Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana (diwakili oleh Direktur Tindak Pidana Terhadap Orang dan Harta Agnes Triani) menyetujui 6 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif (restorative justice).
Kapuspenkum Kejagung Dr. Ketut Sumedana SH.MH., saat siaran pers Kamis (8/12/2022) menyampaikan ke awak media adapun 6 berkas perkara yang dihentikan penuntutannya berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
Tersangka FIKRAR HAKIKI bin MUHAMAD ALI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Barat yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka SUPADI bin alm KUSENDI dari Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (1) ke-3 KUHP Sub Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
Tersangka ELISEUS BOLI KEDANG alias JONI dari Kejaksaan Negeri Sikka yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka ALFONS KELASA NEDABANG dari Kejaksaan Negeri Kota Kupang yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) atau Pasal 44 Ayat (4) Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Tersangka YOSEPH JUFRIYANTO LENDENG alias JUPRI dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Tersangka PETRUS KINALO NDIKEN dari Kejaksaan Negeri Merauke yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela, dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum.”Sumber Puspenkum Kejagung ” (Hen Riau)