Pilkada Gubri telah di mulai dengan lolosnya 4 pasangan untuk memperebutkan kursi Riau 1, kursi Nakhoda dan Muallim. Tapi sejak Orde Baru hingga Orde Reformasi, basis Riau secara umum adalah Kuning dan Hijau dengan beberapa variannya. Ketika basis itu warnanya mulai tak jelas, pilihlah Nakhoda dan Muallim yang berprestasi dan berpengalaman, Nakhoda dan Muallim yang dekat dengan kriteria seorang Nakhoda dan Muallim dalam masyarakat Melayu Riau
SUMATRATIMES.COM-Bumi Melayu Lancang Kuning. Empat pasangan calon Nakhoda dan Muallim yang akan bertugas membawa perahu Lancang Kuning berlayar 5 tahun ke depan telah lolos berbagai verifkasi KPU Propinsi Riau. Sudah pula menjalani test kesehatan dan berbagai test lainnya, termasuk test bebas dari narkoba. Keempat calon Nakhoda dan Muallim tersebut adalah::
- Tuan Drs. H. Syamsuar, M.Si (Nakhoda Kabupaten Siak) dan Tuan Brigjen Edy Natar Nasution (Nakhoda Korem 031 Wira Bima Riau), diusung oleh PAN (7 kursi), PKS (3 kursi) dan NasDem (3 kursi).
- Tuan Dr. H. Firdaus (Nakhoda Kotamadya Pekanbaru) dan Tuan Drs. H. Rusli Effendi, M.Si (PPP), diusung oleh Partai PPP (5 kursi) dan Partai Demokrat (7 kursi)
- Tuan H. Lukman Edy dan Tuan Mardianto, diusung PKB 6 kursi dan Gerindra ada 7 kursi.
- Tuan Ir. H. Arjadjuliandi Rahman, MM (Nakhoda Riau-incumben) dan H. Suyatno, Amp (Nakhoda Kabupaten Rokan Hilir) mendapat dukungan politik dari Golkar (14 kursi), PDIP (9 kursi), dan Hanura (2 kursi)
Dunia politik kita dewasa ini memang sulit ditebak karena Partai sebagaimana yang dicita-citakan oleh the founding fathers dengan keluarnya Maklumat X oleh Bung Hatta (Partai adalah “Sekolah Pendidikan Politik Bangsa” dan mampu melahirkan pemimpin yang dekat dengan rakyat) belumlah bisa terwujud dan entah membutuhkan waktu berapa lama lagi.
Namun demikian Bumi Melayu Riau adalah bumi kultural yang memiliki sejarah masa lalu yang gemilang, khususnya khazanah politik.
Di dalam Taj al-Salatin (Mahkota Raja-raja), Bukhari al-Jauhari (1630) menggariskan ada 10 sifat raja atau “Nakhoda dan Muallim” pemerintahan yang baik, sebagai berikut:
- Tahu membedakan baik dengan yang buruk.
- Berilmu.
- Mampu memilih menteri dan pembantunya dengan benar.
- Baik rupa dan budi pekertinya supaya dikasihi dan dihormati rakyatnya.
- Pemurah.
- Mengenang jasa orang atau tahu balas budi.
- Berani; jika berani maka pengikutnya juga akan berani.
- Cukup dalam makan tidur supaya tidak lalai.
- Mengurangi atau tidak berfoya-foya atau tidak “bermain” dengan perempuan.
- Laki-laki.
Butir-butir d atas sungguh “sederhana” dalam kata, tetapi bermakna dalam secara filosofis. Dari kerangka ini, tradisi politik Melayu akhirnya mengenal pola hubungan raja dengan rakyat atau calon “Nakhoda dan Muallim dengan rakyat.
Dalam beberapa hal pola ini bisa disebut sebagai satu “mekanisme kontrak” antara dua pihak yang berkepentingan. Kendati sangat simbolik, teks sejarah Melayu dalam beberapa bagian menekankan adanya kewajiban raja dan rakyat untuk tidak saling merusak posisi masing-masing.
Disampig itu, dalam khazanah politik Melayu, pemimpin didefinisikan sebagai orang yang diberi kelebihan untuk mengurus kepentingan orang banyak. Arti raja atau penguasa dimaknai oleh bangsa Melayu lewat pepatah lama:
Yang didahulukan selangkah
Yang ditinggikan seranting
Yang dilebihkan serambut
Yang dimuliakan sekuku
Pepatah tersebut secara eksplisit menjelaskan bahwa seorang raja haruslah sosok manusia yang dapat dijangkau oleh rakyat, berada di tengah-tengah rakyat, mengerti kondisi rakyat, dan tahu apa yang diinginkan oleh mereka. Raja atau Nakhoda bukanlah dewa yang tak tersentuh, melainkan sosok yang hanya diberi beberapa kelebihan.
Khazanah politik Melayu juga memaparkan secara terperinci apa saja kriteria seorang pemimpin yang baik.
Sebagai pemimpin banyak tahunya
Tahu duduk pada tempatnya
Tahu tegak pada layaknya
Tahu kata yang berpangkal]
Tahu kata yang berpokok
Sebagai pemimpin banyak tahannya
Tahan berhujan mau berpanas
Tahan bersusah berpenat lelah
Tahan berlenjin tak kering kain
Tahan berteruk sepepak teluk
Sebagai pemimpin banyak bijaknya
Bijak menyukat sama papat
Bijak mengukur sama panjang
Bijak menimbang sama berat
Bijak memberi kata putus
Sebagai pemimpin banyak cerdiknya
Cerdiknya mengurung dengan lidah
Cerdik mengikat dengan adat
Cerdik menyimak dengan syarak
Cerdik berunding sama sebanding
Cerdik mufakat sama setingkat
Cerdik mengalah tidak kalah
Cerdik berlapang dalam sempit
Cerdik berlayar dalam perahu bocor
Cerdik duduk tidak suntuk
Cerdik tegak tidak bersundak
Sebagai pemimpin banyak pandainya
Pandai membaca tanda alamat
Pandai mengunut mengikuti jejak
Pandai menyimpan tidak berbau
Pandai mengunci dengan budi
Sebagai pemimpin banyak arifnya
Di dalam tinggi ia rendah
Di dalam rendah ia tinggi
Pada jauh ianya dekat
Pada yang dekat ianya jauh
Sebagai pemimpin mulia budinya
Berkuasa tidak memaksa
Berpengetahuan tidak membodohkan
Berpangkat tidak menghambat
Sebagai pemimpin banyak relanya
Rela berkorban membela kawan
Rela dipapak membela yang hak
Rela mati membalas budi
Rela melangas karena tugas
Rela berbagi untung rugi
Rela beralah dalam menang
Rela berpenat menegakkan adat
Rela terkebat membela adat
Rela binasa membela bangsa
Sebagai pemimpin banyak ikhlasnya
Ikhlas menolong tak harap sanjung
Ikhlas berbudi tak harap puji
Ikhlas berkorban tak harap imbalan
Ikhlas bekerja tak harap upah
Ikhlas memberi tak harap ganti
Ikhlas mengajar tak harap ganjar
Ikhlas memerintah tak harap sembah
Sebagai pemimpin banyak taatnya
Taat dan takwa kepada Allah
Taat kepada janji dan sumpah
Taat memegang petua amanah
Taat memegang suruh dan teguh
Taat kepada putusan musyawarah
Taat memelihara tuah dan meruah
Taat membela negeri dan rakyatnya
Sebagai pemimpin mulia duduknya
Duduk mufakat menjunjung adat
Duduk bersama berlapang dada
Duduk berkawan tak tenggang rasa
Sebagai pemimpin banyak sadarnya
Memimpin sedar yang ia pimpin
Mengajar sedar yang ia ajar
Memerintah sedar yang ia perintah
Menyuruh sedar yang ia suruh
Sebagai pemimpin banyak tidaknya
Merendah tidak membuang meruah
Meninggi tidak membuang budi
Sayang tidak akan membinasakan
Kasih tidak merusakkan
Baik tidak mencelakakan
Elok tidak membutakan
Buruk tidak memuakkan
Jauh tidak melupakan
Dekat tidak bersinggungan
Petua tidak menyesatkan
Amanah tidak mengelirukan
Tampaknya, diperlukan sebuah pembelajaran politik bagi para politisi di bumi Melayu Riau. Khazanah politik Melayu seperti yang dipaparkan di atas dapat dijadikan rujukan untuk menanamkan nilai etika, kemudian mematrinya kuat-kuat dalam setiap hati dan pikiran inidividu-individu pelaku politik.
Orang Melayu Riau kini merindukan sosok seperti Suman Hs. Tokoh kharismatik Riau tersebut dikenal sebagai sosok pemimpin yang berwibawa, bersahaja, dan sangat dekat dengan nilai-nilai kepemimpinan dalam khazanah Melayu. Kebersahajaannya dapat dilihat dari sikap berjalan yang terbungkuk-bungkuk, naik kendaraan sepeda yang buruk, dan masih banyak lagi. Pemimpin dalam konsep Melayu bukanlah berada di belakang sehingga ia ditinggalkan. Pemimpin adalah seseorang yang mampu berkata: “Kalau aku ini adil sembahlah aku, kalau aku lalim sanggahlah aku”.
Pemimpin Melayu harus mempunyai mimpi besar untuk Melayu. Dan mimpi tersebut telah terbuktikan dalam memimpin Rakyat selama mereka berkuasa. Karena para calon Nakhoda dan Muallim sudah pernah dan sedang menduduki posisi strategis di wilayah masing-masing, kepada masyarakat Melayu Riau diharapkan jeli dan terbuka menatap prestasi ideal mereka selama ini – siapa yang pantas menjadi Nakhoda dan Muallim lima tahun ke depan.
Hasil Indonesia Network Election Survei (INES) bisa dijadikan kerang acuan sementara sebagai persepsi awal masyarakat Melayu Riau melihat Nakhoda mereka.
Berdasarkan keterangan tertulisnya, tingkat elektabilitas ketika ditanyakan secara Top Of Mind adalah : Syamsuar 21,3 Persen, Firdaus 11,4 persen, Lukman Edy 6,2 persen dan Gubenur Petahana Riau Arsyadjuliandi Rachman 8,3 persen,
Ketika ditanyakan siapa yang dipilih jika pemilihan gubernur dilakukan pada hari ini., responden menjawab Bupati Siak Syamsuar sebesar 22,3 persen, Firdaus 11,1 persen, Lukman Edy 6,2 persen, dan tidak menjawab sebanyak 11,4 persen.
“Untuk tingkat popularitas tokoh yang memiliki tingkat pengenalan masyarakat Riau diatas 80, Arsyadjuliandi Rachman Gubernur Petahana 81,4 persen , Syamsuar Bupati Siak 81,2 persen sementara untuk tokoh lainnya dibawah 80 persen.
Survei juga memunculkan penilaian kinerja Pemda Riau lima tahun terakhir dalam bidang ekonomi dimana kepemimpinan Gubernur Petahana Riau saat ini tidak berhasil dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat.
“Keadaan fasilitas sarana dan prasarana pendidikan di Propinsi Riau Temuan survei menunjukkan 60,90 persen dari 1.984 responden menilai bahwa kinerja gubenur petahana dalam hal pembangunan fasilitas pendidikan tidaklah ada bedanya dengan pemerintahan sebelumnya, hanya sebatas misi pada saat kampanye saja agar memperoleh banyak suara tanpa ada aktualisasi,” katanya.
“Karena itu gubernur Riau mendatang perlu melakukan pengembangan dan peningkatan prasarana transportasi tersedianya Master Plan Transportasi, Rencana Umum Jaringan Transportasi Jalan (RUJTJ), dan Tataran Transportasi yang bersifat lokal,” pungkasnya.
Survei dilakukan pada 5 Juli hingga 15 Juli 2017, jumlah sampel adalah 1984 responden yang tersebar di 135 Kecamatan di Propinsi Riau dengan tingkat kepercayaan/confidence level sebesar 95 persen, dengan Margin Error +/- 2,2 persen.
Baca edisi kedua,Menakar Prestasi calon Nakhoda dan Muallim Riau (A1)