh disampaikan Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro Prof. Dr. Pudjiono, S.H., M.H. Pihaknya memberikan apresiasi terhadap keberhasilan Kejaksaan Agung dalam menyelesaikan sebanyak 1.343 perkara melalui Keadilan Restoratif.
Meski demikian, Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro menyampaikan bahwa diperlukan pedoman dan kriteria yang sangat rinci dan transparan untuk menyeleksi perkara yang layak diselesaikan melalui keadilan restoratif (restorative justice).
“Ketika proses restorative justice berjalan, keadilan yang terjadi adalah keadilan yang bersifat otonom, yang substansial, dan yang otentik,” ujar Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro.
Sambung Guru Besar Hukum Pidana Universitas Diponegoro, keadilan otonom berarti penyelesaian kasusnya menghasilkan win-win solution atas dasar pendekatan hati ke hati, dimana bersifat otentik artinya keluar dari hati nurani dari masing-masing stakeholder. Sedangkan keadilan substantif memiliki makna keadilan yang tidak prosedural dan tidak direkayasa.
Pada acara yang sama, Peneliti Kebijakan IJRS Andreas N Marbun, dalam materinya memaparkan tentang perbaikan Miskonsepsi Keadilan Restoratif tentang Arah Kebijakan Restorative Justice di Indonesia
Ia menjelaskan bahwa restorative justice bukan hanya sebatas penghentian perkara dan inti dari keadilan restoratif tidak sama dengan penghentian perkara karena fokusnya adalah pemulihan korban bukan tentang konteks kewenangan Aparat Penegak Hukum.
Memperkuat hal itu, selanjutnya giliran Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. memberi materi yang mengangkat tema “Implementasi Restorative Justice Menuju Social Justice”.
Pernyataan beliau bahwa keadilan restoratif perlu dikonsolidasikan dengan baik terkait pemahaman tentang restorative justice sehingga terciptanya kolaborasi yang baik antar Aparat Penegak Hukum.
“Melalui restorative justice akan terbentuknya social justice yang dapat menunjang terbentuknya kesejahteraan umum di masyarakat. Penerapan restorative justice akan memberikan kepastian hukum dan kejelasan penanganan perkara sehingga mendorong terciptanya instrumen keadilan dan kepastian hukum,” ujar Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia.
Sebagai penutup acara Seminar Nasional dalam rangka hari Bhakti Adhiyaksa ke 62, UNODC Country Manager Indonesia Office Mr. Collie Brown senada menyampaikan apresiasi yang luar biasa kepada Kejaksaan Agung atas komitmen untuk mengimplementasikan Restorative Justice melalui penyelenggaraan acara seminar-seminar yang telah digelar.
Ia juga mendukung bahwa perlu adanya payung hukum untuk pelaksanaan dan penerapan keadilan restoratif agar terciptanya keselarasan.
Seminar Nasional yang bertajuk “Konsolidasi Keadilan Restoratif Indonesia” ditutup dengan sesi tanya jawab dan dilaksanakan dengan mematuhi protokol kesehatan. (K.3.3.1/Kasi Penkum Kejati Riau/Hen)