Jakarta – Jaksa Agung RI melalui Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum (JAM-Pidum) Prof. Dr. Asep Nana Mulyana memimpin ekspose dalam rangka menyetujui 1 permohonan penyelesaian perkara berdasarkan mekanisme keadilan restoratif.
Hal itu disampaikan oleh Kapuspenkum Kejagung Dr. Harli Siregar. Dalam keterangan persnya, Senin (5/8/2024) adapun perkara yang diselesaikan melalui mekanisme keadilan restoratif yaitu Tersangka Ferdinan Leonardo Purba dari Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan, yang disangka melanggar pasal 480 Ayat (1) KUHP pidana tentang Penadahan.
Kronologi bermula saat Tersangka Ferdinan Leonardo Purba dihampiri oleh saksi Albert Manullang yang mendatangi Tersangka saat sedang bekerja sebagai mekanik di bengkel milik Tersangka tersebut, lalu saksi ALBERT MANULLANG mengaku memiliki sparepart sepeda motor cuci gudang yang baru turun dari Pulau Jawa dan menawarkan sparepart tersebut dengan harga murah sambil memperlihatkan beberapa buah ban dalam dan ban luar sepeda motor milik saksi Gahayu Lim Okto Manurung.
Sebagai informasi, barang-barang yang ditawarkan kepada Tersangka Ferdinan Leonardo Purba diperoleh saksi Albert Manullang dan saksi Daulat Ritonga yang berhasil diambil tanpa izin dari saksi Gahayu Lim Okto Manurung.
Selanjutnya Tersangka Ferdinan Leonardo Purba berupaya menawar harga ban luar secara borong yang sebenarnya harganya berbeda-beda tergantung jenis dan ukurannya yakni masing-masing dengan harga Rp 95.000 (sembilan puluh lima ribu rupiah) per biji, ban dalam merek Swallow bermacam ukuran hanya seharga Rp 15.000 (lima belas ribu rupiah).
Saksi Albert Manullang juga mengatakan bahwa di rumahnya masih ada barang-barang lain seperti oli, Gir dan Shok sehingga pada saat itu Tersangka Ferdinan Leonardo Purba kembali tertarik dan langsung berangkat ke rumah kontrakan saksi Albert Manullang yang masih di Dolok Sanggul.
Setibanya di rumah saksi Albert Manullang, Tersangka melihat benar ada barang barang yang dikatakannya tersebut dan dirinya mengatakan harga oli kemasan 0,7 botol hijau yang berada di dalam satu kardus seharga Rp 5.000 (lima ribu rupiah) perbotol, Gir komplet satu set seharga Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah) dan Tersangka mendapat bonus Air radiator warna merah dan hijau merek Power tersebut tidak Tersangka beli melainkan diberikan kepada tersangka oleh saksi Albert Manulang yang akan tersangka jual seharga Rp 125.000 (seratus dua puluh lima ribu rupiah) per kemasan isi lima liter.
Selanjutnya Tersangka menjualkan sebagian barang-barang yang Tersangka beli dari saksi Albert Manullang berupa ban luar dan ban dalam dan oli 2T, kemudian pada hari Senin tanggal 27 Mei 2027 pihak Kepolisian dari Polsek Saipar Dolok Hole mendatangi Tersangka dan menanyakan apakah kenal dengan laki laki yang bernama saksi Albert Manullang dengan memperlihatkan orangnya dan tersangka mengenalnya.
Lalu dipertanyakan kepada tersangka apakah tersangka ada membeli barang barang dari nama Albert Manullang dan tersangka mengakuinya. Selanjutnya tersangka dibawa ke Polsek Saipar Dolok Hole beserta barang-barang tersebut.
Mengetahui kasus posisi tersebut, Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan Siti Holija Harahap, S.H., M.H., dan Kepala Seksi Pidum Daniel Tulus M. Sihotang, S.H., M.H. serta Jaksa Fasilitator Sorituwa Agung Tampubolon, S.H., Linda Lestari, S.H, M.H dan Habi Afpandi Nasuion, S.H., M.H menginisiasikan penyelesaian perkara ini melalui mekanisme restorative justice.
Dalam proses perdamaian, Tersangka mengakui dan menyesali perbuatannya serta meminta maaf kepada Korban. Setelah itu, Korban menerima permintaan maaf dari Tersangka dan juga meminta agar proses hukum yang sedang dijalani oleh Tersangka dihentikan.
Usai tercapainya kesepakatan perdamaian, Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan mengajukan permohonan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif kepada Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara. Setelah mempelajari berkas perkara tersebut, Kepala Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara Idianto, S.H., M.H. sependapat untuk dilakukan penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif dan mengajukan permohonan kepada JAM-Pidum dan permohonan tersebut disetujui dalam ekspose Restorative Justice yang digelar pada Senin, 5 Agustus 2024., terang Kapuspenkum Dr. Harli Siregar
– Alasan pemberian penghentian penuntutan berdasarkan keadilan restoratif ini diberikan antara lain:
– Telah dilaksanakan proses perdamaian dimana Tersangka telah meminta maaf dan korban sudah memberikan permohonan maaf;
– Tersangka belum pernah dihukum;
– Tersangka baru pertama kali melakukan perbuatan pidana;
– Ancaman pidana denda atau penjara tidak lebih dari 5 (lima) tahun;
– Tersangka berjanji tidak akan lagi mengulangi perbuatannya;
– Proses perdamaian dilakukan secara sukarela dengan musyawarah untuk mufakat, tanpa tekanan, paksaan, dan intimidasi;
– Tersangka dan korban setuju untuk tidak melanjutkan permasalahan ke persidangan karena tidak akan membawa manfaat yang lebih besar;
– Pertimbangan sosiologis;
– Masyarakat merespon positif.
Selanjutnya, JAM-Pidum memerintahkan kepada Kepala Kejaksaan Negeri Tapanuli Selatan untuk menerbitkan Surat Ketetapan Penghentian Penuntutan (SKP2) Berdasarkan Keadilan Restoratif sesuai Peraturan Kejaksaan Republik Indonesia Nomor 15 Tahun 2020 dan Surat Edaran JAM-Pidum Nomor: 01/E/EJP/02/2022 tanggal 10 Februari 2022 tentang Pelaksanaan Penghentian Penuntutan Berdasarkan Keadilan Restoratif sebagai perwujudan kepastian hukum. (redaksi)