Pekanbaru – Mau Harga Tandan Buah Segar (TBS) sawit alami kenaikan dan stabil di pasar, solusinya adalah masyarakat jangan Latah menanam Sawit.
Sebab berdasarkan Penelitian, faktanya selama 25 tahun terakhir harga sawit sangat sensitif dengan perdagangan Internasional yang mengakibatkan In-konsistensi nya harga TBS.
Hal itu di sampaikan Oleh Ketua DPW Apkasindo (Asosiasi Petani Kelapa Sawit Indonesia) Wilayah Riau, Gulat ME. Manurung Selasa (18/12) karena prihatin melihat harga TBS sawit yang tidak juga beranjak naik secara signifikan dari keterpurukan pada 12 bulan terakhir.
Harusnya kata Gulat, Pemerintah harus mendorong sekuat tenaga industri produk hilir CPO sehingga eksport CPO dapat ditekan dan Pemerintah mempercepat penggunaan B20 supaya harga TBS terdongkrak dengan signifikan.
“Perbaiki infrastruktur jalan akses ke kebun petani supaya biaya produksi untuk mobilisasi TBS yang mencapai 25% dapat ditekan agar margin keuntungan petani bertambah. Sebutnya menyarankan agar Pemerintah segera memperbaiki Sistem Tata Niaga TBS yang selama ini tdk adil bagi Petani Swadaya.
Menurutnya, jika Bicara Persoalan petani sawit maka tidak akan ada habis – habisnya, indah di casing nya saja, sudahlah harga TBS jatuh ditambah lagi potongan PKS yg mencapai 5-10%. Itu Artinya jika Petani antar TBS ke PKS 1000 Kg maka yang dihitung oleh PKS adalah hanya 900 kg (jika potongan 10%).
Karena berdasarkan hitungan, jika PKS 60 Ton/jam bekerja selama 20 jam/hari berarti PKS tersebut membutuhkan 1200 ton (1,2jt Kg TBS/20 jam kerja PKS per hari).
Jika 40% kebutuhan PKS tersebut di suplay oleh Petani Swadaya maka jumlah TBS Petani perhari yang masuk ke PKS tersebut sebesar 480.000 kg. Bila mana potongannya rata2 sebesar 10% maka TBS Petani yang di ‘gelapkan’ oleh PKS sebesar 480.000 kg x Rp.1000 (asumsi harga TBS/Kg) = Rp.480jt yang Artinya kerugian Petani dari Potongan di PKS tersebut per hari sebesar Rp 480juta.
Dan jika sebulan, maka angkanya sangat Fantastis yaitu Rp14,4 M. “Ini baru 1 PKS, sangat luar biasa dan cenderung terabaikan oleh Instansi terkait. sindirnya pedas bahwa dinas terkait seolah olah tutup mata dengan persoalan petani yang dari waktu kewaktu alami kerugian.
Oleh itulah, Jika pejabat yang berwenang di Instansi terkait bertanggung jawab terhadap Jabatannya, maka kewajibannya harus segera sidak ke PKS – PKS dan harus menindak secara tegas.
Anehnya potongan di PKS tersebut tidak dialami oleh Petani Mitra (Plasma), hanya berlaku kepada Petani Swadaya (non mitra) Padahal regulasi, ungkapnya mencerdaskan masyarakat khususnya petani Sawit.
Sedangkan Penurunan harga TBS di tingkat petani swadaya telah berdampak sistemik kesemua lini ekonomi di Riau, dan semakin membenarkan hasil penelitian BI bahwa 47% ekonomi Riau dipengaruhi oleh agribisnis kelapa sawit.
Ketua DPW Apkasindo Riau yang juga Peneliti Kelapa Sawit ini juga mengungkap bahwa Tata cara Penentuan harga TBS Pekebun dan Sortasi sudah diatur dalam Permentan Nomor 395/2005 yg diperbaharui melalui Permentan No 14/2013.
Jelas dalam Permentan tersebut yg dibenarkan adalah Sortasi (pemisahan buah jelek dgn buah bagus) dan buah jelek tsb dikembalikan ke si Pekebun, lalu ditimbang yg sdh dikelompokkan TBS bagus/baik sesuai kriteria dikalikan harga TBS/Kg sebagaimana diatur dlm Permentan.
” Tapi kenyataanya adalah setelah disortir tetap saja PKS melakukan Pemotongan 5-10% dari Berat Total TBS yg sdh dikelompokkan dalam Kelompok Baik/sesuai Kriteria. Ini sudah jelas-jelas Pelanggaran dan sangat merugikan Petani.Pungkasnya prihatin dan disisi lain Gulat tetap berharap supaya Petani Sawit tetap tenang dan sekuat tenaga melakukan penghematan dan efisiensi dalam setiap tahapan proses produksi. Tutup Gulat mengakhiri. (R1).