Jakarta – Pakar hukum pidana, Suparji Achmad, menyatakan putusan sidang kasus dugaan korupsi persetujuan ekspor minyak sawit mentah dan produk turunannya, termasuk minyak goreng, tidak memenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Saya meminta Jaksa Penuntut Umum untuk mengajukan banding karena masyarakat merasa ada ketidakadilan,” kata Suparji, Kamis (5/1/2022).
Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Rabu (4/1/2022), menjatuhkan hukuman kepada para terdakwa kasus minyak goreng lebih rendah dari tuntutan jaksa, karena kerugian negara tidak terbukti dalam persidangan.
Putusan para terdakwa yakni, mantan Direktur Jenderal (Dirjen) Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan (Kemendag) Indra Sari Wisnu Wardhana divonis 3 (tiga) tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 7 tahun dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Komisaris PT Wilmar Nabati Indonesia Master Parulian Tumanggor divonis satu setengah tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 12 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Terdakwa Senior Manager Corporate Affair PT Victorindo Alam Lestari Stanley Ma divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 10 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Kemudian, terdakwa Lin Chie Wei alias Weibinanto Halimdjati, mantan anggota Tim Asistensi Menteri Koordinator Bidang Perekonomian divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 8 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
General Manager (GM) Bagian General Affair PT Musim Mas Pierre Togar Sitanggang divonis satu tahun penjara, denda Rp100 juta, subsider dua bulan. Sementara Jaksa menuntut 11 tahun penjara dan denda Rp 1 miliar subsider 6 bulan kurungan.
Kelimanya diyakini jaksa bersalah melanggar Pasal 2 ayat 1 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHPidana.
Suparji kecewa dengan vonis tersebut karena ini menjadi bukti bahwa Pasal 3 UU Tipikor terkait menyalahgunakan wewenang dan menjadikan perekonomian rakyat menjadi kacau balau.
“Hukumannya kok tiga tahun bagi pejabat negara, bagi swastanya hanya satu setengah tahun, dan lain-lain satu tahun,” sesalnya Suparji.
Pasal 3 UU Tipikor berbunyi “Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp. 50.000.000,00 (lima puluh juta rupiah).”
Suparji menghormati putusan hakim tersebut, karena hakim adalah yang terbaik sebagai bentuk sarana penyelenggara negara hukum. Meski demikian, ia mengibaratkan putusan tersebut kepada para terdakwa dikenakan Pasal 3 tetapi dihukum dengan Pasal 5 tentang suap yang divonis lima tahun.
“Ini jadi sangat ironis. Dinyatakan terbukti melanggar Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi tentang penyalahgunaan wewenang, menimbulkan kerugian negara dan perekonomian negara, tapi hukumannya yang ringan sebagaimana diatur Pasal 5 tentang suap,” jelasnya.
Menurut Suparji, putusan ini tidak sebanding dengan apa yang telah terjadi di masyarakat saat minyak goreng hilang di pasaran, harus berdesak-desakan, mengantre berjam-jam, tetapi pada sisi lain diduga ada pengusaha yang bisa menjual CPO ke luar negeri mendapat untung besar, memperkaya diri, dan diduga atas bantuan oknum pejabat.
“Jadi harus melakukan upaya banding untuk mendapatkan keadilan yang lebih tinggi,” tegasnya.
Guru Besar Ilmu Hukum Universitas Al Azhar Indonesia ini berharap lewat sarana banding, hakim di tingkat banding bisa menghukum berat kasus minyak goreng tersebut, sehingga terpenuhi rasa keadilan di masyarakat.
“Mudah-mudahan hakim pengadilan banding menyatakan bersalah dan bisa memberikan hukuman maksimal 20 tahun atau seumur hidup,” harap Suparji. (Sumber : Suparji)