Jakarta – Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. (Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia) terhadap Perkara Tindak Pidana Korupsi dalam Pemberian Fasilitas Ekspor Crude Palm Oil (Minyak Goreng) dan Turunannya pada Bulan Januari 2022 sampai dengan Maret 2022
Awal tahun 2022 kemarin, sekitar bulan Januari sampai dengan Maret 2022, di seluruh wilayah Indonesia terjadi kelangkaan minyak goreng yang mengakibatkan mahalnya harga minyak goreng yang bukan hanya dirasakan masyarakat umum dan pedagang saja, tetapi juga pelaku Industri Kecil Menengah yang membutuhkan minyak goreng sebagai salah satu komponen dalam proses produksinya.
Kelangkaan minyak goreng di masyarakat akibat adanya penyimpangan permainan antara oknum pengusaha dengan oknum pejabat di Kementerian Perdagangan dimana oknum pejabat ini memberikan fasilitas persetujuan ekspor (PE) yang tidak sesuai kepada perusahaan meskipun mengetahui bahwa pengusaha itu tidak memenuhi syarat untuk diberikan PE diantaranya tidak memenuhi DMO 20%.
Keadaan ini mengharuskan Aparat Penegak Hukum (APH) melakukan penegakan hukum untuk mendorong tindakan ini dihentikan.
Atas hal tersebut, Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al-Azhar Indonesia Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H., menyampaikan dampak nyata yang terlihat adalah terjadinya antrian masyarakat dalam memperoleh minyak goreng, unjuk rasa, dan gejolak di dalam mayarakat yang menggangu stabilitas keamanan dan ketertiban. Hal ini merupakan suatu ironi mengingat Indonesia adalah salah satu penghasil Crude Palm Oil (CPO) terbesar di dunia.
“Hal ini terjadi karena adanya kongkalikong untuk keuntungan besar pribadi dan golongan tertentu yang mempertaruhkan nasib rakyat kecil yang dilakukan oleh pejabat Kementerian Perdagangan dan pengusaha CPO yang melakukan ekspor dengan menyimpangi ketentuan kewajiban pendistribusian dalam negeri (Direct Market Obligation) sebanyak 20%, ujar Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H.
Terkait dengan persidangan dalam perkara ini, Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. menjelaskan fakta-fakta yang terbukti di persidangan sesuai dengan tuntutan Penuntut Umum yaitu:
Terdakwa telah melakukan perbuatan-perbuatan untuk mempengaruhi kebijakan penerbitan persetujuan izin ekspor CPO dengan diterbitkanlah persetujuan izin ekspor CPO dan turunannya;
Perbuatan tersebut antara lain memanipulasi dokumen yang dijadikan persyaratan memperoleh izin ekspor CPO dan turunannya, memanipulasi dokumen realisasi pendistribusian minyak goreng di dalam negeri (DMO) sebesar 20%, menggunakan dokumen secara berulangkali dengan nomor materai dan nomor seri yang sama untuk dilampirkan dalam surat permohonan penerbitan izin ekspor;
Selain itu, untuk memuluskan dokumen-dokumen yang tidak sah, maka Terdakwa melakukan pertemuan-pertemuan dan komunikasi dengan Terdakwa sebagai pengambil kebijakan terkait penerbitan izin ekspor CPO dan turunannya;
Terdakwa atas persetujuan Terdakwa lain memberikan sejumlah uang kepada Tim Verifikator Kementerian Perdagangan;
Terdakwa secara materiil mengendalikan proses permohonan persetujuan izin ekspor CPO dan turunannya, sementara para direksi ada dalam pengendaliannya, sehingga para terdakwa melakukan Tindakan yang melebihi tugas dan kewenangannya dalam struktur perusahaan;
Perbuatan-perbuatan dari para terdakwa tersebut menimbulkan kerugian keuangan negara dan perekonomian negara senilai Rp19.452.055.974.558,00 (sembilan belas triliun empat ratus lima puluh dua milyar lima puluh lima juta sembilan ratus tujuh puluh empat ribu lima ratus lima puluh delapan rupiah).
Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H. menyampaikan masyarakat berharap sensitivitas penegakan hukum khususnya Majelis Hakim yang menyidangkan perkara ini, dimana apabila Terdakwa dalam perkara ini ternyata dibebaskan karena kepentingan pragmatis semata, maka masyarakat akan menganggap persidangan yang dilakukan dengan biaya negara hanyalah sandiwara semata.” Sumber Prof. Dr. Suparji Ahmad, S.H., M.H.” (Hen)