Jakarta – Jaksa Agung melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 4 (empat) Permohonan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif.
Ekspose dilakukan secara virtual yang di hadiri oleh JAM-Pidum Dr. Fadil Zumhana, Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Benda Agnes Triani, S.H. M.H., Direktur Tindak Pidana Narkotika dan Zat Adiktif Lainnya Darmawel Aswar, S.H., M.H., Koordinator pada Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Umum, Kepala Kejaksaan Tinggi dan Kepala Kejaksaan Negeri yang mengajukan permohonan restorative justice serta Kasubdit dan Kasi Wilayah di Direktorat T.P. Oharda.
Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan Kepala Penerangan Hukum Kejagung RI Dr. Ketut Sumedana.SH.MH melalui Kasi Penkum Kejati Riau Bambang Heripurwanto SH.MH kepada Wartawan, Rabu (03 /8/2022)
Adapun 4 (empat) berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif adalah sebagai berikut:
Tersangka DELISIUS MUHAMA ALS DEL dari Kejaksaan Negeri Halmahera Selatan yang disangka melanggar Pasal 351 ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka Kadir Harun dari Kejaksaan Negeri Ternate yang disangka melanggar Pasal 360 ayat (2) KUHP tentang Kelalaian yang menyebabkan orang terluka.
Tersangka Buang Supriadi bin Sato dari Kejaksaan Negeri Jember yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Kemudian tersangka Tomy Angga Kusuma alias Tomy dari Kejaksaan Negeri Kota Probolinggo yang disangka melanggar Pasal 44 ayat (1) subsidiair Pasal 44 ayat (4) Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif terhadap 4 (empat) berkas perkara dimaksud yaitu telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf.
Tersangka belum pernah dihukum, tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana. Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun. Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya.
Sedangkan proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi. Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar, Pertimbangan sosiologis dan Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (K.3.3.1/Kasi Penkum Kejati Riau/Hen)