Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Dr. Fadil Zumhana menyetujui 13 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif
Hal itu disampaikan oleh Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaaan Agung Dr. Ketut Sumedana, Selasa (29/8/2023).
Dijelaskan Ketut, adapun 13 permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif yaitu:
1. Tersangka Gugun Andriana dari Kejaksaan Negeri Kota Bekasi, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
2. Tersangka I Ena Sumpena bin (Alm) Ahmad dan Tersangka II AGUNG NUGRAHA bin HENDI dari Kejaksaan Negeri Cimahi, yang disangka melanggar Pasal 363 Ayat (2) KUHP tentang Pencurian dengan Pemberatan Jo Pasal 53 Ayat (1) KUHP.
3. Tersangka Marus bin Harun dari Kejaksaan Negeri Bengkalis, yang disangka melanggar Pasal 406 Ayat (1) KUHP tentang Perusakan.
4. Tersangka Fina Yolanda alias Fina binti Satria dari Kejaksaan Negeri Dumai, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
5. Tersangka Mikhael Erry Ferdinand als El bin Edy Sarno dari Kejaksaan Negeri Karanganyar, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
6. Tersangka Dikdik Cahyadi Brata bin Olih Solihin dari Kejaksaan Negeri Kabupaten Tegal, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
7. Tersangka Eska Aditya Oktavian bin Sugianto dari Kejaksaan Negeri Wonogiri, yang disangka melanggar Pasal 362 KUHP tentang Pencurian.
8. Tersangka Hasan Bukhori bin Sarjani dari Kejaksaan Negeri Pati, yang disangka melanggar Pasal 44 Ayat (1) Jo Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004, Pasal 44 Ayat (4) Jo Pasal 5 Undang-Undang RI Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
9. Tersangka Marta dari Cabang Kejaksaan Negeri Toli-Toli di Ogotua yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
10. Tersangka Hendra dari Cabang Kejaksaan Negeri Donggala di Sabang, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
11. Tersangka Sahril alias Ril dari Kejaksaan Negeri Mataram, yang disangka melanggar Pasal 480 Ke-1 KUHP tentang Penadahan.
12. Tersangka Melki bin Indra Milton dari Kejaksaan Negeri Lubuk Linggau, yang disangka melanggar Pasal 372 KUHP tentang Penggelapan.
13. Tersangka Chairul Zainal alias Long bin Zainal Abas dari Kejaksaan Negeri Ogan Komering Ulu, yang disangka melanggar Pasal 351 Ayat (1) KUHP tentang Penganiayaan.
Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
Tersangka belum pernah dihukum;
Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
Pertimbangan sosiologis;
Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Para Kepala Kejaksaan Negeri dan Kepala Cabang Kejaksaan Negeri untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum, tutup Kapuspenkum Ketut Sumedana (Hendri)