BOGOR — Sejumlah asosiasi pengusaha kembali bertemu dengan Presiden Joko Widodo untuk menyampaikan urgensi amendemen Undang-undang Ketenagakerjaan.
Adapun, asosiasi yang bertemu dengan Presiden Jokowi di Istana Bogor, Selasa (9/7/2019) meliputi Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo), Kamar Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia, dan Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (HIPMI).
“Kami dengan Menaker (Menteri Ketenagakerjaan) sepaham, ada enam isu pengupahan, pesangon, outsourcing, fleksibilitas jam kerja, serikat pekerja-buruh, tenaga kerja asing. Kira-kira itu isu yang akan kami bahas bersama dengan serikat pekerja,” kata Ketua Apindo, Hariyadi Sukamdani, Selasa (9/7/2019), sebagai mana dikutip dari Bisnis.com.
Menurutnya, amendemen Undang-Undang Ketenagakerjaan Nomor 13 Tahun 2013 bertujuan untuk meningkatkan daya saing Indonesia sekaligus penciptaan tenaga kerja.
Adapun, poin pertama yakni konsep pengupahan dinilainya tidak sejalan dengan kondisi saat ini. Dia mengungkapkan sejumlah perusahaan, terutama perusahaan padat karya tidak bisa diikuti oleh sejumlah perusahaan.
“Kenyataan di lapangan, yang patuh pada upah minimum itu relatif hanya perusahaan menengah besar. Yang menengah kecil tidak bisa mengikuti. Ini kan enggak bagus ya. Artinya ini bergeser dari jaring pengaman sosial menjadi upah rata-rata,” jelasnya.
Hal yang sama juga terjadi pada konsep pengupahan, dia mengemukakan banyak tenaga kerja juga tidak bisa mendapatkan hak yang selayaknya karena kondisi perusahaan.
“Kalau pesangon kan ada yang tumpah tindih ya. Tumpang tindih sebab dulu waktu UU 13/2012 dibikin kita belum ada jaminan sosial yang seperti sekarang ya. Belum ada BPJS. Jadi seperti BPJS dan pensiun itu belum di-cover,” ujarnya.
Sebab itu, para pengusaha menginginkan ada formulasi yang jelas mengenai penghitungan pesangon sesuai dengan kondisi saat ini.
Untuk outsourcing, Hariyadi menjelaskan para pengusaha menginginkan agar jumlah sektor yang bisa dimasuki bisa ditambahkan dari saat ini yang hanya lima sektor.
“Kita mereferensi Vietnam, sekarang udah 20 sektor yang di aturan mereka mengenai outsourcingnya ya. Kalau kita kan lima (sector). Tentunya di sini kita harus kembalikan lagi bahwa outsourcing itu suatu bisnis model, dan itu gak bisa diatur secara rigid,” tambahnya.
Sementara itu, soal Tenaga Kerja Asing (TKA), dia menjelaskan bahwa perlu ada kesepahaman mengenai keberadaan TKA di Indonesia.
“Kemarin gara-gara tenaga kerja yang ikut proyek dari China terus semuanya disamaratakan seolah problemnya dari China, padahal gak gitu. Itu kan berimbas juga untuk investor dari negara lain seperti juga dari Amerika dan Eropa jadi kerepotan juga mengenai masalah TKA ini,” tukasnya.
Editor : amran