Pekanbaru – Penyidik Kejaksaan Tinggi Riau merampungkan pelimpahan tersangka dan barang bukti perkara dugaan korupsi kredit Fiktif di Bank Syariah Mandiri (BSM) Cabang Pembantu (Capem) Pangkalan Kerinci, ke Jaksa Penuntut Umum (JPU). Teranyar, proses tahap II dilaksanakan terhadap tersangka Mawardi.
Selain Mawardi, kasus ini juga menyeret Ahmad Wahyu Qusyairi. Pria 49 tahun itu merupakan Kepala Cabang Pembantu BSM Pangkalan Kerinci tahun 2012-2013. Sementara Mawardi adalah salah satu debitur bank tersebut.
Penetapan tersangka itu dilakukan penyidik pada Bidang Pidana Khusus (Pidsus) Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau pada Kamis, 8 Desember 2022 lalu. Setelah melalui rangkaian penyidikan, berkas perkara kedua tersangka dinyatakan lengkap atau P-21 pada 4 April 2023.
Penyidik kemudian melimpahkan penanganan perkara ke Tim JPU. Pada Rabu (5/4) kemarin, proses tahap II dilakukan terhadap tersangka Ahmad Wahyu Qusyairi di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas I Pekanbaru.
Sementara tahap II tersangka Mawardi baru bisa terlaksana, karena sebelumnya dia ditahan di Rutan Kelas IIB Siak dalam perkara lain. Oleh penyidik, dia kemudian dipindahkan ke Lembaga Pemasyarakatan (Lapas) Kelas II A Pekanbaru. Di sana proses tahap II perkara korupsi yang menjeratnya dilaksanakan.
“Benar. Hari ini dilaksanakan pelimpahan tahap II perkara BSM untuk tersangka M (Mawardi,red),” ujar Kepala Seksi (Kasi) Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Riau, Bambang Heripurwanto, Rabu (7/6).
Dengan telah dilaksanakan proses tahap II terhadap Mawardi, kewenangan perkara saat ini berada di tangan JPU, termasuk perihal penahanan. Selanjutnya, JPU akan menyiapkan administrasi pelimpahan berkas perkara ke pengadilan. Salah satunya, surat dakwaan.
“Saat ini, Tim JPU tengah menyempurnakan dakwaan tersangka M sebelum dilimpahkan ke Pengadilan Tipikor pada PN Pekanbaru,” pungkas Bambang Heripurwanto.
Diketahui, dugaan korupsi tersebut terkait pembiayaan KUR kepada 109 nasabah atau debitur di BSM Cabang Pembantu Pangkalan Kerinci tahun 2012 senilai Rp41,4 miliar. Sementara kerugian negara yang ditimbulkan dalam perkara ini adalah sebesar Rp31.824.157.621.
109 nasabah atau debitur menyatakan, kredit itu diajak oleh tersangka Mawardi dengan dalil nanti mendapatkan kebun sawit di empat lokasi di antaranya di Belilas, Dayun, dan ada dua lokasi lain. Namun faktanya, para debitur itu tidak pernah melakukan pengikatan kredit. Mereka hanya menyerahkan bukti-bukti identitas.
Proses pengajuan kredit seperti ini, dikenal dengan istilah kredit topengan. Yakni, pengajuan kredit dengan menggunakan nama orang lain dan uangnya dikuasai atau digunakan seluruhnya oleh orang lain yang bukan debitur.
Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) Undang-undang (UU) Nomor 31 tahun 1999 sebagaimana diubah dan ditambah dengan UU Nomor 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. (Hendri)