SUMATRATIMES.COM – The New York Times melaporkan sebanyak 497.000 anak-anak Muslim Uighur di Xinjiang, China, dikirim ke kamp-kamp setempat yang dikelola pemerintah setelah diambil dari keluarga mereka.
Laporan media Amerika Serikat (AS) ini berdasarkan dokumen Kementerian Pendidikan China.
Negara-negara Barat, terutama AS, dan para aktivis hak asasi manusia (HAM) menganggap kamp-kamp di Xinjiang merupakan kamp persekusi.
Namun, Beijing menegaskan kamp-kamp itu merupakan tempat pelatihan kerja dan sekolah kejuruan yang bertujuan membekali para warga Uighur dan minoritas Muslim lainnya dengan keterampilan kerja dan menjauhkan mereka dari paham ekstremisme.
Beijing melalui Kedutaan Besar-nya di beberapa negara Asia mengecam pemberitaan negatif tentang warga Uighur di Xinjiang. Mereka bahkan mengundang masyarakat negara-negara Asia untuk berkunjung ke Xinjiang agar bisa melihat langsung kondisi yang terjadi.
Sedangkan tindakan keras pada sebagian komunitas Uighur, menurut Beijing, adalah kebijakan kontraterorisme seperti halnya dilakukan pada negara-negara lain pada umumnya.
Fakta bahwa tidak sedikit warga Uighur pergi ke Suriah untuk bergabung dan kelompok ISIS. Bahkan, ada beberapa warga Uighur pernah bergabung dengan kelompok teroris pimpinan Santoso yang berulah di wilayah Poso, Indonesia.
Berdasarkan dokumen Kementerian Pendidikan China, anak-anak berusia delapan tahun ditempatkan di sekolah asrama yang dikelola pemerintah oleh otoritas China untuk menghapus nilai-nilai dan kepercayaan Muslim versi mereka.
Partai Komunis China (CCP) berpendapat bahwa sekolah-sekolah itu berfungsi sebagai cara untuk memerangi kemiskinan dan bahwa pemerintah telah meningkatkan akses anak-anak Uighur pada pendidikan.
Dokumen itu juga mengatakan bahwa Sekretaris Jenderal CCP Xi Jinping menganggap pendidikan sebagai alat penting dalam memberantas sepenuhnya ekstremisme kekerasan sebaik yang dilakukan pemerintah Xinjiang.
Dokumen itu menambahkan bahwa generasi baru pemuda Uighur sekuler akan diberi hak istimewa untuk menumbuhkan patriotisme dan cinta mereka pada partai.
Menurut laporan The New York Times pada 28 Desember 2019, sekitar 497.000 siswa sekolah dasar dan menengah terdaftar di sekolah asrama milik pemerintah tahun lalu. Beijing dilaporkan berencana untuk membuka setidaknya satu sekolah di setiap kota di Xinjiang pada akhir 2020.
Laporan itu mengatakan bahwa siswa hanya bisa bertemu keluarga mereka setiap dua minggu dan tidak diizinkan menggunakan bahasa Uighur di sekolah. Pakar internasional, termasuk sarjana China-Jerman Adrian Zenz percaya bahwa sekolah sedang didirikan untuk mengindoktrinasi anak-anak Uighur dengan pandangan pro-CCP. (sumber: sindonews.com)
Redaksi : Amran