Oleh : Dede Farhan Aulawi (Pengamat Konstruksi)
Pembangunan yang terus berjalan perlu percepatan agar tercipta pemerataan pembangunan untuk memenuhi rasa keadilan di seluruh wilayah Indonesia. Proses percepatan pembangunan diantaranya menuntut tersedianya prasyarat mutlak yaitu infrastruktur jalan dan jembatan guna memudahkan transportasi orang maupun barang.
Namun demikian pembangunan yang berjalan tentu harus berjalan secara efektif dan efisien, artinya harus disertai dengan pengawasan yang objektif dan efektif untuk memastikan tidak terjadi penggelembungan biaya ataupun pemborosan-pemborosan yang tidak perlu.
Pengawasan bisa dilakukan oleh instansi Pemerintah sesuai dengan jenjang dan fungsinya, tetapi juga tidak melupakan hak pengawasan masyarakat yang berkeinginan untuk turut serta dalam pembangunan di bidang pengawasan itu sendiri.
Pengawasan masyarakat pada hakikatnya adalah untuk membantu Pemerintah, sehingga jangan ada pihak yang memandang negatif atas pengawasan yang dilakukan oleh masyarakat. Begitupun sebaliknya pengawasan yang dilakukan masyarakat jangan dijadikan alat untuk mencari – cari “kesempatan negosiasi” atas kekeliruan dalam proses pelaksanaannya.
Dimensi pengawasan masyarakat bisa dilakukan dari adanya indikator keterbukaan informasi teknis, seperti volume (panjang dan ketebalan) dan nilai proyek. Dengan adanya keterbukaan atas volume dan nilai proyek paling tidak akan memudahkan pengawasan apakah proses pengaspalan jalan berlangsung sesuai dengan volume pekerjaan yang ditentukan atau tidak.
Adapun terkait jalan-jalan aspal yang seringkali ditemukan cepat rusak sebenarnya banyak faktor teknis yang mempengaruhinya. Misalnya untuk mendapatkan jalan aspal yang baik dipengaruhi oleh (1) proses pemadatan pondasi jalan, (2) Pemadatan aspal yang benar dan proses pemadatan berikutnya, (3) pembuatan sistem drainase yang baik, (4) pengendalian beban pengguna jalan, (5) proses pencampuran aspal, dan (6) kemiringan jalan agar air tidak tergenang.
Pengaspalan jalan merupakan campuran bahan yang terdiri dari batuan (agregat kasar dan agregat halus) dengan bahan ikat aspal yang mempunyai persyaratan tertentu, dimana ke ua material sebelum dicampur secara homogen harus dipanaskan terlebih dahulu. Itulah sebabnya sering disebut hot mix, yang biasanya diproses di pabrik pencampur yang dikenal dengan sebutan Asphalt Mixing Plant (AMP).
Dalam proses perencanaan campuran harus memperhatikan karakteristik campuran aspal beton, yang meliputi, (1) Stabilitas aspal beton, (2) Durabilitas (kadar aspal yang tinggi, gradasi yang rapat, dan tingkat kepadatan yang sempurna), (3) Fleksibilitas agar mampu menahan beban lalu lintas yang berulang.
Adapun jenis-jenis aspal yang diketahui, ada (1) Hot Mix Asphalt (HMA) yaitu jenis aspal yang paling banyak digunakan dalam berbagai proyek pengerjaan jalan, (2) Wam Mix Asphalt (WMA) yaitu jenis aspal yang paling populer, yang digunakan untuk pengerjaan banyak proyek karena jenis aspal ini relatif tidak cepat mendingin, (3) Driveway Mix, yaitu jenis aspal yang dirancang khusus untuk mencapai hasil optimal pengerjaan proyek paving pada area proyek seperti jalan setapak dan tempat parkir. Jenis aspal ini memiliki campuran bahan agregat termasuk batu kecil, kerikil dan pasir.
Saat ini Pemerintah telah mewacanakan penggunaan limbah baja, karet, dan skrap plastik untuk ditambahkan ke dalam pembuatan aspal untuk meningkatkan kualitas aspal sekaligus menaikkan harga komoditas tersebut. Iron and Steel Industri Association (IISIA) menyatakan penggunaan limbah baja atau slag dalam pembuatan jalan akan membuat kualitas jalan lebih kuat dan tahan lama.
Namun, slag baja termasuk dalam limbah berbahaya dan limbah beracun berdasarkan Peraturan Pemerintah (PP) No.101 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun. Penambahan slag dalam pembuatan aspal cocok digunakan untuk jalan tol, karena jalan tol sering dilalui kendaraan niaga yang membuat kondisi jalan kerap melengkung. Penggunaan slag untuk jalan telah diimplementasikan di Malaysia dan Singapura. *** (redaksi/st2)